Alca tersenyum ketika melihat Mama Mauren dari pantulan kaca di atas dasboard. Dia melihat kebahagiaan Mama Mauren ketika melihat cucunya. Dia yakin Mama Mauren akan baik-baik saja setelah kepergian Dima. Karena kini ada Dima kecil yang hadir. Ale yang memerhatikan suaminya merasa lega sekali. Akhirnya suaminya tersenyum. Artinya sang suami tidak merasa kesal karena Mama Mauren menyamakan Baby Dima dengan mendiang Dima.Setelah perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya mereka sampai juga. Ale, Alca, Papa David, dan Mama Mauren keluar. Mama Mauren membawa serta cucunya berada di dalam gendongannya. Alca segera membantu sang istri. Walaupun sudah bisa jalan, tetap saja Ale masih harus pelan-pelan. Di mobil lain ada Mama Arriel dan Papa Adriel keluar dari mobil. Mereka segera masuk, menyusul Ale dan yang lain.Alca langsung mengantarkan Ale ke kamar. Mama Mauren yang membawa sang cucu pun langsung ikut ke kamar. Meletakan cucunya di box bayi. “Apa kalian sudah bisa memandikan bayi?
“Al, Ale baru saja melahirkan. Mama harap kamu bisa bersabar untuk menyentuhnya.” Mama Mauren mengerti sekali. Sebagai seorang suami, pastinya Alca ingin menyentuh istrinya. Jadi Mama Mauren ingin mengingatkan Alca untuk hal itu. Alca ingat betul dengan apa yang dikatakan Ale kemarin. Jika dia harus menunggu sampai empat puluh hari. Walaupun berat, tentu saja dia akan melakukannya. “Aku tahu, Ma.” Alca menangguk. Mama Mauren bersyukur ketika Alca mengerti. Jadi tidak perlu ada yang dikhawatirkan. “Satu lagi, Al.” Tiba-tiba Mama Mauren mengingat sesuatu. “Apa, Ma?” tanya Alca. “Ale baru melahirkan. Jarak yang bagus untuk melahirkan lagi adalah dua tahun. Jadi sebaiknya jika kalian mencegah kehamilan terjadi. Tidak baik untuk Ale dan juga tidak baik untuk Dima jika sampai Ale hamil.” Mama Mauren memberitahu hal itu. Takut jika sampai Alca dan Ale berhubungan, mereka akan kebablasan. Padahal rahim Ale belum siap. Belum lagi Baby Dima butuh ASI. Jika sampai Ale hamil, pasti akan men
“Agar saat Dima tidak bersamamu dia bisa minum susu dari botol bayi.” Mama Mauren menjelaskan kenapa meminta sang menantu untuk memompa ASI-nya.Ale masih belum bisa terima dengan alasan yang diberikan oleh mama mertuanya. “Tapi, aku tidak akan ke mana-mana. Jika pun aku pergi dengan Baby Dima, pasti aku akan mengajaknya.” Ale mencoba menjelaskan pada mama mertuanya.“Ada waktunya kamu akan pergi tanpa Dima. Jadi lakukan saja.” Mama Mauren tetap memberikan botol dan alat pompa bayi.Mau tidak mau Ale menerima alat pompa ASI. Tak mau berdebat lagi dengan mertuanya. Dia mengalihkan pandangan pada suaminya. Menunjukan wajah kecewanya.Mama Mauren segera kembali lagi masuk ke rumah. Dia harus menyiapkan sarapan untuk mereka semua. Apalagi untuk ibu menyusui.Ale masih terdiam. Dia masih memikirkan kenapa sang mama memaksanya memompa ASI. Saat melihat anaknya, Ale merasa tidak mungkin dirinya akan meninggalkan sang anak.“Kamu baik-baik saja, Al?” tanya Alca. Dia melihat sang istri tampak
Alca yang sedang mencium sang anak langsung mengalihkan pandangan. Menatap Ale yang sedang bicara padanya. “Kamu mau makan di kamar?” tanyanya seraya menegakkan tubuhnya.“Iya, Kak. Aku mau makan di kamar.” Ale membenarkan ucapan sang suami.Alca memikirkan jika istrinya sepertinya sengaja ingin makan di kamar. Mungkin tidak nyaman dengan Mama Mauren karena masalah alat pompa ASI tadi. Alca mengerti perasaan Ale. Karena sang istri pasti ingin menyusui sang anak secara langsung. Jadi tidak mau kehilangan momen itu.“Baiklah, aku akan ambilkan.” Alca segera beranjak dari tempat tidur. Keluar untuk mengambilkan makanan untuk sang istri.Di luar sudah ada Papa David dan Mama Mauren. Ternyata Papa David sudah pulang. Seingatnya tadi, Papa David sedang pergi jalan-jalan keliling komplek. Olahraga pagi seperti biasa.“Ale masih di kamar, Al?” Mama Mauren langsung melempar pertanyaan itu.“Iya, Ma. Dia sedang menyusui.” Alca menjelaskan.Mama Mauren mengangguk. Kalau sudah selesai segera ajak
Mendapati pertanyaan itu, seketika Ale terdiam. Dia tidak tahu dia kesal atau hanya kecewa. Namun, rasanya dia benar-benar tidak nyaman dengan permintaan sang mama.“Aku tidak tahu, Kak. Mungkin hanya kecewa. Kenapa Mama meminta aku memompa ASI padahal aku mampu memberikannya secara langsung. Dan lagi, kenapa juga Baby Dima harus minum dari botol.” Ale meluapkan kekesalannya pada sang suami.Alca mengerti sekali perasaan sang istri. Pasti sebagai ibu dia pastinya ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Apalagi memberikan ASI secara langsung.“Apa mama mau memisahkan aku dari Dima?” Tiba-tiba pikiran itu terlintas di pikiran Ale.“Kenapa kamu berpikir seperti itu?” Alca tidak pernah berpikir sejauh itu. Mungkin Mama Mauren hanya ingin yang terbaik, tetapi bukan memisahkan Ale dan Dima juga.“Mama Mauren tadi mengatakan jika aku harus memompa ASI agar saat aku meninggalkan Dima, dia bisa minum susu dari botol.” Ale mencoba mengingatkan hal itu.Alca masih belum yakin jika alasan Ma
Alca yakin ini ada kesalahpahaman. Sampai-sampai Ale menuduh Mama Mauren seperti itu. “Al, tenang dulu.” Dia berusaha untuk menenangkan sang istri.Ale bukannya semakin tenang, tetapi justru semakin menangis. Dia takut jika sang mama mertua akan membawa anaknya. Tak mau hal itu terjadi, dia mengeratkan pelukan pada sang anak.Mama Arriel melihat situasi tidak baik-baik saja. Dia memilih menghampiri Mama Mauren. “Ayo kita keluar.”“Tapi, Riel, aku tidak bermaksud seperti itu.” Mama Mauren berusaha menjelaskan.“Aku tahu.” Mama Arriel mengajak Mama Mauren untuk segera keluar.Tak mau memperkeruh keadaan Mama Mauren segera keluar dari kamar Ale. Mama Arriel membantu iparnya untuk keluar dari kamar. Papa David dan Papa Adriel pun ikut keluar. Memberikan ruang pada Ale.Kini di kamar tinggal Ale dan Alca saja. Namun, Ale masih memeluk anaknya begitu erat sekali. Seolah tidak mau melepaskannya.“Al, taruh dulu Dima. Kasihan dia.” Alca melihat Ale terlalu erat memeluk sang anak.Ale tetap ma
Mendapati pertanyaan itu, Mama Mauren langsung berdiri. Dia segera kembali ke kamar Ale. Semua ikut berdiri. Mama Arriel, Papa David, dan Papa Adriel segera mengejar Mama Mauren. Takut ada perdebatan lagi.Mama Mauren segera membuka pintu tanpa permisi. Dilihatnya Ale dan Alca sedang bicara berdua. “Mama ingin bicara.” Mama Mauren merasa ini harus diluruskan. Jadi dia harus bicara dengan Ale.Ale dan dan Alca begitu terkejut dengan kedatangan Mama Mauren secara tiba-tiba lagi. Ale kembali ketakutan lagi anaknya akan diambil oleh Mama Mauren.“Al, kita harus bicara, agar tidak ada kesalahpahaman.” Alca mencoba membujuk sang istri.Ale merasa memang harus tahu alasan mertuanya itu. Agar ketakutannya hilang. Dia mengangguk. Segera berdiri sambil memegangi Alca. Sebelum keluar dari kamar, dia melihat ke arah anaknya lebih dulu. Memastikan anaknya akan aman.Alca menatap sang istri. Meyakinkan sang istri jika sang anak akan baik-baik saja.Ale berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Lagi pula
Semua langsung mengalihkan pandangan pada Alca. Di tengah-tengah ketenggangan, bisa-bisanya Alca bertanya hal itu. Tentu saja itu membuat mereka menatap tajam pada Alca.“Sabar, Al.” Mama Arriel menjewer telinga Alca.“Auch … auch ….” Alca langsung mengaduh.Semua orang tertawa. Ale yang menangis pun ikut tersenyum. Dia merasa berada di dalam lingkungan keluarga Dima adalah sebuah anugerah. Terlalu jahat jika dirinya sampai berpikiran buruk pada mereka semua. Padahal jelas mereka menyayanginya. Apalagi menerimanya dengan baik meskipun Dima sudah tidak ada.Mama Mauren meminta Alca mengajak Ale untuk ke kamarnya. Meminta menantunya untuk banyak-banyak istirahat. Apalagi baru beberapa hari dia melahirkan. Mama Mauren merasa masalah sudah selesai. Jadi tidak ada yang perlu diselesaikan. Berharap tidak akan ada masalah lagi di kemudian hari.***“Cucu Nenek yang tampan.” Mama Mauren mencium pun Baby Dima yang baru saja bangun. Saat bangun seperti ini tentu saja adalah waktu yang tepat unt