“Kamu tidak perlu baju.” Dima menyeringai.“Apa Kak Dima akan melakukannya?” Dira langsung menatap lekat wajah Dima.“Apa kamu sudah siap?” tanya Dima.“Belum.” Dira menggeleng.Dima tersenyum. “Pakailah bathrobe saja. Dari pada memakai baju kotor. Besok aku akan minta orang rumah untuk antar baju.”Saat membahas orang rumah, Dira langsung teringat jika belum berpamitan.“Kita belum bilang mama jika tidak pulang.” Dira merasa tidak enak. Karena biasanya mereka selalu berpamitan saat pergi ke mana-mana.“Aku sudah bilang Arlo. Dia pasti nanti akan bilang mama.”Dira mengangguk-anggukkan kepalanya. Merasa tenang karena ternyata Dima sudah mengatakan pada orang rumah.“Kalau begitu aku mandi dulu.” Dira segera berlalu ke kamar mandi. Segera membersihkan tubuhnya.Di saat Dira mandi, Dima memastikan pintu penghubung aman. Tak mau sampai pintu bisa dibuka. Apalagi dia sedang menikmati waktu bersama Dira.Setelah Dira keluar dari kamar mandi, Dima bergantian masuk ke kamar mandi. Dia harus
“Kamu sudah bangun?” Dima meletakkan paper bag di atas meja. Kemudian naik ke atas tempat tidur. Menyusul Dira yang masih asyik di tempat tidur.“Iya, aku dengar Kak Dima bicara dengan seseorang.” Dira tadi terbangun karena mencari Dima.“Aku mengambil baju dari Arlo.”“Kak Arlo ke sini?” tanya Dira memastikan.“Iya, dia ke sini mengantarkan baju.” Dima masuk kembali ke dalam selimut memeluk Dira.Dira terlalu nyaman berada di dalam pelukan Dima. Rasa nyaman itu sudah menjadi candu baginya.“Kamu masih mengantuk?” tanya Dima seraya membelai lembut rambut Dira.“Masih. Semalam kita tidur jam dua ‘kan.” Dira masih merasa waktu tidurnya kurang.“Kalau begitu tidurlah lagi.” Dima membelai lembut rambut Dira. Membuatnya agar cepat tidur.Di dalam pelukan Dima, Dira memejamkan kembali matanya. Dira merasa benar-benar nyaman sekali.“Aku tadi mengantuk, tetapi sekarang tidak.” Dira masih memejamkan matanya. Namun, tidak mau tidur juga.“Kalau begitu kita bermalas-malasan saja di sini.” Dima
“Aku juga belum tanya mama. Nanti kita tanya saja jika pulang.” Dima sendiri belum menanyakan hal itu pada orang tuanya. Memang Dima menyerahkan semua pada orang tuanya. Membiarkan mama dan neneknya yang mengurus semua. “Iya, nanti aku akan tanya saat pulang.” Dira begitu bersemangat. Setelah mengungkapkan perasaannya, Dira jadi bersemangat untuk menyambut pernikahannya.“Kita tanya besok saja.” Dima mengatakan itu sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya.“Kenapa tanyanya besok? Bukankah kita bisa tanya nanti saat kita pulang?”“Kita tidak akan pulang.”Mendapati jawaban itu Dira membulatkan matanya. Dia benar-benar terkejut ketika mendapati fakta jika dia tidak akan pulang malam ini. “Lalu kita mau apa di sini?” Dira menatap Dima.“Menikmati waktu istirahat. Kemarin kita belum menikmati waktu istirahat berdua.”Dira tersenyum. Kemarin mereka memang tidak menikmati bersama. Setelah Dira berpikir keras, tidak ada salahnya menghabiskan waktu di hotel bersama Dima. Apalagi sekarang
“Pertama kali aku mendapatkan kabar jika aku harus menikah denganmu, rasanya aku benar-benar marah sekali. Tuhan seolah tidak adil karena membuat aku harus menikah dengan wanita yang aku tidak cintai. Namun, berjalannya waktu aku mulai merasakan kenyamanan dalam hubungan ini. Mungkin ini sudah terlambat untuk melamarmu. Tapi, aku tetap ingin melakukannya. Agar kelak kamu memiliki cerita manis tentang kisah kita.” Dima menatap Dira sedikit menengadah karena posisi Dira berada lebih tinggi dibanding dirinya. “Jadira Luna, maukah kamu menjadi istriku. Menua bersamaku hingga akhir hayat.” Sebuah cincin dibuka dari sebuah kotak oleh Dima. Cincin yang sengaja dipesannya dari sang kakak. Mengingat sudah ada ukuran jari Dira, dia dengan mudah memesannya.Dira hanya terperangah. Tidak menyangka jika Dima akan melakukan hal ini. Ini adalah pertama kalinya ada pria yang melamarnya dengan suasana yang romantis. Tak pernah terbayangkan oleh Dira sebelumnya.Tidak dipungkiri Dira jika perasaan cint
“Kak Dima bilang jika aku istri Kak Dima?” Dira memastikan setelah mendengarkan cerita Dima.“Iya, aku bilang begitu agar dia berhenti mendekati aku.” Dima memang tidak mau terus-terusan wanita lain mendekatinya.Dira tidak bisa bayangkan akan seperti apa jika bertemu dengan Ana. Pasti wanita itu sangat tidak enak padanya.“Sudah ayo masuk.” Kali ini gantian Dima yang menarik tangan Dira.Dira hanya pasrah saja. Dia segera ikut Dima untuk masuk ke kamar. Namun, alangkah terkejutnya Dira ketika melihat kamar berhiaskan lilin-lilin. Walaupun itu lilin palsu, tetap saja tampak indah. Apalagi suasana kamar begitu gelap. Jadi cahaya lilin itu memberikan cahaya pada kamar.“Kak Dima siapkan ini?” Dira menoleh ke belakang.Dima langsung memeluk Dira dari belakang. “Apa kamu suka?” tanyanya.“Suka, jadi romantis.” Dira tersenyum manis. Setelah tadi dapat kejutan di rooftop, kini dia dapat kejutan di kamar hotel.Dima memutar tubuh Dira. Membuatnya menghadap ke arahnya. Wajah Dira masih terlih
“Sayang, ayo bangun dan bersihkan tubuhmu.” Dima mendaratkan kecupan di dahi Dira. Mencoba membangunkan sang istri.“Aku masih lelah, Kak.” Tubuh Dira masih begitu lelah sekali. Karena itu dia masih memejamkan matanya.“Bersihkan tubuhmu dulu, baru setelah itu tidur lagi.” Dima masih terus mendaratkan kecupan di wajah Dira.“Baiklah.” Dira merasa memang lebih baik jika dia mandi dulu. Setelah itu dia bisa tidur lagi. Dira segera membuka matanya. Berusaha untuk mengumpulkan lebih dulu nyawanya.Mendapati jawaban dari Dira membuat Dima segera bangun. Tanpa bertanya, dia mengangkat tubuh Dira.“Ach … Kak.” Dira yang tadinya begitu mengantuk langsung segar. Dia benar-benar tidak menyangka jika ternyata Dima akan mengangkat tubuhnya.Dima hanya tersenyum ketika mendengar Dira yang berteriak.Dima yang diangkat tubuhnya langsung berusaha untuk menutup bagian intimnya.“Kenapa juga harus ditutup?” Dima tertawa melihat sang istri yang menutupi bagian tubuhnya.“Kak, aku malu.” Dira menyembuny
“Nanti jika ditanya mama, kita jawab apa? Kenapa kita menginap di hotel?” Dira menatap Dima yang sedang sibuk menyetir.“Bilang saja kita menghabiskan waktu berdua untuk bercinta.” Dima menjawab sambil tersenyum. Merasa lucu dengan jawabannya sendiri.“Kak ….” Dira memukul lengan Dima. Kesal sekali dengan jawaban dari sang suami. Jika menjawab seperti itu jelas membuatnya akan semakin malu.Dima hanya tertawa saja. “Jawab saja jika kita kemalaman setelah makan malam.”“Kalau ditanya kenapa menginap dua hari?” Dira masih mencari celah kemungkinan pertanyaan apa yang akan diberikan oleh mertuanya.Dima mengembuskan napas. Sang istri ada-ada saja. Mamanya juga tidak akan bertanya sampai sedetail itu. “Jawab saja jika kita mau menikmati tidur di hotel.” Dia memberikan ide jika mamanya bertanya.“Baiklah.” Dira mengangguk-anggukkan kepalanya. Mengerti apa yang akan dijawabnya pada sang mama.Akhirnya mereka sampai di rumah juga. Saat sampai tampak Mama Ale, Papa Alca, dan Arlo berada di te
“Oh … iya, Mama sampai lupa bilang, jika kemarin Oma bilang jika ada jadwal yang kosong di hotel Davis sekitar dua bulan lagi. Jadi kemungkinan pernikahan kalian bisa dilaksanakan dalam dua bulan.” Mama Ale menjelaskan. Kemarin mertuanya datang untuk memberitahu hal itu. Jadi dia menyampaikan pada anaknya. “Apa tidak terlalu cepat jika dua bulan, Ma.” Dira yang sedari tadi menunduk pun akhirnya bicara. Dia merasa waktu dua bulan adalah waktu yang begitu cepat sekali. “Tidak juga. Dua bulan Mama rasa waktu yang cukup. Semua sudah disiapkan oleh WO. Tinggal menyiapkan gaun pernikahan saja. Jadi tidak ada masalah. Undangan juga sudah dibuat WO. Akan disebar dua minggu sebelum pesta pernikahan.” Mama Ale menjelaskan dengan detail. Dira mengangguk-anggukkan kepalanya. Merasa jika semua diurus WO, pastinya akan mudah dan juga cepat. Mereka melanjutkan makan dengan menambahkan obrolan kecil. Tentu saja obrolan tentang pesta pernikahan nanti. Karena gaun yang akan dipilih harus dibuat, jad
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker