“Al, kita mampir ke supermarket dulu. Mama mau belikan bahan masakan.” Mama Mauren menepuk kursi Alca.Alca yang sedang berada dalam pikirannya langsung mengalihkan pandangan. Melihat dari kaca depan.Mama Mauren dan Mama Arriel sepakat untuk merayakan hari ini. Mereka akan makan malam di rumah Papa David dan Mama Mauren. Rumah milik keluarga Janitra. Ale dan Alca ikut saja yang dilakukan oleh keluarga mereka.“Kalian pergi cari daging saja. Mama akan cari bahan lain. Kita akan buat daging steak.” Mama Mauren menjelaskan pada Ale dan Alca.Ale dan Alca pun menuruti apa yang diminta oleh para ibu. Alca langsung mengambil troli dan mendorongnya. Dia benar-benar pasrah ketika diminta untuk melakukan itu.Mereka berdua menuju ke tempat daging. Keduanya masih merasa canggung pasca Alca memegang perut Ale. Keduanya memilih untuk diam saja.Saat berada di bagian daging, Ale mencari daging untuk dimasak steak. Dia mengambil daging tersebut asal. Yang penting daging.“Tunggu-tunggu.” Alca yang
Mendapati ajakan Alca, Ale pun mengangguk. Dia segera mengayunkan langkahnya ke lantai atas.“Tidak apa-apa aku bisa pegangan.” Ale menolak Alca yang ingin memegangnya. Takut Alca tidak nyaman lagi bersamanya.Alca pun melakukan yang diminta Ale. Dia hanya berjaga-jaga saja di belakang Ale. Memastikan jika istrinya itu tidak jatuh.Mereka sampai di lantai atas. Ale membuka kamar Dima. Saat membuka kamarnya, seketika Ale merasakan kehadiran Dima di kamar ini. Foto-foto Dima di kamar membuatnya mengingat sang suami. Mata Ale berkaca-kaca ketika melihat kamar Dima masih sama seperti saat suaminya ada.“Kamu kenapa?” tanya Alca.“Aku teringat Dima saja “ Ale menghapus Air matanya yang menetes ketika berkedip. Alca juga mengingat Dima ketika berada di kamar sepupunya itu. Apalagi sejak kecil mereka selalu bersama. Alca juga sering sekali menginap di kamar Dima.“Sudahlah, kamu harus merelakannya.” Alca mencoba memberitahu Ale.“Iya, Kak.” Ale mengangguk.“Aku ke bawah dulu.” Alca ingin
Alca yang tidak sabar ketika melihat Ale tak kunjung selesai, memilih mengintip di pantulan kaca meja rias. Dia melihat jelas bagaimana Ale yang kesulitan mengambil baju. Itu membuatnya kesal, karena Ale tak kunjung selesai. Namun, alangkah terkejutnya Alca ketika melihat Ale yang berusaha mengambil baju, membuat handuk yang dipakainya jatuh ke lantai. Seketika Alca mengalihkan pandangan.‘Sial,’ umpat Alca dalam hati.Tanpa sengaja Ale melihat tubuh Ale. Tubuh Ale tanpa sehelai benang pun membuat jantung Alca berdebar-debar. Kulit putih Ale begitu membuat siapa yang melihatnya pasti akan terpesona.‘Tunggu tadi aku lihat sesuatu.’ Alca kembali melihat dari pantulan Ale dari cermin. Memastikan apa yang dilihatnya tadi.Ale yang melihat handuknya terjatuh pun segera meraih handuknya lagi. Memakainya kembali. Dia melihat ke arah Alca. Memastikan pria itu tidak melihat.Dari jauh, Ale melihat jika Alca tampak memandang lurus. Ale berpikir artinya dia tidak melihat ke arahnya.Dengan se
“Kamar tamu sedang kemarin direnovasi, hanya saja tukangnya izin. Jadi kamar tamu masih belum rapi.” Mama Mauren menjelaskan pada Alca.“Bukannya ada dua kamar tamu di rumah ini, Ma. Dua-duanya direnovasi?” tanya Alca memastikan.“Iya.” Dengan wajah polos Mama Mauren menjawab.Alca mengembuskan napasnya. Dia merasa kesal sekali karena ternyata tidak ada kamar untuknya tidur.“Tidurlah dengan Ale di kamar. Lagi pula kalian suami-istri. Tidak ada yang salah jika harus tidur bersama.” Mama Arriel menimpali.Alca merasa tidak ada pilihan. Karena mamanya seolah mendukung. Padahal mereka tahu jika selama ini di rumah mereka tidak pernah tidur bersama.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Ale. Dia memilih untuk diam saja. Percuma berdebat dengan mereka semua.Ale melihat reaksi Alca yang malas ketika mengetahui jika harus berada di satu kamar dengannya. Dalam situasi ini pun Ale tidak berani untuk memprotes. Memilih diam juga seperti yang dilakukan Alca.Mereka kembali melanjutkan makan.
Ale akhirnya memberanikan diri untuk turun ke lantai bawah. Perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi. Jadi dia harus mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Dia segera bangun dari tidurnya dan segera keluar.Saat keluar, suasana begitu tampak sepi. Hal itu membuatnya takut. Namun, dia harus turun. Sebelum turun, Ale menyalakan lampu di lantai atas. Paling tidak akan menjadi pijakan untuknya.Ale mengayunkan langkahnya perlahan. Dia memastikan setiap pijakan kakinya aman. Memastikan jika dia berhati-hati.Langkah demi langkah Ale lakukan. Dia benar-benar melakukan dengan benar. Akhirnya sampailah Ale di lantai bawah. Saat sampai dia segera menuju ke dapur. Lampu yang repuh membuat Ale dapat berjalan dengan benar. Hingga sampai ke dapur dengan selamat.Di dapur, Ale segera menyalakan lampu. Dia mencari makanan yang berada di lemari pendingin. Sayangnya, tidak ada sisa makanan matang yang ada. Hanya ada buah saja.“Tidak apa-apa aku makan buah. Yang penting kencang.” Ale pun mengambil buah a
Ale berbinar ketikan Alca menawarkan untuk dimasakkan. Tentu saja itu membuatnya merasa senang. Di saat lapar, ada yang memasakkan.“Duduklah,” pinta Alca.Seperti anak kecil yang begitu patuh, Ale segera mendudukkan tubuhnya di atas kursi ruang makan yang berada di dapur. Tak sabar menunggu Alca memasakkan untuknya.Alca segera membuka lemari pendingin lagi. Mengambil bahan masakan di sana. Yang tersisa adalah telur saja. Jadi dia memutuskan untuk membuat omelet saja. Ada jeruk dan dia menemukan buah alpukat di laci paling bawah. Alc merasa itu dapat digunakan juga untuk membuat makanan yang mengenyangkan untuk ibu hamilAlca segera bergerak membuat makanan. Simple, tapi dia yakin jika pasti rasanya akan enak.Ale memerhatikan Alca yang memasak. Entah kenapa, dia merasa Alca begitu memesona saat memasak. Sewaktu memasak di rumah, Ale tidak melihat. Karena Mama Mauren mengajaknya ke ruang keluarga, sedangkan tadi siang. Karena beristirahat di kamar alhasil dia juga tidak melihat Ale
AIca bangun lebih dulu. Saat membuka matanya, dia melihat Ale masih tidur pulas. Alca yang melihat itu, memilih membiarkan Ale untuk tetap tidur. Dia tahu jika Ale baru tidur menjelang jam tiga pagi.Alca yang bangun, segera keluar dari kamar. Menuju ke lantai bawah. Di lantai bawah sudah tampak orang - orang melakukan aktivitas mereka. Mama Mauren dan Mama Ariel Menyiapkan Makanan, sedangkan Papa David dan Papa Adriel berada di ruang keluarga. Mereka berdua menikmati secangkir kopi sambil bermain catur.“Al, ke mana Ale?” tanya Mama Mauren.“Masih tidur, Ma.” Alca menjawab sambil mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada di ruang keluarga.“Kenapa belum bangun?” Mama Arriel begitu penasaran sekali.“Semalam dia tidur malam.” Alca mencoba menjelaskan.“Memang apa yang dilakukan sampai, tidur malam.” tanya Papa David.“Kalian tidak baru saja melakukan hubungan suami-istri ‘kan?” tanya Papa Adriel.Mendapati Pertanyaan itu membuat Alca membulatkan matanya. Bisa-bisanya papanya berpikir s
Hari libur digunakan Alca untuk beristirahat. Kapan lagi bisa menikmati waktu. Dia memilih menghabiskan waktu di kamar. Saat merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tiba-tiba Alca memikirkan buku diary milik Dima.“Aku penasaran, apa dia juga suka marah pada Dima?” Rasa penasaran itu akhirnya mengantarkan Alca untuk membaca buku diary Dima lagi. Tentu saja dia penasaran sekali.Dengan cepat Alca mengambil buku diary tersebut. Dia membaca sambil tiduran.Alca melanjutkan halaman kemarin. Kemarin dia membaca sampai di senyuman Ale. Jadi kini dia ingin tahu apa lagi yang dapat dibacanya.Halaman berikutnya berisi tentang Ale yang suka sekali marah karena hal kecil. Ale akan memilih berenang untuk mendinginkan pikirannya itu.“Lucu juga.” Alca merasa jika Ale menggemaskan sekali. Cara untuk menenangkan diri beda dengan yang lain.Tertulis jika biasanya Dima membiarkan hal itu. Nanti Ale akan kembali lagi sendiri. Karena setelah berenang, hati Ale akan dingin dan kemarahannya mereda.“S