Ale hanya terdiam ketika Alca menyindir. Mau bagaimana pun tetap saja Ale adalah tempat salah bagi Alca. “Maaf, Kak.” Hanya itu yang dapat diucapkan oleh Ale. “Sudahlah aku mau mandi.” Alca tidak mau berdebat. Dia memilih untuk berlalu pergi. Malas membahas hal itu dengan Ale. Ale tetap tenang saat Alca memilih menghindari pembicaraan dengannya. Seperti Alca, dia memilih untuk ke kamarnya. Mengobrol dengan mama membuatnya sedikit lelah. Jadi alhasil dia memilih untuk beristirahat. Alca baru saja selesai mandi. Waktu menujukan jam dua siang. Rasanya, dia malas memiliki banyak waktu kosong. Mau kembali ke kantor, hanya akan membuang waktu karena sampai sana hanya bekerja sebentar. Mau di rumah, malas ada Ale di rumah. “Bukannya ada yang harus aku kerjakan.” Alca berbinar. Tiba-tiba teringat jika ada yang bisa dikerjakan saat luang seperti ini. Alca menaruh handuk di tempat handuk. Kemudian menuju ke tempat tidur. Sambil duduk, Alca membuka laci yang berada di samping tempat
Alca yang berada di dalam kamar mendengar suara dari luar. Dia segera bangun dari posisi duduknya dan segera berjalan ke arah pintu. Mengecek siapa gerangan yang berada di depan pintu. Saat membuka pintu alangkah terkejutnya ketika melihat Ale berada di depan pintu dengan asisten rumah tangga. “Kalian sedang apa?” tanya Alca yang menatap dua wanita di depan pintu. Ale benar-benar seperti maling yang ketahuan. Sudah tidak bisa lari ke mana-mana. Tentu saja dia hanya bisa pasrah. “Tadi aku dengar suara tertawa. Jadi aku mencari sumber suara. Ternyata dari lantai atas aku hanya memastikan jika benar jika itu suara Kak Alca.” Ale menjelaskan pada suaminya itu. Alca lupa tertawa begitu kencang, hingga membuat Ale mendengar suaranya. Dia mengalihkan pandangan pada asisten rumah tangga. Selain Ale ada juga asisten rumah tangga. “Lalu Bi Jani kenapa di sini juga?” tanya Alca. Bi Jani ketakutan ketika ditanya oleh Lean. “Saya tadi hanya ingin memberitahu Non Ale kalau jeruk hangatnya
Alca menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia merasa benar-benar kesal karena justru terpesona dengan apa yang dilihatnya dari Ale.“Sial! Gara-gara aku membaca buku diary Dima pasti.” Alca merutuki kebodohannya yang terpesona dengan senyuman Ale.Alca segera berangsur bangun dari tempat tidurnya. Dia meraih buku diary yang diletakkannya di atas meja.“Sepertinya aku harus menyimpan buku diary ini.” Alca jadi takut ketika melihat buku diary milik Dima. Jika terus-terusan membacanya. Bisa jadi dia akan semakin terpesona dengan Ale.Dengan segera Alca memasukkan buku diary tersebut ke dalam laci lagi. Tak mau membacanya agar tidak luluh dengan pesona Ale. Membaca buku diary itu lebih menakutkan dibanding bertemu dengan Ale di depan mata.Kini Alca tidak punya kegiatan apa-apa. Dia tidak terbiasa tidur siang. Jadi tentu saja dia merasa bingung harus melakukan apa. Akhirnya Alca memutuskan untuk keluar dari kamar. Dia turun lagi ke lantai bawah.Saat di lantai bawah, Alca melihat Al
Waktu begitu cepat. Lima bulan Dima meninggal. Semua orang mulai menerima kenyataan jika pria itu sudah meninggal. Mereka mulai menjalani hidup. Terus melangkah maju dan tak mau larut dalam kesedihan. Ale juga perlahan mulai menerima kenyataan jika suaminya sudah tiada. Dia harus tetap tegar demi anak yang berada di dalam kandungan. Ale tak mau anaknya ikut bersedih. Cara mengenang dan membuktikan cinta pada Dima adalah dengan menjaga anaknya dengan baik. Sesuai rencana hari ini, Ale akan pergi ke rumah sakit. Usia kandungan Ale kini sudah enam minggu bulan. Tentu saja dia begitu antusias sekali. “Apa kamu masih lama?” Suara dibalik pintu diiringi dengan ketukan pintu terdengar. Ale segera meraih tasnya dan keluar dari kamar. Saat membuka pintu, tampak Alca berada di balik pintu. Pria itu tampak kesal karena Ale begitu lama sekali bersiap.Sesuai permintaan Mama Mauren, Alca hari ini mengantarkan Ale ke dokter. Karena selama ini, Alca tidak pernah mau mengantarkan Ale untu
“Tentu saja Alca akan melakukannya.” Mama Arriel yang berada di belakang Alca, ikut memegangi bahu Alca.Apa yang dilakukan sang mama membuat Alca menengadah, melihat sang mama. Sang mama seolah mewakilkan jawabannya. Padahal jelas dia tidak akan mau jika diminta memijat Ale.“Bagus jika begitu. Suami memang harus senantiasa menjaga istri saat kehamilan. Apalagi ibu hamil melewati masa sulit.” Dokter menjelaskan apa yang harus dilakukan Alca. “Kalau bisa suami juga ikut serta saat olahraga. Selain baik untuk memastikan ibu hamil aman saat berolahraga, baik juga membuat menumbuhkan hubungan antara ayah dan anak.” Dokter kembali memberitahu.“Tentu saja, Dok. Pasti nanti suaminya akan ikut berolahraga bersama.” Mama Arriel mewakilkan kembali anaknya.Alca benar-benar tidak habis pikir dengan para ibu-ibu di belakangnya itu. Mewakilkan anak-anaknya menjawab. Jika tahu jika pergi ke dokter akan berakhir seperti ini, tentu saja dia lebih baik membiarkan saja. “Kalau begitu mari kita cek
“Dia menendang.” Ale memberitahu apa yang membuatnya mengaduh. “Rasakan.” Ale menarik tangan Alca. Memintanya untuk memegang perutnya. Merasakan gerakan anak di dalam kandungannya.Alca melakukan apa yang diminta Ale. Saat tangannya menempel di perut Ale, dia merasakan gerakan dari perut Ale.“Ach ....” Alca terkejut dengan yang dirasakannya. Sampai-sampai dia menarik tangannya. Ini benar-benar membuatnya takut.“Jangan takut, Kak.” Ale menarik lagi tangan Alca. Menempelkannya di perutnya.Alca memberanikan diri untuk memegang perut Ale lagi. Tepat saat tangannya menempel, Alca merasakan gerakan dari perut Ale. Tampak seperti tendangan dan sangat lucu. Ini baru pertama kalinya dia merasakan hal seperti ini.“Apa yang sedang dilakukannya?” tanya Alca. Dia benar-benar penasaran sekali.“Dia bergerak, Kak. Jadi mungkin saat dia sedang mengubah posisi, dia menendang perut aku.” Ale menjelaskan pada Alca.“Oh ... begitu. Lucu sekali.” Alca jadi kagum. Ternyata bayi di dalam perut bisa mene
“Al, kita mampir ke supermarket dulu. Mama mau belikan bahan masakan.” Mama Mauren menepuk kursi Alca.Alca yang sedang berada dalam pikirannya langsung mengalihkan pandangan. Melihat dari kaca depan.Mama Mauren dan Mama Arriel sepakat untuk merayakan hari ini. Mereka akan makan malam di rumah Papa David dan Mama Mauren. Rumah milik keluarga Janitra. Ale dan Alca ikut saja yang dilakukan oleh keluarga mereka.“Kalian pergi cari daging saja. Mama akan cari bahan lain. Kita akan buat daging steak.” Mama Mauren menjelaskan pada Ale dan Alca.Ale dan Alca pun menuruti apa yang diminta oleh para ibu. Alca langsung mengambil troli dan mendorongnya. Dia benar-benar pasrah ketika diminta untuk melakukan itu.Mereka berdua menuju ke tempat daging. Keduanya masih merasa canggung pasca Alca memegang perut Ale. Keduanya memilih untuk diam saja.Saat berada di bagian daging, Ale mencari daging untuk dimasak steak. Dia mengambil daging tersebut asal. Yang penting daging.“Tunggu-tunggu.” Alca yang
Mendapati ajakan Alca, Ale pun mengangguk. Dia segera mengayunkan langkahnya ke lantai atas.“Tidak apa-apa aku bisa pegangan.” Ale menolak Alca yang ingin memegangnya. Takut Alca tidak nyaman lagi bersamanya.Alca pun melakukan yang diminta Ale. Dia hanya berjaga-jaga saja di belakang Ale. Memastikan jika istrinya itu tidak jatuh.Mereka sampai di lantai atas. Ale membuka kamar Dima. Saat membuka kamarnya, seketika Ale merasakan kehadiran Dima di kamar ini. Foto-foto Dima di kamar membuatnya mengingat sang suami. Mata Ale berkaca-kaca ketika melihat kamar Dima masih sama seperti saat suaminya ada.“Kamu kenapa?” tanya Alca.“Aku teringat Dima saja “ Ale menghapus Air matanya yang menetes ketika berkedip. Alca juga mengingat Dima ketika berada di kamar sepupunya itu. Apalagi sejak kecil mereka selalu bersama. Alca juga sering sekali menginap di kamar Dima.“Sudahlah, kamu harus merelakannya.” Alca mencoba memberitahu Ale.“Iya, Kak.” Ale mengangguk.“Aku ke bawah dulu.” Alca ingin