Ale dan Alca bersiap untuk ke pesta. Alca tampil cantik dengan gaun yang dipilih oleh Alca. Perhiasan dari Loveta juga tampak begitu cantik sekali dipadukan dengan gaun tersebut. Tentu saja membuat Ale semakin cantik. Mereka berdua pergi ke toko yang berada di daerah selatan. Toko perhiasan ini cukup besar. Jadi tamu undangan pasti akan sangat banyak. “Ayo, Kak.” Ale keluar sambil mengajak sang suami. Alca yang melihat Ale begitu cantik hanya bisa terperangah. Walaupun sedang hamil, aura Ale tampak begitu cantik sekali. Terkadang Alca lupa jika sang istri sedang hamil. “Kamu cantik sekali.” Alca memuji sang istri. “Pujianmu terlalu banyak, Kak. Aku takut aku terlena dan terbuai.” Ale tersenyum malu. “Aku justru menunggumu terbuai.” Alca meraih pinggang Ale. Membawanya ke dalam pelukannya. “Apa kamu terbuai juga, Sayang?” Alca membelai lembut perut Ale. “Dia laki-laki, bagaimana terbuai dengan rayuan laki-laki juga.”Alca mengalihkan pandangan pada sang istri. “Aku lupa dia laki
“Aku sudah mengirim pesan. Memintanya datang di kloter kedua. Aku beralasan jika tamu undangan membludak. Jadi dia tidak akan nyaman nanti.” Loveta menoleh pada sang adik. Loveta kesal karena sang adik benar-benar keterlaluan. Memintanya untuk berbohong pada Zira. Alca bersyukur lega. Karena nanti saat Zira datang, dia akan mengajak sang istri pulang. “Apa kamu belum memutuskan hubungan dengan Zira?” tanya Loveta. “Belum. Aku menunggu waktu yang pas.” Alca merasa Zira masih dalam keadaan tidak baik-baik saja. Karena orang tuanya akan bercerai.“Cepat akhiri, karena itu akan membuatmu terjebak.” Loveta memberikan peringatan. “Iya, Kak. Aku akan segera akhiri.” ***Acara pembukaan toko akhirnya dimulai. Acara dimulai dengan sambutan dan berlanjut doa bersama. Semua dengan khidmat melantunkan doa. Sampai pada acara inti di mana Loveta pemotongan sebagai simbol jika toko telah dibuka. Tepuk tangan para pengunjung dan tamu undangan terdengar begitu riuh membuat semarak acara. Saat
Zira melihat ke sekeliling. Mencari keberadaan dari Alca. Semalam dia sudah menghubungi kekasihnya itu. Sang kekasih mengatakan jika harus berangkat dengan kedua orang tuanya. Tentu saja itu membuatnya harus berangkat sendiri. Zira terus mengedarkan pandangan. Sayangnya dia tidak menemukan Alca sama sekali. “Zira.” Loveta memanggil Zira. “Kak Loveta.” Zira berbinar ketika melihat Loveta. Tidak menemukan Ale, paling tidak dia dapat menemukan Loveta. “Kamu sudah datang.” Loveta menautkan pipinya. Tadi Alca menghubunginya. Memintanya untuk menemu Zira. Tentu saja itu membuatnya segera bergegas. Adiknya memang benar-benar memberikan masalah padanya. Menempatkan dua wanita dalam satu tempat. “Selamat atas peresmian toko baru, Kak.” Zira memberikan ucapan selamat. “Terima kasih.” Loveta tersenyum seraya menjauhkan tubuhnya. “Kamu tidak membaca pesanku?” tanya Loveta. Dia penasaran kenapa Zira datang sesuai jadwal undangan. Padahal harusnya jika dia membaca pesannya, tentu saja Zira ti
Zira akhirnya menemukan juga kekasihnya itu. Padahal dia sudah mencari ke mana-mana. “Kamu ke mana saja?” tanya Zira kesal.“Aku dari toilet, lalu ke belakang menjaga anak Kak Lolo.” Alca tidak benar-benar berbohong. Karena memang tadi dia di ruangan Loveta, dia menjaga anak kakaknya itu. Dia mengajak serta Ale di sana, dan sampai sekarang pun Ale masih di sana. “Pantas aku tidak menemukanmu.” Percuma keliling galeri, dia tidak akan menemukan Alca, karena kekasihnya itu ada di dalam ruangan. “Apa kamu sudah melihat-lihat perhiasan?” tanya Alca. “Sudah, tapi aku bingung pilih yang mana.” Zira sedikit merengek. Bersikap manja pada Alca. “Ayo aku akan pilihkan.” Alca mengajak Zira untuk kembali melihat galeri. Dengan senang hati Zira ikut dengan Alca. Melihat koleksi perhiasan dari Malya Jawelry. “Ini saja.” Alca langsung menunjuk perhiasan yang cocok untuk Zira. Zira menautkan alisnya. Belum juga sempat bertanya, Alca sudah menunjuk perhiasan yang pas untuknya. “Kamu tanpa bas
Ale menoleh ke arah Alca. Dia masih bingung kenapa ada wanita yang mengakui kekasih suaminya. ‘Apakah ada kisah yang belum usai?’ tanya Ale dalam hatinya. Dia merasa jika pasti ada sesuatu yang masih terjadi antara Alca dan wanita di depannya. Karena tidak mungkin wanita itu mengatakan seperti itu jika tidak ada hubungan. Bagaimana Alca yang diam pun membuat Ale semakin yakin, jika memang ada hubungan antara mereka. Alca melihat jelas tatapan Ale yang penuh tanda tanya. Jelas apa yang dikatakan Zira pasti membuat Ale bingung. Kini sudah tidak ada yang bisa disembunyikan lagi. Pasti setelah ini, semua akan terbongkar. Sepertinya Alca harus membuang jauh-jauh pikirannya tentang menjaga perasaan Zira dan menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Karena kali ini Alca tidak akan bisa menghindar dari dua wanita yang ada di hatinya itu. Selain kedua wanita yang pastinya akan kecewa, ada mamanya yang jelas sangat kecewa dengan apa yang dilakukannya. Sang mama menatapnya begitu tajam
“Kamu bisa jelaskan semua ini?” Mama Arriel menatap Alca.Alih-alih Ale atau Zira yang bertanya, justru sang mama yang bertanya. Alca sudah seperti dihadapkan dengan hukuman mati yang tidak dapat lari ke mana pun. Ale memilih diam. Karena sejujurnya dia bingung. Pengakuan wanita di depannya sebagai kekasih Alca membuatnya benar-benar terluka.Zira menatap satu per satu orang yang ada di ruangan tersebut. Dia merasa aneh. Karena sikap semuanya berubah. Termasuk dengan Alca. “Sebenarnya ada apa ini?” tanya Zira. “Mau Mama yang jelaskan atau kamu yang jelaskan?” Mama Arriel menatap Alca. Merasa jika semua harus segera diselesaikan. “Biar aku yang jelaskan, Ma.” Alca yang sempat tertunduk, menegakkan kepalanya untuk menatap sang mama. Mama Arriel bersyukur anaknya berani bertanggung jawab. Karena Alca yang harus mengakhiri drama ini. Alca menatap Zira. Walaupun hatinya berat, tetapi semua sudah harus dikatakan. “Ra, sebenarnya aku sudah menikah.” Alca mengucapkan kalimat pertamanya.
“Ra, Ale istriku. Aku punya tanggung jawab atas dia. Maaf, aku tidak bisa memenuhi janjiku.” Alca melepaskan tangan Zira. Kemudian pergi meninggalkan Zira. Alca tidak bisa membiarkan Ale pergi begitu saja. Itu sangat bahaya. Apalagi Ale sedang hamil. Zira terperangah ketika melihat Alca lebih memilih wanita lain dibanding dirinya. Hancur sudah hati Zira ketika melihat Alca berniat meninggalkannya. Seperti sang mama yang ditinggal papanya, ternyata Zira akan ditinggal juga oleh Alca. Mereka sama-sama akan ditinggal demi wanita lain. Zira tidak bisa terima ini. Ini adalah pukulan berat untuknya. Terlebih lagi dia begitu mencintai Alca. Seketika Zira berpikir untuk mempertahankan Alca. Tak akan mau melepaskan Alca. Zira mengedarkan pandangannya. Melihat ke sekitar untuk mencari sesuatu yang dapat digunakan. Saat Alca mengayunkan langkahnya keluar, Zira mengayunkan langkahnya ke meja yang berada di ruangan Loveta. Zira memecahkan gelas yang ada di sana. Kemudian mengarahkan pecahan gel
Alca mengantarkan Zira untuk pulang ke apartemen. Zira terus menangis ketika Alca memutuskan untuk pergi darinya. Di saat seperti ini, Alca pusing karena tidak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain dia tidak bisa melepaskan Ale karena istrinya itu adalah tanggung jawabnya, sedangkan melepaskan Zira, membuat gadis itu begitu terluka. Beruntung apartemen tidak terlalu ramai. Jadi mereka tidak jadi tontonan. Karena sepanjang jalan Zira masih menangis. Sesampainya di apartemen, Alca mencoba kembali menenangkan Zira. “Apa bisa kita bicara baik-baik?” Alca yang duduk di samping Zira, memutar tubuhnya menghadap ke Zira. Dia harus menyelesaikan semua dengan baik. “Coba tenangkan dirimu. Jangan membuat aku semakin bingung seperti sekarang.” “Kenapa kamu tidak mengatakannya? Sejak kapan kamu menikah?” Masih banyak sekali pertanyaan di kepala Zira. Tentu saja hanya Alca yang dapat menjawab itu semua. Alca merasa bersyukur ketika Zira dapat diajak bicara. “Setelah Dima meninggal dia menul