“Bi ….” Ale memanggil asisten rumah tangga. Dia ingin bertanya tentang keberadaan anaknya. Asisten rumah tangga segera datang. Dia menghampiri Ale. “Iya, Non.” “Ke mana mama dan Dima?” tanya Ale. “Mereka katanya ke tempat spa bayi, Non.” Asisten rumah tangga memberitahu ke mana Mama Mauren, Mama Arriel, dan Baby Dima. Mendengar jika mereka hanya ke tempat spa membuat Ale lega. Dia justru takut anaknya kenapa-kenapa. Seperti mungkin seperti sakit. “Jangan khawatir.” Alca mencoba menenangkan sang istri. Ale mengangguk. Mungkin karena terlalu rindu dengan anaknya, dia jadi merasa khawatir pada anaknya itu. Kini sudah tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi. Karena anaknya hanya dibawa ke tempat spa. “Kalau begitu aku ganti baju dulu.” Ale segera masuk ke kamarnya. Setelah ini, dia akan menunggu mertua dan anaknya yang pergi ke spa baby. Alca yang melihat sang istri masuk ke kamar pun ikut menyusul. Membawa tas yang berisi baju-bajunya yang dibawanya kemarin. *** Suara mobil yang
“Memangnya kenapa?” tanya Alca seraya menghampiri istrinya. “Aku tidak tahu. Aku coba memberikan ASI langsung, tetapi dia tidak mau. Aku coba masukkan ke mulutnya, tetapi dia mendorong keluar dengan lidah.” Ale bingung dengan apa yang terjadi pada anaknya. Padahal sebelum ditinggal, anaknya mau minum susu langsung. Namun, kini dia tidak mau. “Lalu bagaimana?” Alca juga ikut panik. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hal ini Ale juga bingung. Ditambah sang anak terus menangis. Hal itu membuatnya semakin panik lagi. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Suara Dima yang tak kunjung diam pun membuat Mama Mauren dan Mama Arriel datang. Mereka ingin mengecek keadaan cucu mereka. Sebelum masuk, Mama Mauren mengetuk pintu terlebih dahulu. “Kenapa Dima tidak diam?” Mama Mauren yang menghampiri cucunya. Mengecek keadaan cucunya. “Dia bangun tadi, Ma. Aku berniat memberikannya susu, tetapi dia menolak dan tidak mau minum.” Ale mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Mama Mauren melihat cucun
Tidak terasa Dima sudah enam bulan. Waktu bergulir dengan cepatnya. Sekarang Dima sudah bisa diajak bercanda. Tentu saja sudah membuat Ale dan Alca begitu bahagia sekali. Tak hanya Ale dan Alca, yang bahagia dengan perkembangan Dima. Nenek dan kakeknya juga bahagia dengan perkembangan Dima. “Berarti Dima akan makan saat ulang bulan ke enam?” Alca menatap sang istri. Dia begitu penasaran karena istrinya sudah heboh membuat menu makanan untuk anaknya. “Iya, aku tak sabar melihatnya makan.” Ale begitu senang sekali. Ini adalah momen berharga untuknya. “Kamu mau makan besok.” Alca mengajak anaknya bicara. Dia yang gemas langsung mencium pipi sang anak. “Kamu belum makan saja sudah gembul. Bagaimana jika sudah makan?” Alca pura-pura menggigit tangan anaknya. Tangan anaknya cukup besar. Walaupun sebenarnya berat badannya masih standar usianya, tetap saja di matanya besar. Karena dia melihat perubahan dari kecil sampai besar. Ale melihat suaminya yang gemas sekali dengan anaknya. Tentu sa
“Kenapa kamu mengatakan itu?” Ale tampak kecewa sekali. “Karena dia menggigit.” Alca mencoba menjelaskan. “Tidak masalah, Kak. Nanti ini akan sembuh besok. Aku masih ingin memberikan ASI secara langsung. Aku merasa jauh lebih dekat dengannya ketika memberikan ASI.” Ale tidak akan melepaskan anaknya begitu saja. Apalagi anaknya masih butuh nutrisi. “Baiklah jika kamu merasa baik-baik saja.” Alca tidak mau memaksa sang istri. Apalagi sang istri begitu ingin sekali melakukan hal itu. Momen menyusui mungkin begitu berarti untuk istrinya. *** “Kenapa dia tidak mau merangkak, Dok?” Sudah sembilan bulan, tetapi Baby Dima tidak mau merangkak sama sekali. Padahal seusianya, bisanya sudah mulai merangkak. Baby Dima hanya mau sampai duduk saja. Tidak mau merangkak sama sekali. “Setiap anak punya perkembangan berbeda-beda. Coba berikan stimulasi yang baik untuk menarik perhatiannya. Jadi dia mau merangkak nanti.” Dokter memberikan saran terlebih dahulu. Ale dan Alca hanya bisa sabar. Dia be
Mendengar suara istrinya yang berteriak, Alca yang sedang mengecek keadaan air sebentar langsung masuk ke dalam kamar. Saat masuk dia terkejut dengan apa yang dilakukan anaknya. “Sayang.” Ale melihat ke arah suaminya. Dia begitu terkejut melihat anaknya. “Dia berdiri?” Ale tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Baby Dima tampak berdiri, berpegangan pada tempat tidur. Mungkin karena tadi ditinggal papanya, dia berusaha untuk mengejar papanya. Namun, karena tidak bisa merangkak, mungkin dia memilih untuk berdiri langsung. Tubuh Baby Dima yang belum stabil langsung terjatuh ketika berdiri terlalu lama. Alca yang jaraknya berada jauh lebih dekat langsung berlari untuk menangkap. Beruntung gerakan Alca tepat para waktunya. Baby Dima dapat terselamatkan dan jatuh ke pangkuan sang papa. Ale bernapas lega karena anaknya tertangkap. Jika tidak, pasti anaknya akan terbentur. Ale segera menghampiri sang anak. Memeluk sang anak dengan erat. Dia tidak menyangka anaknya melewatkan fase merangka
Mama Arriel menekuk bibirnya ketika pulang dari rumah Ale dan Alca. Dia langsung melemparkan tasnya. Merasa begitu kesal sekali. “Kamu kenapa?” Papa Adriel begitu penasaran dengan istrinya. Merasa aneh dengan apa yang dilakukan sang istri. “Aku kesal. Mauren bisa bermain dengan Dima leluasa, sedangkan aku?” Mama Arriel merasa kesal sekali. Dia melihat iparnya yang tidak mau memberikan ruang pada dirinya bermain dengan anaknya. Papa Adriel tahu ke mana arah pembicaraan sang istri. Apalagi jika bukan istrinya yang sedang iri dengan iparnya. “Aku harus meminta Ale untuk segera hamil. Agar aku bisa punya cucu juga.” Mama Arriel seolah tidak terima dengan keadaan ini. Dia merasa jika menantunya harus segera memberikannya cucu. “Tapi, Dima masih kecil. Bagaimana bisa kamu memintanya memberikan cucu?” Dima baru satu tahun. Masih terlalu kecil untuk memiliki anak. Tentu saja menurutnya tidak pas jika menantunya harus hamil. “Kata dokter boleh jika sudah satu tahun. Jadi aku akan minta A
“Yang dibilang Alca benar. Dia juga harus mendiskusikan ini dulu. Bukan main asal melakukan apa yang kamu minta.” Papa Adriel mencoba menengahi. Dia juga tidak tega dengan anaknya yang dipaksa seperti itu. “Berikan mereka waktu untuk berdiskusi.” Papa Adriel menatap istrinya. Meyakinkan sang istri. Mama Arriel tidak mau menunda keinginannya. Namun, melihat anak dan suaminya sepakat, dia pun tidak punya pilihan. “Baiklah, mama akan menunggu. Tapi, mama tidak mau lama menunggu. Kalian bicarakan hari ini. Besok mama mau sudah ada keputusannya.” Papa Adriel merasa heran sekali. Tetap saja istrinya memaksa segera. Walaupun memberikan waktu. Papa Adriel pun memberikan isyarat kedipan mata pada anaknya. Meminta anaknya untuk menuruti apa yang dilakukan mamanya. Alca tidak punya pilihan lagi selain mengiyakan permintaan sang mama. “Baiklah, besok aku akan memberikan keputusan.” Akhirnya Alca setuju. Mama Arriel merasa lega akhirnya anaknya mau mendengarkannya. Jika sudah begini dia lega. D
“Kita yang berhak memutuskan. Mama harus menghargai. Jika pun mama tidak terima, mungkin dia akan kecewa untuk beberapa saat. Lagi pula kita hanya menunda untuk dapat waktu yang tepat. Bukan tidak akan melakukannya.” Alca mencoba dari sudut pandangnya. Ale merasa jika mama mertuanya akan sangat kecewa pastinya. Hal itu membuatnya merasa bingung. Harus menuruti keinginan mertuanya atau tidak. “Aku akan menuruti keinginan mama.” Ale menjelaskan apa yang menjadi keputusannya. Sejak tadi menemani anaknya tidur, dia memikirkan keputusannya. Ale merasa tidak bisa egois karena mama mertuanya pasti tersiksa. Melepaskan anak untuk menikahi janda, sudah sesuatu yang berat pastinya bagi Mama Arriel. Apalagi saat menikah dirinya hamil. Mungkin jika Alca menikah dengan wanita single, pasti dengan mudah istrinya akan hamil. Jadi Mama Arriel tidak perlu menunggu waktu lama. Jika dihitung penantian Mama Arriel sudah cukup lama. Alca terkejut dengan keputusan istrinya. Dia pikir sang istri tidak ak