Hari ini Mama Mauren mengajak Ale untuk pergi bermain ke playground. Menikmati waktu bermain dengan Baby Dima. Mama Mauren begitu senang bisa menemani cucunya bermain. Baginya Baby Dima adalah satu hal paling berharga dari Dima. Baby Dima sibuk naik mobil-mobilan. Mama Mauren mendorong cucunya itu. Keliling area permainan. Tak hanya itu Mama Mauren juga bermain mandi bola di sana. Baby Dima suka sekali bermain bola. Melihat anaknya yang bahagia membuat Ale ikut senang. Sejenak dia melukapkan masalah yang terjadi antara dirinya, Mama Mauren dan Mama Arriel. Sekitar dua jam, mereka bermain. Menghabiskan waktu bersama. Hingga akhirnya mereka berhenti bermain saat Baby Dima sudah lelah. Ale segera mengganti baju anaknya dan menidurkan di stroller. Bayi kecil yang sudah lelah itu segera tertidur. Mungkin karena sudah lelah, maka cepat sekali tidur. “Karena Dima tidur, sebaiknya kita makan dulu. Nanti jika dia tidak bangun, tinggal menyuapi makan siang.” Mama Mauren mengajak Ale untuk
Sesuai dengan permintaan Ale kemarin, hari ini Alca meminta orang tuanya datang. Mama Mauren dan Mama Arriel masih melayangkan perang dingin. Mereka masih tidak bicara satu dengan yang lain. Saat duduk menunggu Ale pun, mereka tidak mau duduk dekat-dekat. Memilih duduk jauh. Beberapa saat kemudian Ale keluar dari kamar. Dia harus menidurkan anaknya lebih dulu agar bisa bicara dengan leluasa. “Maaf meminta kalian menunggu lama.” Ale segera duduk di samping suaminya dan di depan mertuanya. “Tidak apa-apa. Mama pasti menunggu untuk jawaban kamu.” Mama Mauren percaya jika Ale akan memilih keinginannya. “Tentu saja mama akan menunggu kamu.” Mama Arriel tersenyum manis. Dia yakin sekali jika menantunya pasti akan menentukan apa yang diinginkan. Ale tersenyum. Dia menatap sang suami. Untuk meminta izin mengatakan jawabannya. Alca memberikan anggukan. Memberikan kode pada snag istri untuk memberikan jawaban pada mamanya. “Aku tahu Mama Arriel dan Mama Mauren punya keinginan masing-masing
Setelah masalah keluarga selesai keadaan rumah semakin tenang. Semua kembali pada tempatnya. Mama Mauren dan Mama Arriel mulai akur seperti biasa. Mereka datang ke rumah Ale dan Alca untuk bertemu dengan Baby Dima. Pertengkaran dalam keluarga itu hal biasa. Namun, jika diselesaikan dengan baik-baik, tidak akan membuat permusuhan. Ale semakin sibuk dengan Baby Dima yang mulai bisa jalan. Tidak bisa diam dan terus jalan ke sana ke mari. Apalagi usianya kini sudah hampir satu setengah tahun. Waktu memang bergulir begitu cepatnya. Hingga enam bulan paska pertengkaran sudah dapat dilalui dengan cepat. “Mama capek, Sayang.” Ale tertawa. Napasnya terengah ketika menemani anaknya. Melihat anaknya tumbuh dengan baik membuat Ale begitu bahagia sekali. Harapan orang tua pastinya adalah melihat anak tumbuh dengan baik. Sore ini Ale menemani Baby Dima bermain di taman belakang. Karena sang anak terus berlarian, dia sampai tidak sanggup mengikuti. Memang benar-benar anaknya aktif sekali. Mungkin
Tiket penerbangan sudah dibeli. Hotel sudah dipesan. Alca juga sudah meminta sang mama untuk menjaga Baby Dima. Semua persiapan sudah rampung. Tinggal berangkat saja. Ale menyiapkan semua kebutuhan anaknya. Mama Mauren mau menjaga Baby Dima di rumahnya sendiri. Tidak mau di rumah Ale dan Alca karena merasa lebih leluasa untuk melakukan apa saja. Karena itu, Ale harus menyiapkan semua kebutuhan anaknya di sana. Rencananya mereka akan pergi selama seminggu. Jadi cukup lama. Tentu saja akan banyak yang harus dibawa oleh Ale ke rumah Mama Mauren. “Apa semua sudah siap?” Alca masuk ke kamar. Dia ingin memasukkan barang-barang yang akan dibawa oleh istrinya. Ale melihat semua barang-barang milik anaknya. Memastikan semua sudah siap dibawa tanpa terkecuali. “Sepertinya sudah semua dibawa.” Dia merasa semua sudah dibawa dan tidak ada lagi yang kurang. “Baiklah, kalau begitu aku akan mulai masukkan ke dalam mobil.” Alca mengambil tas dan membawanya keluar. Di saat ada suara berisik, tiba-
Mendapati ucapan sang suami, membuat Ale tersenyum. “Memang mau apa?” godanya. “Menutmu aku mau apa?” tanya Alca mendaratkan kecupan di leher sang istri. Kecupan sang suami yang tepat berada di lehernya membuat Ale, meremang. Setiap kecupan membuatnya merasakan gelenyar aneh. Perlahan Alca memutar tubuh sang istri. Senyum sang istri yang menyambutnya membuat Alca tak sabar untuk mendaratkan bibirnya di sudut bibir sang istri. Menyesap manisnya bibir sang istri. Tangannya tidak tinggal diam. Bergerilya masuk ke dalam baju sang istri. Menemukan gundukan kenyal yang pas di tangannya itu. Tubuh Ale menggeliat ketika tangan nakal Alca masuk ke dalam sana. Membuatnya semakin memperdalam ciumannya. Alca melepaskan apa yang melekat di tubuh sang istri. Kemudian beralih pada tubuhnya. Membuka apa yang melekat di tubuhnya. Kecupan diberikan Alca di tubuh sang istri yang polos. Sayangnya, tiba-tiba kesenangan itu sirna, ketika sang istri menjauhkan tubuhnya. “Kenapa?” Seperti anak kecil yang
“Halo, Sayang.” Ale menghubungi anaknya. Baru sehari saja dia sudah rindu sekali. “Ma … Ma ….” Baby Dima tahu siapa yang menghubunginya. “Mama rindu sekali.” Ale sedikit bersedih tidak bisa melihat anaknya. “Kamu nikmati liburannya. Rindunya ditahan dulu.” Mama Mauren menggoda Ale. “Iya, Ma.” Ale sadar jika dia sedang berlibur. Harusnya memang dia menikmati waktu. Lagi pula anaknya sudah bersama dengan mama mertuanya. Pastinya sudah aman. “Dimdim ….” Alca yang baru saja keluar dari kamar mandi memanggil Baby Dima. “Pa … Pa ….” Baby Dima sudah hapal dengan orang tuanya. Jadi dia langsung memanggilnya. “Dimdim baik-baik dengan nenek. Nanti papa pulang bawa oleh-oleh adik. Alca menyandarkan tubuhnya di paha sang istri. Berbicara dengan anaknya. “Iya, papa. Papa buat adik yang lucu.” Mama Mauren mewakilkan Baby Dima untuk menjawab. “Tentu saja.” Alca yang gemas langsung memeluk dan menciumi perut Ale. “Ach ….” Ale yang terkejut langsung spontan berteriak. Dia kemudian memukul san
Seminggu berlalu begitu cepatnya. Akhirnya bulan mau Ale dan Alca selesai juga. Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali. Jika ditanya apa saja yang mereka lakukan selama bulan madu. Jelas hanya di dalam kamar. Tidak ada agenda jalan-jalan sama sekali. Hanya di dalam kamar saja. “Apa aku terlihat kurang tidur?” Ale melihat wajahnya dari pantulan cermin. Alca ikut melihat wajah sang istri. “Iya, seperti panda.” Dia tertawa. “Sayang.” Ale menekuk bibirnya kesal dengan ucapan sang suami. Alca justru tertawa. “Aku hanya bercanda. Kamu tidak terlihat kurang tidur. Malahan lebih cantik dan segar.” Dia mengedipkan matanya. “Bisa saja.” Ale mencubit pinggang sang suami yang menggodanya. Mereka benar-benar seperti pengantin baru yang dimabuk asmara. Semakin hari semakin mesra. Ale memang masih menempatkan mendiang suaminya di dalam hatinya, tetapi tempat Alca berada di tempat yang spesial. Tentu saja itu. Karena kini hidupnya bersama dengan Alca. Setelah penerbangan Bali-Jakarta, akhi
“Al ….” Mama Arriel memanggil menantunya.Ale yang sedang bermain dengan sang anak, langsung mengalihkan pandangan ke arah pintu. Dilihatnya sang mama mertua yang langsung masuk.“Sayang.” Sebelum bicara dengan menantunya, Mama Arriel mencium sang cucunya lebih dulu.“O … ma.” Baby Dima bisa memanggil sang oma karena panggilannya lebih mudah dibanding nenek. Apalagi ketika mengatakan huruf o, bibir munggilnya membuat bulatan lucu.Mama Arriel benar-benar gemas sekali. Karena cucunya begitu lucu sekali. Dia pun mendaratkan kecupan di pipi sang cucu.“Mama kenapa mencari Ale?” Alca yang mengikuti mamanya langsung bertanya. Dia penasaran sang mama begitu heboh mencari istrinya.“Mama mau tanya Ale, apakah dia sudah datang bulan atau belum.” Mama Arriel waktu itu pernah bertanya kapan menantunya itu datang bulan. Tepat hari ini Ale, telat satu hari. Jadi Mama Arriel ingin memastikan hal itu.Ale menatap sang suami. Dia memang sudah tahu jika belum datang bulan, tetapi belum yakin jika di
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker