“Kakak.” Almeta terus memanggil kakaknya. Tak rela berpisah dari kakaknya. Jenazah Fazila sudah dimakamkan. Arlo ikut turun memakamkan istrinya. Ini sebagai bukti cintanya untuk terakhir kali. Saat tanah menutup jenazah Fazila, Almeta terus menangis. Mama Ale berusaha untuk menenangkan wanita yang kini jadi menantunya itu. “Sabar, kamu harus ikhlas.” Mama Ale berusaha untuk menenangkan Almeta. Kesedihan keluarga begitu teramat dalam ketika Fazila meninggal. Walaupun baru sebentar menjadi anggota keluarga Janitra, Fazila begitu dekat dengan mereka semua. Almeta terus memandangi foto kakaknya yang berada di atas makam. Kini dia tidak punya siapa-siapa lagi. Kakak dan orang tuanya kini sudah pergi semua. Almeta tidak bisa bayangkan akan seperti apa kehidupannya kelak tanpa kakaknya. Arlo pun terus memandangi foto istrinya. Dia sudah berjuang sebisa mungkin untuk menyelamatkan Fazila. Namun, Tuhan berkata lain. Pemakaman berakhir juga. Satu per satu pelayat meninggalkan makam. Tersi
Mendapati pertanyaan itu membuat Arlo terdiam. Berpikir jika tentu saja Rafael datang ke sini untuk menemui Almeta. Dia juga tahu jika Rafael pastinya belum tahu jika dia sudah menikah dengan Almeta.“Masuklah, aku akan panggilkan Meta.” Arlo melebarkan pintu rumahnya.Rafael segera masuk ke rumah. Duduk di ruang tamu menunggu Arlo yang memanggil Meta.Arlo mengetuk kamar Meta. Memanggil gadis yang sekarang menjadi istrinya itu. Tepat saat pintu dibuka, Arlo melihat Meta yang baru saja mandi. Rambutnya basah karena baru saja keramas. Aroma sabun dan shampo tercium manis sekali.“Ada Rafael mencarimu.” Arlo memberitahu Almeta.Untuk sesaat Almeta terdiam. Dia tampak terkejut ketika mengetahui jika Rafael datang ke rumah. Sejenak Almeta mengingat jika mereka belum berkomunikasi sejak kematian kakaknya. Hanya bertemu di makam, itu pun hanya sebentar.“Aku akan temui.”Mendapati jawaban Almeta, Arlo segera berbalik. Dia ingin melanjutkan niatnya ke taman belakang untuk menikmati kopi.“Ka
Almeta mencari di lemari Arlo. Dia tahu persis di mana kakaknya menyimpan dasi. Beberapa kali dia diminta kakaknya membantu membawakan baju yang sudah digosok oleh asisten rumah tangga.Arlo melihat jika Almeta sedang mencari dasi miliknya. Entah kenapa dia merasa jika Almeta tahu tempat-tempat Fazila meletakkan bajunya.“Kamu tahu di mana tempat dasiku?” tanya Arlo.“Iya, aku tahu. Beberapa kali aku diminta Kak Zila membawakan baju dari tempat laundry room. Saat Kak Zila memasukkan baju, aku melihatnya. Jadi aku tahu di mana letak baju-baju Kak Arlo.” Almeta menjelaskan. Akhirnya dia menemukan dasi merah yang dicari Arlo. “Ini dasi yang dicari Kak Arlo.” Almeta memberikan dasi itu pada Arlo.“Terima kasih.” Arlo menerima dasi yang diberikan Almeta.“Kalau begitu aku keluar dulu.” Almeta segera keluar dari kamar Arlo.Arlo melihat dasi yang berada di tangannya. Dia tidak segera memakai dasi tersebut. Sejujurnya Arlo memang tidak bisa memakainya sendiri. Saat sekolah mamanya yang memak
Suara telepon terdengar ketika Rafael melajukan mobilnya. Dia melihat ponselnya yang diletakan di layar spedometer. Tertera nama sang mama yang menghubungi.“Siapa?” tanya Almeta.“Mama.” Rafael mengambaikanRafael mengabaikan panggilan itu dan melanjutkan kembali melajukan mobilnya.“Kenapa tidak diangkat?” tanya Almeta.“Malas.” Rafael sudah tahu alasan mamanya menghubunginya. Kemarin mamanya mengajaknya untuk makan bersama temannya. Rafael sudah menebak jika mamanya ingin mengajaknya bertemu dengan anak temannya.“Angkatlah. Jangan mengabaikannya.” Almeta menegur Rafael.Mendengar permintaan Almeta, Rafael menepikan mobilnya. Kemudian mengangkat sambungan telepon dari sang mama.“Ada apa, Ma?” tanya Rafael.“Kamu ini ke mana? Kenapa belum datang?” Sang mama menegur Rafael.“Aku tidak bisa ke sana.” Rafael menolak tegas.“Mama tidak mau tahu. Kamu harus ke sini.”Sambungan telepon langsung terhenti. Hal itu membuat Rafael terkesiap. Mamanya sesuka hatinya mematikan telepon.“Kenapa?
“Belum.” Almeta menggeleng.Arlo hanya terdiam saja ketika Almeta belum mengatakan apa-apa pada sang kekasih.“Tadi aku mau bicara, tetapi dia sibuk. Jadi aku belum sempat.” Almeta menjelaskan pada suaminya itu. “Berikan aku waktu, Kak. Aku harus mengatakan di waktu yang tepat. Karena ini pasti akan jadi pukulan berat untuknya.” Almeta menatap Arlo. Dia sadar jika memang harus segera memberitahu Rafael. Namun, memang tidak semudah itu. Dia harus mengatakan di waktu yang pas.“Baiklah.” Arlo mengangguk. Lagi pula dia tidak merasa harus terburu-buru untuk Rafael tahu. “Tapi, jangan terlalu lama untuk mengatakannya. Aku takut ini akan jadi masalah nanti.” Arlo tidak mau sampai ada drama antara Rafael dan Almeta.“Baik, Kak, aku akan selesaikan secepatnya.” Almeta mengangguk.Mereka kembali menikmati makan bersama. Tidak ada yang bicara lagi. Keduanya hanya memilih fokus pada makan saja.Keadaan dingin dan sepi ini memang begitu menyiksa. Mereka sejujurnya sulit menerima kenyataan ini. Na
Kelas berakhir, Almeta segera keluar dari kelas. Saat baru saja keluar kelas, dia sudah disambut oleh Rafael. Melihat Rafael saat baru keluar membuat hati Almeta terasa sakit sekali. Bayangan perpisahan sudah berada di depan mata. Rasanya begitu berat untuk dilalui Almeta. Rafael menyambut Almeta dengan senyum di wajahnya. Dia selalu senang ketika bisa bertemu dengan Almeta.“Ayo.” Rafael mengulurkan tangannya.Almeta hanya terpaku melihat Rafael yang mengulurkan tangan. Merasa antara pantas tidak pantas melakukannya.‘Jika ini adalah terakhir kali aku menggenggam tangannya, maka biarkan aku menggenggamnya untuk terakhir kali.’Kalimat itu yang akhirnya mengantarkan Almeta menerima uluran tangan Rafael. Dia menggenggam erat tangan Rafael.Rafael senang ketika Almeta mau menerima uluran tangannya. Dia menggenggam erat tangannya agar tak pernah terlepas.Mereka berdua langsung ke mobil. Rafael melajukan mo
Rafael masih membeku mendengar penjelasan dari Almeta. Dia masih bingung dengan yang dikatakan oleh Almeta.“Meta, jangan bercanda. Coba jelaskan padaku dengan benar.” Rafael benar-benar dibuat pusing dengan apa yang dikatakan oleh Almeta. Dia memegangi bahu Almeta agar Almeta mau melihat ke arahnya.Almeta masih terus menangis. “Aku sudah menikah dengan Kak Arlo. Waktu itu Kak Zila meminta kami menikah di saat-saat terakhirnya, dan akhirnya kami memutuskan untuk menikah.” Almeta berusaha untuk menjelaskan pada Rafael.Tangan Rafael yang memegangi bahu Almeta langsung terlepas. Apa yang dikatakan Almeta benar-benar membuatnya terkejut sekali.“Kamu sedang bercanda ‘kan?” Rafael masih belum percaya.“Aku tidak bercanda, aku benar-benar sudah menikah dengan Kak Arlo.” Almeta hanya bisa menangis.“Kenapa kamu harus menikah dengannya? Bukankah kita sudah sepakat untuk menikah jika nanti sudah bekerja.” Rafael menatap Almeta. Banyak mimpi yang dibangun bersama Almeta. Namun, sepertinya sem
Sesuai janjinya dengan Rafael tadi pagi, akhirnya Almeta menemui di tempat parkir setelah kelas berakhir. Almeta berharap jika ini akan jadi perpisahan yang baik untuk mereka.“Ayo masuk, aku antar pulang.” Rafael menatap Almeta yang baru datang. Meminta gadis yang masih dianggap sebagai kekasih itu untuk masuk ke mobilnya.Mengingat harus bicara dengan Rafael baik-baik untuk meninggalkan perpisahan yang baik, akhirnya Almeta setuju masuk ke mobil.Rafael segera menyusul Almeta masuk ke mobil. Kemudian melajukan mobilnya. Mengantarkan Almeta untuk pulang.Suasana masih sunyi. Tidak ada yang bicara sama sekali. Mereka masih berada di pikiran masing-masing.“Apa pernikahan kalian sudah sah secara hukum?” Akhirnya Rafael membuka suara juga.“Belum, Kak Arlo sedang akan mengurusnya.” Almeta menceritakan sedikit rencana Arlo.“Mintalah Kak Arlo menghentikannya.” Rafael berbicara tanpa menoleh sama sekali ke arah Almeta. Pandangannya lurus ke depan.Almeta membulatkan matanya. Dia benar-ben
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker