Melihat foto Zira, Alca segera meraih ponselnya. Tangannya begitu cepat bergerak. Tak mau sampai Ale melihatnya. Ale baru saja mengalihkan pandangan pada ponsel Alca, tapi ternyata Alca sudah mengambil ponselnya lebih dulu. Jadi dia tidak tahu siapa gerangan yang menghubungi Alca.Alca tetap tenang di saat Zira menghubungi. Tak mau Ale curiga sama sekali. “Aku angkat telepon dulu.” Alca mengangkat kaki Ale dengan pelan. Senyum manisnya menghiasi wajahnya. Berusaha agar tidak membuat Ale curiga. Alca segera berdiri. Mengayunkan langkahnya menuju ke taman belakang. Menjauh dari Ale. “Halo.” Alca menyapa Zira di seberang sana. “Sayang, kamu sedang apa?” Suara Zira di seberang sana terdengar manja. “Aku sedang menonton televisi.” “Mana suaranya, aku tidak dengar apa-apa.” Zira hanya mendengar keheningan. Tidak ada suara sama sekali. “Aku matikan, jika tidak, aku tidak akan mendengar suaramu.” Alca mencoba menjelaskan alasan yang masuk akal. Terdengar Zira tertawa mendengar penjel
Siang ini Alca berniat mengajak Ale untuk makan bakso di dekat kantor. Sambil menunggu Ale datang, Alca memilih untuk menghubungi Zira. Tak mau sampai Zira menghubunginya saat Ale bersamanya. “Halo, Sayang.” Suara Zira terdengar dari sambungan telepon. “Halo, apa kamu masih di spa?” tanya Alca. Tadi Zira mengirimi pesan jika dia sedang berada spa jam sepuluh tadi. Jadi Alca ingin memastikan lebih dulu. “Iya, ini baru selesai. Setelah ini aku akan makan siang.” Zira tidak sendiri. Dia pergi bersama dengan temannya. “Baiklah, selamat bersenang-senang. Sampai jumpa nanti sore.” Alca segera mematikan sambungan telepon setelah Zira menjawab. Alca meletakkan teleponnya di atas meja. Sejenak Alca merasa lucu dengan apa yang dilakukannya saat ini. Ale merasa jika dia membagi waktunya pada dua wanita. Kemarin siang, Alca makan siang dengan Zira, sekarang dia makan malam dengan Ale. Kemarin malam, dia makan malam dengan Ale, tetapi malam ini dia akan makan malam dengan Zira. Seolah bergili
“Al apa sudah selesai?” tanya Alca pada Ale. “Masih menunggu stoknya diambilkan, Kak. Tunggu sebentar.” Mendapat penjelasan itu membuat Alca seketika berdebar-debar. Dia takut jika Zira melihatnya. “Memang kamu mau rasa apa sampai menunggu?” tanya Alca. “Rasa coklat, Kak. Stoknya adanya digudang kata SPGnya tadi.” Ale menjelaskan. Alca mengintip ke arah pintu masuk. Sudah tidak ada Zira di pintu masuk. Dia mencoba mengintip ke mana perginya Zira. Dari kejauhan, Zira sedang berada di tempat sayur dan buah. Alca yakin, jika Zira sedang mencari sayuran untuk mereka makan malam.Alca memerhatikan dari kejauhan, tampak Zira sudah beranjak dari tempat sayur. Menuju ke lorong bumbu. Tentu saja Alca was-was melihat hal itu. “Kak.” Ale menepuk bahu Alca. “Ach ....” Apa yang dilakukan Ale membuat Alca seketika terkejut ketika Ale memanggil dan menepuk bahunya. Melihat Alca yang terkejut seperti itu jelas membuat Ale ikut terkejut. Perasaannya, tadi dirinya menepuk bahu Alca dengan lemb
Saat pandangan Zira ke arahnya, Alca langsung menunduk. Bersembunyi di balik tubuh Ale. Jantung Alca berdebar-debar ketika Zira melihat ke arahnya. Dia benar-benar takut jika Zira menyadari keberadaannya. “Al, aku ke toilet dulu. Kamu bayar saja.” Alca memberikan kartu untuk membayar apa yang dibeli Ale. “Iya, Kak.” Ale mengangguk. Tanpa berlama-lama, Alca memilih untuk pergi. Tak mau sampai Zira melihatnya. Alca tidak benar-benar pergi ke toilet. Dia hanya pergi menjauh saja, sambil memperhatikan Ale dan juga Zira dari kejauhan.Tepat saat Ale masih membayar belanjaannya, tampak Zira melintas di sebelahnya. Alca bersyukur sekali tadi buru-buru pergi. Jika tidak, tentu saja dia akan ketahuan Zira sedang bersama Ale.Suara telepon yang berdering, begitu mengejutkan Alca. Dia memegangi jantungnya yang tiba-tiba berdegup kencang. Rasanya memang benar-benar belakangan ini jantungnya tidak aman. Apalagi setelah bermain api dengan menjalani hubungan dua wanita. Saat melihat ponselnya, A
“Aku sudah keluar. Tadi aku mencarimu, tapi kamu justru di sini.” Alca memberikan alasan pada Ale. Membuatnya istrinya itu tidak curiga. Ale merasa cukup lama berada di toilet. Namun, tidak melihat Alca keluar dari toilet. Tentu saja dia masih bingung. Bagaimana Alca bisa keluar dari toilet tanpa dia tahu. “Berikan padaku.” Alca meraih tas berisi susu yang dibeli oleh Ale. Ale yang sedang berada dalam pikirannya seketika tersadar. Dia segera memberikan plastik berisi susu yang dibelinya. Membuang pikirannya bagaimana Alca keluar. “Ayo.” Alca segera mengajak Ale ke mobil. Ale mengangguk. Mengikuti Alca yang berjalan lebih dulu. Sepanjang berjalan Alca melihat sekitar. Melihat apakah Zira sudah keluar dari supermarket atau belum. Dari kejauhan tampak Zira sedang membayar belanjaan di kasir. Artinya Zira sudah selesai berbelanja. Jika Zira sudah selesai, peluang mereka bertemu di tempat parkir akan banyak. “Al, ayo cepat. Aku harus segera kembali ke kantor.” Alca menyodorkan leng
“Tidak, aku sudah lebih baik.” Ale menatap Alca yang menatapnya. “Maafkan aku. Aku tidak tahu kamu ketakutan.” Alca merasa bersalah sekali membuat Ale berada dalam situasi menegangkan. “Jika Kak Alca memang buru-buru ke kantor, aku bisa naik taksi saja.” Ale menatap Alca dengan sorot mata kecewa. “Maaf, Al. Aku sebenarnya tidak buru-buru.” Alca mencoba meyakinkan Ale. “Lalu kenapa Kak Alca melajukan dengan kencang mobilnya tadi?” “Aku ....” Alca menggantung ucapannya. Dia ingin menjelaskan, tetapi teringat penjelasannya pastinya akan melukai Ale. “Intinya aku minta maaf. Aku janji tidak akan mengulangnya.” Alca tidak jadi menjelaskan alasannya. Memilih untuk meminta maaf saja. Ale mengembuskan napasnya. Percuma marah. Lagi pula sekarang sudah jauh lebih tenang. Tidak ketakutan seperti tadi. “Baiklah. Lupakan. Aku sudah jauh lebih baik.” Ale menatap teduh pada Alca. Meyakinkan Alca jika dia baik-baik saja. “Terima kasih.” Alca lega karena Ale memaafkannya. Ini tidak akan pern
Alca akhirnya menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Kini tinggal pulang. Namun, tentu saja bukan pulang ke rumah Ale, melainkan pulang ke apartemen Zira. Sesuai janjinya, Alca akan ke sana. Alca segera melajukan mobilnya ke apartemen Zira. Saat sampai di apartemen, Alca menekan angka password apartemen Zira. Apartemen itu memakai angka ulang tahunnya. Jadi Alca bisa masuk dengan mudah.Saat pintu dibuka, Aroma masakan tercium menyeruak. Menyambut kedatangan Alca. Dia yakin jika Zira pasti sedang memasak untuknya. “Kamu sudah datang?” Suara Zira terdengar dari dapur. “Iya, aku sudah datang.” Alca menjawab seraya mengayunkan langkahnya ke dapur. Di dapur Ale melihat Zira yang tampak cantik dengan apron di dadanya. Sejak kenal Zira, Alca selalu saja suka saat Zira memasak. Menurutnya kecantikan Zira terpancar.Rambut panjangnya yang diikat ke atas memperlihatkan leher jenjangnya. Tampak begitu memesona. Sebagai pria yang mengagumi Zira sedari dulu, tentu saja Alca tidak bisa menamp
“Mama masih di luar negeri. Dia memintaku pulang dan makan di rumah karena aduan dari asisten rumah tangga. Karena itu aku pulang, walaupun makan sendirian.” Alca memberikan jawaban yang masuk akal pada Zira. Zira mencerna ucapan Alca. Apa yang dikatakan Alca masuk akal. Jadi dia percaya saja. Alca menerawang ke dalam manik mata nan indah milik Zira. Mencari tahu apakah Zira masih tidak percaya dengannya. “Oh ... jadi kamu diminta makan di rumah.”“Iya, maklum, seorang ibu pasti ingin memastikan anaknya makan sehat.” “Baiklah.” Zira akhirnya percaya. Alca mengulas senyumnya mendapati Zira percaya. Alca tidak tahu sejak kapan dirinya jadi seorang pembohong. Setiap hari Alca berbohong terus. Entah kepada Zira atau Ale. Rasanya Alca benar-benar merasa bersalah sekali. Karena melakukan hal buruk itu. Mereka kembali melanjutkan makannya. Alca masih sesekali memuji makanan buatan Zira. “Apa kamu tahu, orang yang aku lihat di supermarket mirip sekali denganmu.” Zira tertawa menceritak