“Kenapa kamu mengatakan itu?” Ale tampak kecewa sekali. “Karena dia menggigit.” Alca mencoba menjelaskan. “Tidak masalah, Kak. Nanti ini akan sembuh besok. Aku masih ingin memberikan ASI secara langsung. Aku merasa jauh lebih dekat dengannya ketika memberikan ASI.” Ale tidak akan melepaskan anaknya begitu saja. Apalagi anaknya masih butuh nutrisi. “Baiklah jika kamu merasa baik-baik saja.” Alca tidak mau memaksa sang istri. Apalagi sang istri begitu ingin sekali melakukan hal itu. Momen menyusui mungkin begitu berarti untuk istrinya. *** “Kenapa dia tidak mau merangkak, Dok?” Sudah sembilan bulan, tetapi Baby Dima tidak mau merangkak sama sekali. Padahal seusianya, bisanya sudah mulai merangkak. Baby Dima hanya mau sampai duduk saja. Tidak mau merangkak sama sekali. “Setiap anak punya perkembangan berbeda-beda. Coba berikan stimulasi yang baik untuk menarik perhatiannya. Jadi dia mau merangkak nanti.” Dokter memberikan saran terlebih dahulu. Ale dan Alca hanya bisa sabar. Dia be
Mendengar suara istrinya yang berteriak, Alca yang sedang mengecek keadaan air sebentar langsung masuk ke dalam kamar. Saat masuk dia terkejut dengan apa yang dilakukan anaknya. “Sayang.” Ale melihat ke arah suaminya. Dia begitu terkejut melihat anaknya. “Dia berdiri?” Ale tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Baby Dima tampak berdiri, berpegangan pada tempat tidur. Mungkin karena tadi ditinggal papanya, dia berusaha untuk mengejar papanya. Namun, karena tidak bisa merangkak, mungkin dia memilih untuk berdiri langsung. Tubuh Baby Dima yang belum stabil langsung terjatuh ketika berdiri terlalu lama. Alca yang jaraknya berada jauh lebih dekat langsung berlari untuk menangkap. Beruntung gerakan Alca tepat para waktunya. Baby Dima dapat terselamatkan dan jatuh ke pangkuan sang papa. Ale bernapas lega karena anaknya tertangkap. Jika tidak, pasti anaknya akan terbentur. Ale segera menghampiri sang anak. Memeluk sang anak dengan erat. Dia tidak menyangka anaknya melewatkan fase merangka
Mama Arriel menekuk bibirnya ketika pulang dari rumah Ale dan Alca. Dia langsung melemparkan tasnya. Merasa begitu kesal sekali. “Kamu kenapa?” Papa Adriel begitu penasaran dengan istrinya. Merasa aneh dengan apa yang dilakukan sang istri. “Aku kesal. Mauren bisa bermain dengan Dima leluasa, sedangkan aku?” Mama Arriel merasa kesal sekali. Dia melihat iparnya yang tidak mau memberikan ruang pada dirinya bermain dengan anaknya. Papa Adriel tahu ke mana arah pembicaraan sang istri. Apalagi jika bukan istrinya yang sedang iri dengan iparnya. “Aku harus meminta Ale untuk segera hamil. Agar aku bisa punya cucu juga.” Mama Arriel seolah tidak terima dengan keadaan ini. Dia merasa jika menantunya harus segera memberikannya cucu. “Tapi, Dima masih kecil. Bagaimana bisa kamu memintanya memberikan cucu?” Dima baru satu tahun. Masih terlalu kecil untuk memiliki anak. Tentu saja menurutnya tidak pas jika menantunya harus hamil. “Kata dokter boleh jika sudah satu tahun. Jadi aku akan minta A
“Yang dibilang Alca benar. Dia juga harus mendiskusikan ini dulu. Bukan main asal melakukan apa yang kamu minta.” Papa Adriel mencoba menengahi. Dia juga tidak tega dengan anaknya yang dipaksa seperti itu. “Berikan mereka waktu untuk berdiskusi.” Papa Adriel menatap istrinya. Meyakinkan sang istri. Mama Arriel tidak mau menunda keinginannya. Namun, melihat anak dan suaminya sepakat, dia pun tidak punya pilihan. “Baiklah, mama akan menunggu. Tapi, mama tidak mau lama menunggu. Kalian bicarakan hari ini. Besok mama mau sudah ada keputusannya.” Papa Adriel merasa heran sekali. Tetap saja istrinya memaksa segera. Walaupun memberikan waktu. Papa Adriel pun memberikan isyarat kedipan mata pada anaknya. Meminta anaknya untuk menuruti apa yang dilakukan mamanya. Alca tidak punya pilihan lagi selain mengiyakan permintaan sang mama. “Baiklah, besok aku akan memberikan keputusan.” Akhirnya Alca setuju. Mama Arriel merasa lega akhirnya anaknya mau mendengarkannya. Jika sudah begini dia lega. D
“Kita yang berhak memutuskan. Mama harus menghargai. Jika pun mama tidak terima, mungkin dia akan kecewa untuk beberapa saat. Lagi pula kita hanya menunda untuk dapat waktu yang tepat. Bukan tidak akan melakukannya.” Alca mencoba dari sudut pandangnya. Ale merasa jika mama mertuanya akan sangat kecewa pastinya. Hal itu membuatnya merasa bingung. Harus menuruti keinginan mertuanya atau tidak. “Aku akan menuruti keinginan mama.” Ale menjelaskan apa yang menjadi keputusannya. Sejak tadi menemani anaknya tidur, dia memikirkan keputusannya. Ale merasa tidak bisa egois karena mama mertuanya pasti tersiksa. Melepaskan anak untuk menikahi janda, sudah sesuatu yang berat pastinya bagi Mama Arriel. Apalagi saat menikah dirinya hamil. Mungkin jika Alca menikah dengan wanita single, pasti dengan mudah istrinya akan hamil. Jadi Mama Arriel tidak perlu menunggu waktu lama. Jika dihitung penantian Mama Arriel sudah cukup lama. Alca terkejut dengan keputusan istrinya. Dia pikir sang istri tidak ak
Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba terdengar itu membuat Ale, Alca, dan Mama Arriel mengalihkan pandangan. Mereka melihat Mama Mauren yang tiba-tiba muncul dari balik tembok. Sepertinya Mama Mauren mendengar pembicaraan antara Alca dan Mama Arriel tadi. “Apa benar kalian mau menjalani program kehamilan?” Mama Mauren kembali bertanya lagi. Mama Mauren tadi datang setelah Mama Arriel datang. Karena asisten rumah tangga di luar, jadi dia dapat masuk dengan mudah. Saat masuk, Mama Mauren mendengar suara iparnya. Awalnya, Mama Mauren mendengar suara Mama Arriel yang bertanya perihal Dima. Saat hendak menghampiri, dia dikejutkan dengan pertanyaan tentang rencana memiliki anak. Akhirnya, dia mengurungkan niatnya dan memilih mendengarkan. Alangkah terkejutnya ketika mendengar jika Ale dan Alca berencana untuk melakukan program kehamilan. “Ren.” Mama Arriel berdiri. Wajahnya semringah. Dia masih belum bisa menyadari jika iparnya tidak suka dengan pertanyaannya tadi. “Jadi rencananya Ale dan
Mama Mauren terdiam. Dia tidak menduga jawaban Mama Arriel akan seperti itu. Jika ditelisik lebih dalam, tentu saja benar adanya jika Ale kini bukan menantunya. Kini Ale menjadi istri Alca yang artinya memang dia adalah menantu dari iparnya. “Jika kamu melakukan program kehamilan dan memilih menelantarkan Dima, maka aku akan membawa Dima.” Mama Mauren menatap Ale. Jika Ale hamil, jelas Dima tidak akan mendapatkan ASI, lalu untuk apa dia bersama Ale jika seperti itu. Jika hanya diberikan susu formula pun, dia dapat mengasuhnya sendiri. Ale membulatkan matanya. Tidak menyangka jika akhir dari perdebatan mertuanya itu adalah mengambil Dima darinya. Tentu saja dia tidak akan membiarkan hal itu. Dima adalah satu hal yang berharga untuknya. Tidak mungkin jika dia memberikan anaknya pada mertuanya. Alca juga tak kalah terkejut dengan permintaan Mama Mauren. Dia jelas melihat jika sang istri begitu kaget dengan ucapan Mama Mauren. Dia tahu jika istrinya tidak akan bisa kehilangan anaknya.
Alca menghubungi Papa David dan Papa Adriel. Kebetulan kedua pria paruh baya itu sudah tahu masalah ini. Jadi mereka mau saat diajak bertemu oleh Alca. Alca memilih berbicara di restoran dekat rumah agar pembicaraan itu tidak didengar istrinya. Tak mau menambah pikiran sang istri. Saat sampai di restoran, Alca menceritakan semuanya dengan detail. Tak membela siapa pun. Baik Mama Mauren atau pun Mama Arriel. “Sekarang bagaimana, Pa?” Alca menatap Papa Adriel dan Papa David. Dua pria itu saling pandang. Mereka di sini bingung memberikan pendapat. Keduanya merasa apa yang dilakukan istri mereka ada benarnya. “Mama Arriel ingin sekali memiliki cucu. Jadi wajar jika dia meminta aku dan Ale untuk memberikannya, tapi posisinya Dima masih minum ASI. Di sisi lain Mama Mauren tidak rela jika Dima minum susu formula.” Alca benar-benar bingung harus menuruti mana yang harus dituruti. “Ini adalah pilihan sulit, Al. Aku tidak mau membela siapa-siapa, keduanya punya pemikiran masing-masing.” Pa