Mendapati ajakan Alca, Ale pun mengangguk. Dia segera mengayunkan langkahnya ke lantai atas.“Tidak apa-apa aku bisa pegangan.” Ale menolak Alca yang ingin memegangnya. Takut Alca tidak nyaman lagi bersamanya.Alca pun melakukan yang diminta Ale. Dia hanya berjaga-jaga saja di belakang Ale. Memastikan jika istrinya itu tidak jatuh.Mereka sampai di lantai atas. Ale membuka kamar Dima. Saat membuka kamarnya, seketika Ale merasakan kehadiran Dima di kamar ini. Foto-foto Dima di kamar membuatnya mengingat sang suami. Mata Ale berkaca-kaca ketika melihat kamar Dima masih sama seperti saat suaminya ada.“Kamu kenapa?” tanya Alca.“Aku teringat Dima saja “ Ale menghapus Air matanya yang menetes ketika berkedip. Alca juga mengingat Dima ketika berada di kamar sepupunya itu. Apalagi sejak kecil mereka selalu bersama. Alca juga sering sekali menginap di kamar Dima.“Sudahlah, kamu harus merelakannya.” Alca mencoba memberitahu Ale.“Iya, Kak.” Ale mengangguk.“Aku ke bawah dulu.” Alca ingin
Alca yang tidak sabar ketika melihat Ale tak kunjung selesai, memilih mengintip di pantulan kaca meja rias. Dia melihat jelas bagaimana Ale yang kesulitan mengambil baju. Itu membuatnya kesal, karena Ale tak kunjung selesai. Namun, alangkah terkejutnya Alca ketika melihat Ale yang berusaha mengambil baju, membuat handuk yang dipakainya jatuh ke lantai. Seketika Alca mengalihkan pandangan.‘Sial,’ umpat Alca dalam hati.Tanpa sengaja Ale melihat tubuh Ale. Tubuh Ale tanpa sehelai benang pun membuat jantung Alca berdebar-debar. Kulit putih Ale begitu membuat siapa yang melihatnya pasti akan terpesona.‘Tunggu tadi aku lihat sesuatu.’ Alca kembali melihat dari pantulan Ale dari cermin. Memastikan apa yang dilihatnya tadi.Ale yang melihat handuknya terjatuh pun segera meraih handuknya lagi. Memakainya kembali. Dia melihat ke arah Alca. Memastikan pria itu tidak melihat.Dari jauh, Ale melihat jika Alca tampak memandang lurus. Ale berpikir artinya dia tidak melihat ke arahnya.Dengan se
“Kamar tamu sedang kemarin direnovasi, hanya saja tukangnya izin. Jadi kamar tamu masih belum rapi.” Mama Mauren menjelaskan pada Alca.“Bukannya ada dua kamar tamu di rumah ini, Ma. Dua-duanya direnovasi?” tanya Alca memastikan.“Iya.” Dengan wajah polos Mama Mauren menjawab.Alca mengembuskan napasnya. Dia merasa kesal sekali karena ternyata tidak ada kamar untuknya tidur.“Tidurlah dengan Ale di kamar. Lagi pula kalian suami-istri. Tidak ada yang salah jika harus tidur bersama.” Mama Arriel menimpali.Alca merasa tidak ada pilihan. Karena mamanya seolah mendukung. Padahal mereka tahu jika selama ini di rumah mereka tidak pernah tidur bersama.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Ale. Dia memilih untuk diam saja. Percuma berdebat dengan mereka semua.Ale melihat reaksi Alca yang malas ketika mengetahui jika harus berada di satu kamar dengannya. Dalam situasi ini pun Ale tidak berani untuk memprotes. Memilih diam juga seperti yang dilakukan Alca.Mereka kembali melanjutkan makan.
Ale akhirnya memberanikan diri untuk turun ke lantai bawah. Perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi. Jadi dia harus mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Dia segera bangun dari tidurnya dan segera keluar.Saat keluar, suasana begitu tampak sepi. Hal itu membuatnya takut. Namun, dia harus turun. Sebelum turun, Ale menyalakan lampu di lantai atas. Paling tidak akan menjadi pijakan untuknya.Ale mengayunkan langkahnya perlahan. Dia memastikan setiap pijakan kakinya aman. Memastikan jika dia berhati-hati.Langkah demi langkah Ale lakukan. Dia benar-benar melakukan dengan benar. Akhirnya sampailah Ale di lantai bawah. Saat sampai dia segera menuju ke dapur. Lampu yang repuh membuat Ale dapat berjalan dengan benar. Hingga sampai ke dapur dengan selamat.Di dapur, Ale segera menyalakan lampu. Dia mencari makanan yang berada di lemari pendingin. Sayangnya, tidak ada sisa makanan matang yang ada. Hanya ada buah saja.“Tidak apa-apa aku makan buah. Yang penting kencang.” Ale pun mengambil buah a
Ale berbinar ketikan Alca menawarkan untuk dimasakkan. Tentu saja itu membuatnya merasa senang. Di saat lapar, ada yang memasakkan.“Duduklah,” pinta Alca.Seperti anak kecil yang begitu patuh, Ale segera mendudukkan tubuhnya di atas kursi ruang makan yang berada di dapur. Tak sabar menunggu Alca memasakkan untuknya.Alca segera membuka lemari pendingin lagi. Mengambil bahan masakan di sana. Yang tersisa adalah telur saja. Jadi dia memutuskan untuk membuat omelet saja. Ada jeruk dan dia menemukan buah alpukat di laci paling bawah. Alc merasa itu dapat digunakan juga untuk membuat makanan yang mengenyangkan untuk ibu hamilAlca segera bergerak membuat makanan. Simple, tapi dia yakin jika pasti rasanya akan enak.Ale memerhatikan Alca yang memasak. Entah kenapa, dia merasa Alca begitu memesona saat memasak. Sewaktu memasak di rumah, Ale tidak melihat. Karena Mama Mauren mengajaknya ke ruang keluarga, sedangkan tadi siang. Karena beristirahat di kamar alhasil dia juga tidak melihat Ale
AIca bangun lebih dulu. Saat membuka matanya, dia melihat Ale masih tidur pulas. Alca yang melihat itu, memilih membiarkan Ale untuk tetap tidur. Dia tahu jika Ale baru tidur menjelang jam tiga pagi.Alca yang bangun, segera keluar dari kamar. Menuju ke lantai bawah. Di lantai bawah sudah tampak orang - orang melakukan aktivitas mereka. Mama Mauren dan Mama Ariel Menyiapkan Makanan, sedangkan Papa David dan Papa Adriel berada di ruang keluarga. Mereka berdua menikmati secangkir kopi sambil bermain catur.“Al, ke mana Ale?” tanya Mama Mauren.“Masih tidur, Ma.” Alca menjawab sambil mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada di ruang keluarga.“Kenapa belum bangun?” Mama Arriel begitu penasaran sekali.“Semalam dia tidur malam.” Alca mencoba menjelaskan.“Memang apa yang dilakukan sampai, tidur malam.” tanya Papa David.“Kalian tidak baru saja melakukan hubungan suami-istri ‘kan?” tanya Papa Adriel.Mendapati Pertanyaan itu membuat Alca membulatkan matanya. Bisa-bisanya papanya berpikir s
Hari libur digunakan Alca untuk beristirahat. Kapan lagi bisa menikmati waktu. Dia memilih menghabiskan waktu di kamar. Saat merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tiba-tiba Alca memikirkan buku diary milik Dima.“Aku penasaran, apa dia juga suka marah pada Dima?” Rasa penasaran itu akhirnya mengantarkan Alca untuk membaca buku diary Dima lagi. Tentu saja dia penasaran sekali.Dengan cepat Alca mengambil buku diary tersebut. Dia membaca sambil tiduran.Alca melanjutkan halaman kemarin. Kemarin dia membaca sampai di senyuman Ale. Jadi kini dia ingin tahu apa lagi yang dapat dibacanya.Halaman berikutnya berisi tentang Ale yang suka sekali marah karena hal kecil. Ale akan memilih berenang untuk mendinginkan pikirannya itu.“Lucu juga.” Alca merasa jika Ale menggemaskan sekali. Cara untuk menenangkan diri beda dengan yang lain.Tertulis jika biasanya Dima membiarkan hal itu. Nanti Ale akan kembali lagi sendiri. Karena setelah berenang, hati Ale akan dingin dan kemarahannya mereda.“S
Mendapati pertanyaan itu, Alca langsung tersadar. Dia langsung memundurkan tubuhnya.Ale merasa terkejut ketika Alca menjauhkan tubuh darinya. Padahal dia hanya bertanya saja.“Kamu sedang membalasku?” Alca melemparkan sindiran itu pada Ale.Ale hanya bisa menautkan alisnya. Dia masih bingung kenapa Alca mengatakan itu.“Membalas apa maksud Kak Alca?” tanya Ale.“Mengagetkan aku. Beberapa kali aku mengagetkan aku, jadi kamu membalasnya.” Alca memberikan penjelasan atas apa yang diucapkannya.Ale akhirnya tahu apa yang dimaksud Alca. Namun, dia tidak berniat sama sekali melakukan pembalasan seperti yang dituduhkan Alca.“Siapa yang berniat membalas. Aku tidak berniat sama sekali.” Ale pun mencoba menjelaskan. “Kak Alca saja yang terlalu berlebihan karena menuduh aku yang tidak-tidak. Aku tadi melihat Kak Alca melihat ke dasar kolam. Jadi aku penasaran saja.” Tadi saat Ale selesai mandi di kamar mandi belakang, dia melihat Alca yang melonggok ke dasar kolam. Hal itu membuatnya begitu pe
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker