Alca yang tidak sabar ketika melihat Ale tak kunjung selesai, memilih mengintip di pantulan kaca meja rias. Dia melihat jelas bagaimana Ale yang kesulitan mengambil baju. Itu membuatnya kesal, karena Ale tak kunjung selesai. Namun, alangkah terkejutnya Alca ketika melihat Ale yang berusaha mengambil baju, membuat handuk yang dipakainya jatuh ke lantai. Seketika Alca mengalihkan pandangan.‘Sial,’ umpat Alca dalam hati.Tanpa sengaja Ale melihat tubuh Ale. Tubuh Ale tanpa sehelai benang pun membuat jantung Alca berdebar-debar. Kulit putih Ale begitu membuat siapa yang melihatnya pasti akan terpesona.‘Tunggu tadi aku lihat sesuatu.’ Alca kembali melihat dari pantulan Ale dari cermin. Memastikan apa yang dilihatnya tadi.Ale yang melihat handuknya terjatuh pun segera meraih handuknya lagi. Memakainya kembali. Dia melihat ke arah Alca. Memastikan pria itu tidak melihat.Dari jauh, Ale melihat jika Alca tampak memandang lurus. Ale berpikir artinya dia tidak melihat ke arahnya.Dengan se
“Kamar tamu sedang kemarin direnovasi, hanya saja tukangnya izin. Jadi kamar tamu masih belum rapi.” Mama Mauren menjelaskan pada Alca.“Bukannya ada dua kamar tamu di rumah ini, Ma. Dua-duanya direnovasi?” tanya Alca memastikan.“Iya.” Dengan wajah polos Mama Mauren menjawab.Alca mengembuskan napasnya. Dia merasa kesal sekali karena ternyata tidak ada kamar untuknya tidur.“Tidurlah dengan Ale di kamar. Lagi pula kalian suami-istri. Tidak ada yang salah jika harus tidur bersama.” Mama Arriel menimpali.Alca merasa tidak ada pilihan. Karena mamanya seolah mendukung. Padahal mereka tahu jika selama ini di rumah mereka tidak pernah tidur bersama.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Ale. Dia memilih untuk diam saja. Percuma berdebat dengan mereka semua.Ale melihat reaksi Alca yang malas ketika mengetahui jika harus berada di satu kamar dengannya. Dalam situasi ini pun Ale tidak berani untuk memprotes. Memilih diam juga seperti yang dilakukan Alca.Mereka kembali melanjutkan makan.
Ale akhirnya memberanikan diri untuk turun ke lantai bawah. Perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi. Jadi dia harus mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Dia segera bangun dari tidurnya dan segera keluar.Saat keluar, suasana begitu tampak sepi. Hal itu membuatnya takut. Namun, dia harus turun. Sebelum turun, Ale menyalakan lampu di lantai atas. Paling tidak akan menjadi pijakan untuknya.Ale mengayunkan langkahnya perlahan. Dia memastikan setiap pijakan kakinya aman. Memastikan jika dia berhati-hati.Langkah demi langkah Ale lakukan. Dia benar-benar melakukan dengan benar. Akhirnya sampailah Ale di lantai bawah. Saat sampai dia segera menuju ke dapur. Lampu yang repuh membuat Ale dapat berjalan dengan benar. Hingga sampai ke dapur dengan selamat.Di dapur, Ale segera menyalakan lampu. Dia mencari makanan yang berada di lemari pendingin. Sayangnya, tidak ada sisa makanan matang yang ada. Hanya ada buah saja.“Tidak apa-apa aku makan buah. Yang penting kencang.” Ale pun mengambil buah a
Ale berbinar ketikan Alca menawarkan untuk dimasakkan. Tentu saja itu membuatnya merasa senang. Di saat lapar, ada yang memasakkan.“Duduklah,” pinta Alca.Seperti anak kecil yang begitu patuh, Ale segera mendudukkan tubuhnya di atas kursi ruang makan yang berada di dapur. Tak sabar menunggu Alca memasakkan untuknya.Alca segera membuka lemari pendingin lagi. Mengambil bahan masakan di sana. Yang tersisa adalah telur saja. Jadi dia memutuskan untuk membuat omelet saja. Ada jeruk dan dia menemukan buah alpukat di laci paling bawah. Alc merasa itu dapat digunakan juga untuk membuat makanan yang mengenyangkan untuk ibu hamilAlca segera bergerak membuat makanan. Simple, tapi dia yakin jika pasti rasanya akan enak.Ale memerhatikan Alca yang memasak. Entah kenapa, dia merasa Alca begitu memesona saat memasak. Sewaktu memasak di rumah, Ale tidak melihat. Karena Mama Mauren mengajaknya ke ruang keluarga, sedangkan tadi siang. Karena beristirahat di kamar alhasil dia juga tidak melihat Ale
AIca bangun lebih dulu. Saat membuka matanya, dia melihat Ale masih tidur pulas. Alca yang melihat itu, memilih membiarkan Ale untuk tetap tidur. Dia tahu jika Ale baru tidur menjelang jam tiga pagi.Alca yang bangun, segera keluar dari kamar. Menuju ke lantai bawah. Di lantai bawah sudah tampak orang - orang melakukan aktivitas mereka. Mama Mauren dan Mama Ariel Menyiapkan Makanan, sedangkan Papa David dan Papa Adriel berada di ruang keluarga. Mereka berdua menikmati secangkir kopi sambil bermain catur.“Al, ke mana Ale?” tanya Mama Mauren.“Masih tidur, Ma.” Alca menjawab sambil mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada di ruang keluarga.“Kenapa belum bangun?” Mama Arriel begitu penasaran sekali.“Semalam dia tidur malam.” Alca mencoba menjelaskan.“Memang apa yang dilakukan sampai, tidur malam.” tanya Papa David.“Kalian tidak baru saja melakukan hubungan suami-istri ‘kan?” tanya Papa Adriel.Mendapati Pertanyaan itu membuat Alca membulatkan matanya. Bisa-bisanya papanya berpikir s
Hari libur digunakan Alca untuk beristirahat. Kapan lagi bisa menikmati waktu. Dia memilih menghabiskan waktu di kamar. Saat merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tiba-tiba Alca memikirkan buku diary milik Dima.“Aku penasaran, apa dia juga suka marah pada Dima?” Rasa penasaran itu akhirnya mengantarkan Alca untuk membaca buku diary Dima lagi. Tentu saja dia penasaran sekali.Dengan cepat Alca mengambil buku diary tersebut. Dia membaca sambil tiduran.Alca melanjutkan halaman kemarin. Kemarin dia membaca sampai di senyuman Ale. Jadi kini dia ingin tahu apa lagi yang dapat dibacanya.Halaman berikutnya berisi tentang Ale yang suka sekali marah karena hal kecil. Ale akan memilih berenang untuk mendinginkan pikirannya itu.“Lucu juga.” Alca merasa jika Ale menggemaskan sekali. Cara untuk menenangkan diri beda dengan yang lain.Tertulis jika biasanya Dima membiarkan hal itu. Nanti Ale akan kembali lagi sendiri. Karena setelah berenang, hati Ale akan dingin dan kemarahannya mereda.“S
Mendapati pertanyaan itu, Alca langsung tersadar. Dia langsung memundurkan tubuhnya.Ale merasa terkejut ketika Alca menjauhkan tubuh darinya. Padahal dia hanya bertanya saja.“Kamu sedang membalasku?” Alca melemparkan sindiran itu pada Ale.Ale hanya bisa menautkan alisnya. Dia masih bingung kenapa Alca mengatakan itu.“Membalas apa maksud Kak Alca?” tanya Ale.“Mengagetkan aku. Beberapa kali aku mengagetkan aku, jadi kamu membalasnya.” Alca memberikan penjelasan atas apa yang diucapkannya.Ale akhirnya tahu apa yang dimaksud Alca. Namun, dia tidak berniat sama sekali melakukan pembalasan seperti yang dituduhkan Alca.“Siapa yang berniat membalas. Aku tidak berniat sama sekali.” Ale pun mencoba menjelaskan. “Kak Alca saja yang terlalu berlebihan karena menuduh aku yang tidak-tidak. Aku tadi melihat Kak Alca melihat ke dasar kolam. Jadi aku penasaran saja.” Tadi saat Ale selesai mandi di kamar mandi belakang, dia melihat Alca yang melonggok ke dasar kolam. Hal itu membuatnya begitu pe
Ale dan Alca jadi malu pasca ciuman itu. Karena yang mulai dulu Alca, tentu saja dia yang paling malu ketika melihat Ale. Namun, Alca berusaha untuk tetap tenang. Dia yang biasanya jarang makan di rumah, tiba-tiba mau makan di rumah. Berada dalam satu meja dengan Ale. Agar tidak terlihat menghindar dari Ale.‘Setelah menciumku, dia tenang sekali.’ Dibanding Alca, Ale jauh lebih tenang. Tak tampak guratan malu sama sekali di wajahnya.“Siapa yang masak?” tanya Alca tanpa menatap.“Aku,” jawab Ale. Tadi setelah berenang Ale memang menyempatkan masak. Dia pikir Ale tidak akan makan, ketika dia yang masak, tapi ternyata Ale duduk manis menunggu makanan selesai disajikan.“Oh ....” Ale membalik piringnya. Bersiap untuk makan.Ale hanya melirik saja. Dia merasa heran karena Alca mau makan masakannya. Padahal biasanya pria itu tidak mau makan sama sekali ketika dirinya yang memasak.Alca segera mengambil makanan masakan Ale. Hanya masakan biasa. Tumis brokoli dengan campuran udang. Ada juga