“Aku tidak akan memisahkan Dima dari Ale.” Mendengar jawaban itu membuat Papa David lega. Ada setitik harapan. Paling tidak pertengkaran ini akan berakhir. “Karena aku tidak mau memisahkan Ale dengan Dima, maka aku akan mencegah Ale untuk melakukan program kehamilan. Jika Arriel mau cucu, biar saja dia menunggu sampai Dima dua tahun.” Mama Mauren dengan percaya dirinya menjawab. Papa David terperangah dengan jawaban sang istri. Dia pikir sang istri akan menghentikan aksinya. Namun, ternyata hanya berubah haluan saja. “Coba lihatlah dari sudut pandang Arriel. Dia merelakan anaknya demi keinginan Dima. Padahal bisa saja dia menolak. Apalagi Ale seorang janda. Ditambah Ale hamil anak Dima. Namun, mereka mau demi permintaan terakhir Dima. Jika Alca menikah dengan seorang gadis, mungkin saja Arriel sekarang sudah punya cucu. Karena hampir dua tahun Alca menikah. Jadi jika dia berharap anak dari Alca itu adalah hal wajar.” Papa David mencoba menjelaskan lagi. Siapa tahu sang istri menger
Mama Arriel dan Mama Mauren akhirnya turun. Melihat istrinya yang turun, akhirnya para suami memilih untuk turun. Takut jika terjadi peperangan lagi. Mama Arriel dan Mama Mauren berjalan bersama masuk ke dalam rumah. Mereka saling melemparkan lirikan tajam. Papa Adriel dan Papa David hanya bisa saling pandang. Mereka menjadi pengawal istri-istri mereka agar tidak terjadi apa pun. Berjalan tepat di belakang para istri. Ale dan Alca begitu terkejut ketika melihat orang tua mereka datang. Kali ini begitu lengkap. Jadi mereka merasa sedikit aneh. Apalagi kemarin para mama baru saja bertengkar. Sambil memeluk sang anak, Ale menatap suaminya. Meminta pendapat sang suami tentang mama mertuanya yang datang. “Tenanglah.” Alca meyakinkan sang istri. Papa David melihat wajah tegang Ale. Tentu saja itu membuatnya tidak tega. “Jangan buat keributan.” Papa David berbisik pada sang istri. Melihat anak dan menantunya membuatnya merasa harus memberikan peringatan pada sang istri. Mama Mauren hany
Hari ini Mama Mauren mengajak Ale untuk pergi bermain ke playground. Menikmati waktu bermain dengan Baby Dima. Mama Mauren begitu senang bisa menemani cucunya bermain. Baginya Baby Dima adalah satu hal paling berharga dari Dima. Baby Dima sibuk naik mobil-mobilan. Mama Mauren mendorong cucunya itu. Keliling area permainan. Tak hanya itu Mama Mauren juga bermain mandi bola di sana. Baby Dima suka sekali bermain bola. Melihat anaknya yang bahagia membuat Ale ikut senang. Sejenak dia melukapkan masalah yang terjadi antara dirinya, Mama Mauren dan Mama Arriel. Sekitar dua jam, mereka bermain. Menghabiskan waktu bersama. Hingga akhirnya mereka berhenti bermain saat Baby Dima sudah lelah. Ale segera mengganti baju anaknya dan menidurkan di stroller. Bayi kecil yang sudah lelah itu segera tertidur. Mungkin karena sudah lelah, maka cepat sekali tidur. “Karena Dima tidur, sebaiknya kita makan dulu. Nanti jika dia tidak bangun, tinggal menyuapi makan siang.” Mama Mauren mengajak Ale untuk
Sesuai dengan permintaan Ale kemarin, hari ini Alca meminta orang tuanya datang. Mama Mauren dan Mama Arriel masih melayangkan perang dingin. Mereka masih tidak bicara satu dengan yang lain. Saat duduk menunggu Ale pun, mereka tidak mau duduk dekat-dekat. Memilih duduk jauh. Beberapa saat kemudian Ale keluar dari kamar. Dia harus menidurkan anaknya lebih dulu agar bisa bicara dengan leluasa. “Maaf meminta kalian menunggu lama.” Ale segera duduk di samping suaminya dan di depan mertuanya. “Tidak apa-apa. Mama pasti menunggu untuk jawaban kamu.” Mama Mauren percaya jika Ale akan memilih keinginannya. “Tentu saja mama akan menunggu kamu.” Mama Arriel tersenyum manis. Dia yakin sekali jika menantunya pasti akan menentukan apa yang diinginkan. Ale tersenyum. Dia menatap sang suami. Untuk meminta izin mengatakan jawabannya. Alca memberikan anggukan. Memberikan kode pada snag istri untuk memberikan jawaban pada mamanya. “Aku tahu Mama Arriel dan Mama Mauren punya keinginan masing-masing
Setelah masalah keluarga selesai keadaan rumah semakin tenang. Semua kembali pada tempatnya. Mama Mauren dan Mama Arriel mulai akur seperti biasa. Mereka datang ke rumah Ale dan Alca untuk bertemu dengan Baby Dima. Pertengkaran dalam keluarga itu hal biasa. Namun, jika diselesaikan dengan baik-baik, tidak akan membuat permusuhan. Ale semakin sibuk dengan Baby Dima yang mulai bisa jalan. Tidak bisa diam dan terus jalan ke sana ke mari. Apalagi usianya kini sudah hampir satu setengah tahun. Waktu memang bergulir begitu cepatnya. Hingga enam bulan paska pertengkaran sudah dapat dilalui dengan cepat. “Mama capek, Sayang.” Ale tertawa. Napasnya terengah ketika menemani anaknya. Melihat anaknya tumbuh dengan baik membuat Ale begitu bahagia sekali. Harapan orang tua pastinya adalah melihat anak tumbuh dengan baik. Sore ini Ale menemani Baby Dima bermain di taman belakang. Karena sang anak terus berlarian, dia sampai tidak sanggup mengikuti. Memang benar-benar anaknya aktif sekali. Mungkin
Tiket penerbangan sudah dibeli. Hotel sudah dipesan. Alca juga sudah meminta sang mama untuk menjaga Baby Dima. Semua persiapan sudah rampung. Tinggal berangkat saja. Ale menyiapkan semua kebutuhan anaknya. Mama Mauren mau menjaga Baby Dima di rumahnya sendiri. Tidak mau di rumah Ale dan Alca karena merasa lebih leluasa untuk melakukan apa saja. Karena itu, Ale harus menyiapkan semua kebutuhan anaknya di sana. Rencananya mereka akan pergi selama seminggu. Jadi cukup lama. Tentu saja akan banyak yang harus dibawa oleh Ale ke rumah Mama Mauren. “Apa semua sudah siap?” Alca masuk ke kamar. Dia ingin memasukkan barang-barang yang akan dibawa oleh istrinya. Ale melihat semua barang-barang milik anaknya. Memastikan semua sudah siap dibawa tanpa terkecuali. “Sepertinya sudah semua dibawa.” Dia merasa semua sudah dibawa dan tidak ada lagi yang kurang. “Baiklah, kalau begitu aku akan mulai masukkan ke dalam mobil.” Alca mengambil tas dan membawanya keluar. Di saat ada suara berisik, tiba-
Mendapati ucapan sang suami, membuat Ale tersenyum. “Memang mau apa?” godanya. “Menutmu aku mau apa?” tanya Alca mendaratkan kecupan di leher sang istri. Kecupan sang suami yang tepat berada di lehernya membuat Ale, meremang. Setiap kecupan membuatnya merasakan gelenyar aneh. Perlahan Alca memutar tubuh sang istri. Senyum sang istri yang menyambutnya membuat Alca tak sabar untuk mendaratkan bibirnya di sudut bibir sang istri. Menyesap manisnya bibir sang istri. Tangannya tidak tinggal diam. Bergerilya masuk ke dalam baju sang istri. Menemukan gundukan kenyal yang pas di tangannya itu. Tubuh Ale menggeliat ketika tangan nakal Alca masuk ke dalam sana. Membuatnya semakin memperdalam ciumannya. Alca melepaskan apa yang melekat di tubuh sang istri. Kemudian beralih pada tubuhnya. Membuka apa yang melekat di tubuhnya. Kecupan diberikan Alca di tubuh sang istri yang polos. Sayangnya, tiba-tiba kesenangan itu sirna, ketika sang istri menjauhkan tubuhnya. “Kenapa?” Seperti anak kecil yang
“Halo, Sayang.” Ale menghubungi anaknya. Baru sehari saja dia sudah rindu sekali. “Ma … Ma ….” Baby Dima tahu siapa yang menghubunginya. “Mama rindu sekali.” Ale sedikit bersedih tidak bisa melihat anaknya. “Kamu nikmati liburannya. Rindunya ditahan dulu.” Mama Mauren menggoda Ale. “Iya, Ma.” Ale sadar jika dia sedang berlibur. Harusnya memang dia menikmati waktu. Lagi pula anaknya sudah bersama dengan mama mertuanya. Pastinya sudah aman. “Dimdim ….” Alca yang baru saja keluar dari kamar mandi memanggil Baby Dima. “Pa … Pa ….” Baby Dima sudah hapal dengan orang tuanya. Jadi dia langsung memanggilnya. “Dimdim baik-baik dengan nenek. Nanti papa pulang bawa oleh-oleh adik. Alca menyandarkan tubuhnya di paha sang istri. Berbicara dengan anaknya. “Iya, papa. Papa buat adik yang lucu.” Mama Mauren mewakilkan Baby Dima untuk menjawab. “Tentu saja.” Alca yang gemas langsung memeluk dan menciumi perut Ale. “Ach ….” Ale yang terkejut langsung spontan berteriak. Dia kemudian memukul san