Alca menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia merasa benar-benar kesal karena justru terpesona dengan apa yang dilihatnya dari Ale.“Sial! Gara-gara aku membaca buku diary Dima pasti.” Alca merutuki kebodohannya yang terpesona dengan senyuman Ale.Alca segera berangsur bangun dari tempat tidurnya. Dia meraih buku diary yang diletakkannya di atas meja.“Sepertinya aku harus menyimpan buku diary ini.” Alca jadi takut ketika melihat buku diary milik Dima. Jika terus-terusan membacanya. Bisa jadi dia akan semakin terpesona dengan Ale.Dengan segera Alca memasukkan buku diary tersebut ke dalam laci lagi. Tak mau membacanya agar tidak luluh dengan pesona Ale. Membaca buku diary itu lebih menakutkan dibanding bertemu dengan Ale di depan mata.Kini Alca tidak punya kegiatan apa-apa. Dia tidak terbiasa tidur siang. Jadi tentu saja dia merasa bingung harus melakukan apa. Akhirnya Alca memutuskan untuk keluar dari kamar. Dia turun lagi ke lantai bawah.Saat di lantai bawah, Alca melihat Al
Waktu begitu cepat. Lima bulan Dima meninggal. Semua orang mulai menerima kenyataan jika pria itu sudah meninggal. Mereka mulai menjalani hidup. Terus melangkah maju dan tak mau larut dalam kesedihan. Ale juga perlahan mulai menerima kenyataan jika suaminya sudah tiada. Dia harus tetap tegar demi anak yang berada di dalam kandungan. Ale tak mau anaknya ikut bersedih. Cara mengenang dan membuktikan cinta pada Dima adalah dengan menjaga anaknya dengan baik. Sesuai rencana hari ini, Ale akan pergi ke rumah sakit. Usia kandungan Ale kini sudah enam minggu bulan. Tentu saja dia begitu antusias sekali. “Apa kamu masih lama?” Suara dibalik pintu diiringi dengan ketukan pintu terdengar. Ale segera meraih tasnya dan keluar dari kamar. Saat membuka pintu, tampak Alca berada di balik pintu. Pria itu tampak kesal karena Ale begitu lama sekali bersiap.Sesuai permintaan Mama Mauren, Alca hari ini mengantarkan Ale ke dokter. Karena selama ini, Alca tidak pernah mau mengantarkan Ale untu
“Tentu saja Alca akan melakukannya.” Mama Arriel yang berada di belakang Alca, ikut memegangi bahu Alca.Apa yang dilakukan sang mama membuat Alca menengadah, melihat sang mama. Sang mama seolah mewakilkan jawabannya. Padahal jelas dia tidak akan mau jika diminta memijat Ale.“Bagus jika begitu. Suami memang harus senantiasa menjaga istri saat kehamilan. Apalagi ibu hamil melewati masa sulit.” Dokter menjelaskan apa yang harus dilakukan Alca. “Kalau bisa suami juga ikut serta saat olahraga. Selain baik untuk memastikan ibu hamil aman saat berolahraga, baik juga membuat menumbuhkan hubungan antara ayah dan anak.” Dokter kembali memberitahu.“Tentu saja, Dok. Pasti nanti suaminya akan ikut berolahraga bersama.” Mama Arriel mewakilkan kembali anaknya.Alca benar-benar tidak habis pikir dengan para ibu-ibu di belakangnya itu. Mewakilkan anak-anaknya menjawab. Jika tahu jika pergi ke dokter akan berakhir seperti ini, tentu saja dia lebih baik membiarkan saja. “Kalau begitu mari kita cek
“Dia menendang.” Ale memberitahu apa yang membuatnya mengaduh. “Rasakan.” Ale menarik tangan Alca. Memintanya untuk memegang perutnya. Merasakan gerakan anak di dalam kandungannya.Alca melakukan apa yang diminta Ale. Saat tangannya menempel di perut Ale, dia merasakan gerakan dari perut Ale.“Ach ....” Alca terkejut dengan yang dirasakannya. Sampai-sampai dia menarik tangannya. Ini benar-benar membuatnya takut.“Jangan takut, Kak.” Ale menarik lagi tangan Alca. Menempelkannya di perutnya.Alca memberanikan diri untuk memegang perut Ale lagi. Tepat saat tangannya menempel, Alca merasakan gerakan dari perut Ale. Tampak seperti tendangan dan sangat lucu. Ini baru pertama kalinya dia merasakan hal seperti ini.“Apa yang sedang dilakukannya?” tanya Alca. Dia benar-benar penasaran sekali.“Dia bergerak, Kak. Jadi mungkin saat dia sedang mengubah posisi, dia menendang perut aku.” Ale menjelaskan pada Alca.“Oh ... begitu. Lucu sekali.” Alca jadi kagum. Ternyata bayi di dalam perut bisa mene
“Al, kita mampir ke supermarket dulu. Mama mau belikan bahan masakan.” Mama Mauren menepuk kursi Alca.Alca yang sedang berada dalam pikirannya langsung mengalihkan pandangan. Melihat dari kaca depan.Mama Mauren dan Mama Arriel sepakat untuk merayakan hari ini. Mereka akan makan malam di rumah Papa David dan Mama Mauren. Rumah milik keluarga Janitra. Ale dan Alca ikut saja yang dilakukan oleh keluarga mereka.“Kalian pergi cari daging saja. Mama akan cari bahan lain. Kita akan buat daging steak.” Mama Mauren menjelaskan pada Ale dan Alca.Ale dan Alca pun menuruti apa yang diminta oleh para ibu. Alca langsung mengambil troli dan mendorongnya. Dia benar-benar pasrah ketika diminta untuk melakukan itu.Mereka berdua menuju ke tempat daging. Keduanya masih merasa canggung pasca Alca memegang perut Ale. Keduanya memilih untuk diam saja.Saat berada di bagian daging, Ale mencari daging untuk dimasak steak. Dia mengambil daging tersebut asal. Yang penting daging.“Tunggu-tunggu.” Alca yang
Mendapati ajakan Alca, Ale pun mengangguk. Dia segera mengayunkan langkahnya ke lantai atas.“Tidak apa-apa aku bisa pegangan.” Ale menolak Alca yang ingin memegangnya. Takut Alca tidak nyaman lagi bersamanya.Alca pun melakukan yang diminta Ale. Dia hanya berjaga-jaga saja di belakang Ale. Memastikan jika istrinya itu tidak jatuh.Mereka sampai di lantai atas. Ale membuka kamar Dima. Saat membuka kamarnya, seketika Ale merasakan kehadiran Dima di kamar ini. Foto-foto Dima di kamar membuatnya mengingat sang suami. Mata Ale berkaca-kaca ketika melihat kamar Dima masih sama seperti saat suaminya ada.“Kamu kenapa?” tanya Alca.“Aku teringat Dima saja “ Ale menghapus Air matanya yang menetes ketika berkedip. Alca juga mengingat Dima ketika berada di kamar sepupunya itu. Apalagi sejak kecil mereka selalu bersama. Alca juga sering sekali menginap di kamar Dima.“Sudahlah, kamu harus merelakannya.” Alca mencoba memberitahu Ale.“Iya, Kak.” Ale mengangguk.“Aku ke bawah dulu.” Alca ingin
Alca yang tidak sabar ketika melihat Ale tak kunjung selesai, memilih mengintip di pantulan kaca meja rias. Dia melihat jelas bagaimana Ale yang kesulitan mengambil baju. Itu membuatnya kesal, karena Ale tak kunjung selesai. Namun, alangkah terkejutnya Alca ketika melihat Ale yang berusaha mengambil baju, membuat handuk yang dipakainya jatuh ke lantai. Seketika Alca mengalihkan pandangan.‘Sial,’ umpat Alca dalam hati.Tanpa sengaja Ale melihat tubuh Ale. Tubuh Ale tanpa sehelai benang pun membuat jantung Alca berdebar-debar. Kulit putih Ale begitu membuat siapa yang melihatnya pasti akan terpesona.‘Tunggu tadi aku lihat sesuatu.’ Alca kembali melihat dari pantulan Ale dari cermin. Memastikan apa yang dilihatnya tadi.Ale yang melihat handuknya terjatuh pun segera meraih handuknya lagi. Memakainya kembali. Dia melihat ke arah Alca. Memastikan pria itu tidak melihat.Dari jauh, Ale melihat jika Alca tampak memandang lurus. Ale berpikir artinya dia tidak melihat ke arahnya.Dengan se
“Kamar tamu sedang kemarin direnovasi, hanya saja tukangnya izin. Jadi kamar tamu masih belum rapi.” Mama Mauren menjelaskan pada Alca.“Bukannya ada dua kamar tamu di rumah ini, Ma. Dua-duanya direnovasi?” tanya Alca memastikan.“Iya.” Dengan wajah polos Mama Mauren menjawab.Alca mengembuskan napasnya. Dia merasa kesal sekali karena ternyata tidak ada kamar untuknya tidur.“Tidurlah dengan Ale di kamar. Lagi pula kalian suami-istri. Tidak ada yang salah jika harus tidur bersama.” Mama Arriel menimpali.Alca merasa tidak ada pilihan. Karena mamanya seolah mendukung. Padahal mereka tahu jika selama ini di rumah mereka tidak pernah tidur bersama.Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Ale. Dia memilih untuk diam saja. Percuma berdebat dengan mereka semua.Ale melihat reaksi Alca yang malas ketika mengetahui jika harus berada di satu kamar dengannya. Dalam situasi ini pun Ale tidak berani untuk memprotes. Memilih diam juga seperti yang dilakukan Alca.Mereka kembali melanjutkan makan.