Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba terdengar itu membuat Ale, Alca, dan Mama Arriel mengalihkan pandangan. Mereka melihat Mama Mauren yang tiba-tiba muncul dari balik tembok. Sepertinya Mama Mauren mendengar pembicaraan antara Alca dan Mama Arriel tadi. “Apa benar kalian mau menjalani program kehamilan?” Mama Mauren kembali bertanya lagi. Mama Mauren tadi datang setelah Mama Arriel datang. Karena asisten rumah tangga di luar, jadi dia dapat masuk dengan mudah. Saat masuk, Mama Mauren mendengar suara iparnya. Awalnya, Mama Mauren mendengar suara Mama Arriel yang bertanya perihal Dima. Saat hendak menghampiri, dia dikejutkan dengan pertanyaan tentang rencana memiliki anak. Akhirnya, dia mengurungkan niatnya dan memilih mendengarkan. Alangkah terkejutnya ketika mendengar jika Ale dan Alca berencana untuk melakukan program kehamilan. “Ren.” Mama Arriel berdiri. Wajahnya semringah. Dia masih belum bisa menyadari jika iparnya tidak suka dengan pertanyaannya tadi. “Jadi rencananya Ale dan
Mama Mauren terdiam. Dia tidak menduga jawaban Mama Arriel akan seperti itu. Jika ditelisik lebih dalam, tentu saja benar adanya jika Ale kini bukan menantunya. Kini Ale menjadi istri Alca yang artinya memang dia adalah menantu dari iparnya. “Jika kamu melakukan program kehamilan dan memilih menelantarkan Dima, maka aku akan membawa Dima.” Mama Mauren menatap Ale. Jika Ale hamil, jelas Dima tidak akan mendapatkan ASI, lalu untuk apa dia bersama Ale jika seperti itu. Jika hanya diberikan susu formula pun, dia dapat mengasuhnya sendiri. Ale membulatkan matanya. Tidak menyangka jika akhir dari perdebatan mertuanya itu adalah mengambil Dima darinya. Tentu saja dia tidak akan membiarkan hal itu. Dima adalah satu hal yang berharga untuknya. Tidak mungkin jika dia memberikan anaknya pada mertuanya. Alca juga tak kalah terkejut dengan permintaan Mama Mauren. Dia jelas melihat jika sang istri begitu kaget dengan ucapan Mama Mauren. Dia tahu jika istrinya tidak akan bisa kehilangan anaknya.
Alca menghubungi Papa David dan Papa Adriel. Kebetulan kedua pria paruh baya itu sudah tahu masalah ini. Jadi mereka mau saat diajak bertemu oleh Alca. Alca memilih berbicara di restoran dekat rumah agar pembicaraan itu tidak didengar istrinya. Tak mau menambah pikiran sang istri. Saat sampai di restoran, Alca menceritakan semuanya dengan detail. Tak membela siapa pun. Baik Mama Mauren atau pun Mama Arriel. “Sekarang bagaimana, Pa?” Alca menatap Papa Adriel dan Papa David. Dua pria itu saling pandang. Mereka di sini bingung memberikan pendapat. Keduanya merasa apa yang dilakukan istri mereka ada benarnya. “Mama Arriel ingin sekali memiliki cucu. Jadi wajar jika dia meminta aku dan Ale untuk memberikannya, tapi posisinya Dima masih minum ASI. Di sisi lain Mama Mauren tidak rela jika Dima minum susu formula.” Alca benar-benar bingung harus menuruti mana yang harus dituruti. “Ini adalah pilihan sulit, Al. Aku tidak mau membela siapa-siapa, keduanya punya pemikiran masing-masing.” Pa
“Aku tidak akan memisahkan Dima dari Ale.” Mendengar jawaban itu membuat Papa David lega. Ada setitik harapan. Paling tidak pertengkaran ini akan berakhir. “Karena aku tidak mau memisahkan Ale dengan Dima, maka aku akan mencegah Ale untuk melakukan program kehamilan. Jika Arriel mau cucu, biar saja dia menunggu sampai Dima dua tahun.” Mama Mauren dengan percaya dirinya menjawab. Papa David terperangah dengan jawaban sang istri. Dia pikir sang istri akan menghentikan aksinya. Namun, ternyata hanya berubah haluan saja. “Coba lihatlah dari sudut pandang Arriel. Dia merelakan anaknya demi keinginan Dima. Padahal bisa saja dia menolak. Apalagi Ale seorang janda. Ditambah Ale hamil anak Dima. Namun, mereka mau demi permintaan terakhir Dima. Jika Alca menikah dengan seorang gadis, mungkin saja Arriel sekarang sudah punya cucu. Karena hampir dua tahun Alca menikah. Jadi jika dia berharap anak dari Alca itu adalah hal wajar.” Papa David mencoba menjelaskan lagi. Siapa tahu sang istri menger
Mama Arriel dan Mama Mauren akhirnya turun. Melihat istrinya yang turun, akhirnya para suami memilih untuk turun. Takut jika terjadi peperangan lagi. Mama Arriel dan Mama Mauren berjalan bersama masuk ke dalam rumah. Mereka saling melemparkan lirikan tajam. Papa Adriel dan Papa David hanya bisa saling pandang. Mereka menjadi pengawal istri-istri mereka agar tidak terjadi apa pun. Berjalan tepat di belakang para istri. Ale dan Alca begitu terkejut ketika melihat orang tua mereka datang. Kali ini begitu lengkap. Jadi mereka merasa sedikit aneh. Apalagi kemarin para mama baru saja bertengkar. Sambil memeluk sang anak, Ale menatap suaminya. Meminta pendapat sang suami tentang mama mertuanya yang datang. “Tenanglah.” Alca meyakinkan sang istri. Papa David melihat wajah tegang Ale. Tentu saja itu membuatnya tidak tega. “Jangan buat keributan.” Papa David berbisik pada sang istri. Melihat anak dan menantunya membuatnya merasa harus memberikan peringatan pada sang istri. Mama Mauren hany
Hari ini Mama Mauren mengajak Ale untuk pergi bermain ke playground. Menikmati waktu bermain dengan Baby Dima. Mama Mauren begitu senang bisa menemani cucunya bermain. Baginya Baby Dima adalah satu hal paling berharga dari Dima. Baby Dima sibuk naik mobil-mobilan. Mama Mauren mendorong cucunya itu. Keliling area permainan. Tak hanya itu Mama Mauren juga bermain mandi bola di sana. Baby Dima suka sekali bermain bola. Melihat anaknya yang bahagia membuat Ale ikut senang. Sejenak dia melukapkan masalah yang terjadi antara dirinya, Mama Mauren dan Mama Arriel. Sekitar dua jam, mereka bermain. Menghabiskan waktu bersama. Hingga akhirnya mereka berhenti bermain saat Baby Dima sudah lelah. Ale segera mengganti baju anaknya dan menidurkan di stroller. Bayi kecil yang sudah lelah itu segera tertidur. Mungkin karena sudah lelah, maka cepat sekali tidur. “Karena Dima tidur, sebaiknya kita makan dulu. Nanti jika dia tidak bangun, tinggal menyuapi makan siang.” Mama Mauren mengajak Ale untuk
Sesuai dengan permintaan Ale kemarin, hari ini Alca meminta orang tuanya datang. Mama Mauren dan Mama Arriel masih melayangkan perang dingin. Mereka masih tidak bicara satu dengan yang lain. Saat duduk menunggu Ale pun, mereka tidak mau duduk dekat-dekat. Memilih duduk jauh. Beberapa saat kemudian Ale keluar dari kamar. Dia harus menidurkan anaknya lebih dulu agar bisa bicara dengan leluasa. “Maaf meminta kalian menunggu lama.” Ale segera duduk di samping suaminya dan di depan mertuanya. “Tidak apa-apa. Mama pasti menunggu untuk jawaban kamu.” Mama Mauren percaya jika Ale akan memilih keinginannya. “Tentu saja mama akan menunggu kamu.” Mama Arriel tersenyum manis. Dia yakin sekali jika menantunya pasti akan menentukan apa yang diinginkan. Ale tersenyum. Dia menatap sang suami. Untuk meminta izin mengatakan jawabannya. Alca memberikan anggukan. Memberikan kode pada snag istri untuk memberikan jawaban pada mamanya. “Aku tahu Mama Arriel dan Mama Mauren punya keinginan masing-masing
Setelah masalah keluarga selesai keadaan rumah semakin tenang. Semua kembali pada tempatnya. Mama Mauren dan Mama Arriel mulai akur seperti biasa. Mereka datang ke rumah Ale dan Alca untuk bertemu dengan Baby Dima. Pertengkaran dalam keluarga itu hal biasa. Namun, jika diselesaikan dengan baik-baik, tidak akan membuat permusuhan. Ale semakin sibuk dengan Baby Dima yang mulai bisa jalan. Tidak bisa diam dan terus jalan ke sana ke mari. Apalagi usianya kini sudah hampir satu setengah tahun. Waktu memang bergulir begitu cepatnya. Hingga enam bulan paska pertengkaran sudah dapat dilalui dengan cepat. “Mama capek, Sayang.” Ale tertawa. Napasnya terengah ketika menemani anaknya. Melihat anaknya tumbuh dengan baik membuat Ale begitu bahagia sekali. Harapan orang tua pastinya adalah melihat anak tumbuh dengan baik. Sore ini Ale menemani Baby Dima bermain di taman belakang. Karena sang anak terus berlarian, dia sampai tidak sanggup mengikuti. Memang benar-benar anaknya aktif sekali. Mungkin