Hari yang di nanti pun telah tiba, dimana saat ini Satria akan menikahi seorang wanita kembali atas permintaan Fatma.
"Waah! Mas, kamu sangat tampan. Aku yakin deh, istri kedua kamu nanti pasti akan terpesona," puji Fatma sambil merapikan jas milik suaminya.Satria tak menjawab, dia hanya diam sambil menatap kedua netra milik sang istri. Dapat dia lihat ada gurat kesedihan di balik cadar itu."Sebelum ini semua terjadi, aku ingin memastikan kembali. Apa kamu yakin dengan keputusanmu, Fatma?" Satria menatap lekat ke arah wanita itu.Menghela nafas lalu mengangguk, "Iya Mas, insya Allah aku ikhlas."Satria hanya bisa membuang nafasnya dengan pasrah saat mendengar keputusan Fatma yang tak berubah. Kemudian mereka keluar dari kamar menuju lantai bawah dimana umi dan abi sudah menunggu."Masya Allah, Satria, kamu tampan sekali," puji Umi Khaira."Terimakasih Umi," jawab Satria dengan senyuman tipis."Ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang!" ajak Abi Haidar.Mereka pun pergi dengan mengendarai mobil menuju salah satu mesjid di mana acara di langsungkan. Di pernikahan kedua Satria bahkan tak banyak yang di undang, hanya keluarga dekat saja yang datang.1 jam perjalanan mereka pun sampai di sana. Umi dan abi langsung di sambut oleh kedua orang tua dari calon istri Satria."Satria, sini Nak!" panggil abi."Iya Bi.""Satria, perkenalkan, ini adalah kedua calon mertuamu. Ini namanya Bu Marwah, dan ini Pak Heri."Satria menyalami kedua tangan paruh baya tersebut. "Saya Satria," ucapnya sambil menunduk.Bu Marwah mendekat ke arah Satria lalu memegang pundaknya. "Kami sudah tahu jika kamu sudah memiliki istri. Ibu hanya berharap, kamu bisa adil pada kedua istrimu. Ibu yakin kamu pria yang baik dan bertanggung jawab," tuturnya dengan air mata yang mulai memenuhi kedua pelupuk mata.Ada gurat kesedihan di netra itu. Bagaimana seorang ibu tidak sedih saat harus merelakan putrinya menikah dengan pria beristri. Tapi dia tidak mempunyai pilihan lain, sebab bu Marwah ingin membalas budi kebaikan umi dan abi yang selama ini sudah banyak membantu keluarganya."Bu Marwah tenang saja. Kami akan menyayangi dia seperti putri kami sendiri. Bahkan jika Satria menyakitinya, kami tidak akan tinggal diam." Umi Khaira mencoba meyakinkan calon besannya.Acara pun di mulai, di mana saat ini Satria tengah menjabat tangan penghulu untuk mengatakan ijab qobul. Dan dengan satu kali tarikan nafas, dia berhasil memperistri wanita itu.Fatma sejak tadi menundukan kepalanya, dia menyembunyikan kesedihan di balik cadar hitamnya. Air mata merembes membasahi kain itu. Dadanya terasa sesak seperti tertimpa batu yang besar saat mendengar Satria mengucapkan kata sakral untuk wanita lain.'Tidak Fatma. Tidak. Kamu harus kuat! Kamu gak boleh menunjukan kesedihanmu di hadapan Mas Satria. Kamu harus ikhlas.' batinnya menguatkan diri sendiri.Akan tetapi, tetap saja hatinya terluka, hancur tak berbentuk walau dia mencoba ikhlas. Padahal Fatma sudah mempersiapkan perasaannya untuk hal ini, tapi tetap tak bisa menahan kesedihannya."Yang sabar ya Nak. Umi yakin kamu wanita kuat," bisik umi Khaira sambil menggenggam tangan Fatma.Dia tahu jika saat ini Fatma pasti sangat amat terluka, karena sekuat kuatnya wanita, tetap mereka memiliki hati yang rapuh.Fatma menatap lekat ke arah wanita cantik dengan kebaya putih muslimah di padu cadar senada yang saat ini tegah di gandeng bu Marwah dan duduk di samping Satria. Namun, pria itu bahkan hanya menatap sekilas ke arah istri keduanya.Pak penghulu meminta Satria membuka cadar istrinya, namun Satria menolak dengan alasan bahwa dia akan membukanya saat di rumah saja. Kemudian umi menyerahkan cincin dan meminta kedua pengantin itu saling bertukar.'Maaf jika ini melukaimu, Mas.' batin Fatma yang melihat raut wajah Satria yang murung.Sementara madunya, Fatma hanya menunduk saja. Dia tak berani menatap Satria, karena saat ini jantungnya sedang berdetak kencang.Air mata kembali menetes deras. Hati Fatma bagai tersayat sembilu saat melihat Satria mencium kening madunya. Dia meremas gamis yang saat ini tengah di kenakannya. Bahkan rasa sakit di bagian perutnya tidak terasa, karena perasaannya yang hacur lebih mendominasi.Setelah acara selesai, kedua orang tua Azizah pamit pulang di antar oleh supirnya, abi. Sementara Azizah akan pulang kerumah Satria dan Fatma, bahkan Fatma di kenalkan sebagai saudaranya Satria. Dan selama di dalam mobil, Fatma hanya diam sambil menatap ke arah samping. Dia masih mencoba menetralkan rasa sakitnya."Umi, Abi, aku mau ke kamar dulu," ucap Fatma saat sudah sampai di rumah. Sementara Azizah di bawa ke kamar tamu yang sudah di siapkan oleh umi dan abi.Fatma berjalan dengan sedikit tertatih, sebab perutnya terasa amat sakit. "Aawwwhh! Kenapa baru terasa ya?" ringis Fatma sambil meremas gamis dan menggigit bibir bawahnya.Dia segera mengambil obat di laci dan Fatma langsung meminum obat itu. Akan tetapi, entah kenapa rasa sakitnya tidak mereda, bahkan semakin menjadi. Biasanya setelah minum obat rasa sakit itu akan mendingan, tapi ini tidak."Ya Allah, kenapa rasanya malah bertambah? Aaakkh!" Wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang mulai bercucuran.Sementara Satria ingin menyusul Fatma, dia yakin jika wanita itu sangat sedih. Dia pun berjalan ke kamarnya, dan saat pintu di buka, Satria panik saat melihat Fatma sedang meringis di samping tempat tidur."Astagfirullah! Fatma." paniknya dan langsung membantu sang istri untuk duduk di ranjang. "Sudah kamu minum obatnya?"Fatma mengangguk lemah, "sudah Mas," jawabnya dengan lirih. Karena hanya untuk berbicara saja rasanya Fatma tidak kuat.Dia merasakan ada cairan hangat yang keluar dari hidungnya, Fatama pun langsung memasukan tangannya di balik cadar, dan saat di lihat ternyata itu adalah darah."Astagfirullah! Kamu mimisan?" Tanpa menunggu Satria langsung mencopot cadar milik Fatma.Matanya membulat dengan tatapan cemas saat melihat darah yang keluar dari hidung istrinya. "Kita kerumah sakit sekarang!" khawatirnya."Nggak usah--" Belum juga selesai, tubuh Fatma sudah oleng ke samping dan tidak sadarkan diri.Satria yang melihat itu tentu saja sangat panik. Tanpa pikir panjang, dia langsung menggendong tubuh Fatma menuruni tangga menuju lantai bawah untuk ke rumah sakit."Ya Allah, Sat. Ini Fatma kenapa?" panik umi."Aku gak tahu, Mi. Tadi Fatma mimisan, lalu dia pingsan. Aku akan membawanya kerumah sakit," jawab Satria dengan cemas."Umi ikut!" serunya, akan tetapi di larang oleh abi, sebab umi harus menjaga Azizah di rumah itu.Akhirnya Satria ke rumah sakit di antar oleh abi. Dia duduk di jok belakang memangku kepala Fatma. "Bertahanlah! Aku tahu kamu wanita yang kuat. Aku sudah mengabulkan permintaanmu, maka kau harus burtahan. Jangan membuatku semakin merasa bersalah padamu, Fatma." Satria tak bisa membendung air matanya.BERSAMBUNG......Satria memanggil para dokter dan suster, dan Fatma langsung di bawa ke ruang IGD.'Ya Allah, selamatkanlah Fatma. Aku mohon jangan ambil dia sebelum aku membahagiakannya.' batin Satria dengan langkah mondar-mandir di depan ruangan IGD.Rasa bersalah kian hinggap sangat dalam. Dia merasa belum bisa membahagiakan Fatma selama ini, apalagi melihat kondisi Fatma yang semakin hari semakin menurun."Tenanglah Sat, abi yakin Fatma tidak kenapa napa," ucap abi Haidar mencoba menenangkan kecemasan Satria.Satria menoleh dan mengangguk, "iya, Bi," jawabnya.Namun, dapat Satria lihat raut kecemasan pada pria paruh baya itu. Dia tahu jika sebagai ayah pasti sangat sedih, tapi abi selalu bersikap tenang dan tawakal.Tak lama dokter keluar dan mengabarkan tentang kondisi Fatma. "Pasien harus di rawat. Kankernya sudah menyebar dan harus di berikan perawatan intensif," jelas dokter tersebut."Lakukan yang terbaik, Dok." Satria menatap sendu ke arah Fatma yang tengah terbaring lemah di ranjang pasien.
"Azizah!" kaget Satria dan juga Fatma, karena melihat wanita itu sedang berdiri di ambang pintu.Satu tangan Azizah menutup mulut dengan tatapan yang sudah mengalirkan air bening, sehingga membasahi tangan serta pipinya. Kepalanya menggeleng, kemudian dengan langkah yang berat dia pun mendekat ke arah Fatma."Jadi kalian adalah suami istri? Lalu ... aku?" tanyanya dengan suara bergetar sambil menunjuk dirinya sendiri.Fatma bangkit dari tidurnya, dia mencoba menggapai tangan Azizah, tapi wanita itu menepisnya sambil menggelengkan kepala."Tolong dengarkan dulu penjelasan kami, Azizah. Kamu salah paham, aku dan juga Mas Satria bisa--""Cukup! Kenapa kalian lakuin ini padaku? Kenapa tidak bilang dari awal jika Mas Satria itu sudah menikah, dan kalian adalah suami istri? Kenapa kalian malah membohongiku?!" marah Azizah dengan dada bergemuruh sesak.Sorot matanya begitu tajam, dadanya terasa sakit seperti tertimpa batu besar. Dunianya seakan runtuh seketika saat mengetahui kebenaran yang
Umi Khaira mendekat ke arah Azizah. "Nak, kita bicarakan semua ini bersama. Jangan pernah mengatakan hal itu yang nantinya akan membuatmu menyesal.""Menyesal? BAhkan saat ini hatiku sudah hancur Umi," tuding Azizah sambil menunjuk dadanya."Kita bicarakan semua ini di ruang tamu, biar semuanya clear. Setelah itu terserah kepadamu Nak, mau mengambil keputusan apa. Biarkan kami menjelaskan kenapa kami tidak memberitahukan tentang hubungan antara Fatma dan juga Satria." Abi Haidar berujar, dia mencoba untuk menetralkan suasana yang terlihat sangat tegang.Akhirnya Azizah mau, walaupun sejujurnya hati dia merasa sangat sakit bagaikan diremas-remas seperti ampas kelapa yang sedang diperas santannya.Namun, tiba-tiba saja Fatma kembali pingsan karena dia baru pulang dari rumah sakit namun keadaannya juga belum sepenuhnya pulih.Semua orang menjadi panik, begitu pula dengan Azizah. Apalagi saat melihat hidung Fatma mengeluarkan darah, namun wanita itu mencoba untuk diam hingga akhirnya Satr
DEGH!Jantung Satria seketika berdetak kencang saat dia sudah berhasil membuka cadar milik Azizah. Mata pria itu membulat dengan saliva yang beberapa kali diteguk.Bukan terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh istri keduanya itu, akan tetapi yang membuat Satria sangat kaget adalah ... karena Azizah mantan kekasihnya sewaktu SMA dulu. Bahkan sampai saat ini wanita itu masih bersemayam di hatinya tanpa tergantikan oleh siapapun termasuk Fatma."Azizah. Jadi kamu Habibah?"Mendengar perkataan Satria, Azizah langsung mengangkat wajahnya dan menatap lekat ke arah pria itu. "Ba-bagaimana kamu tahu sebutan nama itu?" tanya Azizah dengan gugup.Nama Habibah adalah panggilan kesayangan dari seorang pria yang selama ini ia cintai, bahkan selama ini tidak pernah ia lupakan, walaupun sudah beberapa tahun silam mereka tidak bertemu."Jadi benar, kamu Habibah?"Azizah tidak menjawab, dia menatap lekat ke arah Satria. "Apa kamu Kak Tama?" kaget Azizah dengan tatapan membulat.Keduanya sama-sa
"Mbak Fatma!" kaget Zizah."Fatma!"Jantung keduanya berdetak kencang saat melihat Fatma yang sedang berdiri di ambang pintu kamar Azizah. Jujur saja ada raut ketakutan di hati Satria, karena melihat kondisi Fatma yang saat ini sedang drop, dan dia takut jika kenyataan yang didengarnya malah akan membuat Fatma semakin sakit."Jadi kalian adalah sepasang kekasih di masa lalu?" Fatma bertanya sambil berjalan dengan perlahan, dan melihat itu Satria langsung membantunya dan memapahnya hingga duduk di tepi ranjang, tepatnya di sebelah Azizah."Itu hanyalah masa lalu, Mbak." Azizah menundukkan kepalanya.Terdengar helaan nafas yang begitu berat dari Fatma, namun seketika wanita itu mengukir senyum di wajah pucatnya. Dia menggenggam tangan Azizah dan menatapnya dengan lekat."Aku sangat bahagia dan sangat senang karena ternyata Mas Satria mencintaimu. Itu artinya, dia tidak perlu beradaptasi kembali. Sekarang aku tahu jawabannya kenapa Mas Satria tidak pernah bisa membuka hatinya untukku, it
Malam ini hujan mengguyur begitu deras. Fatma tengah duduk bersender di ranjang, sedangkan Jam menunjukkan pukul 23.00 malam.Wanita itu memejamkan matanya, menghela nafas dengan begitu berat, sementara tangannya meremas sprei, karena tahu jika malam ini Satria tengah tidur di kamar Azizah, dan pasti mereka sedang menghabiskan waktu bersama sebagai suami istri."Tidak Fatma. Kamu harus rela, ikhlas, kamu tidak boleh mengeluh karena ini semua adalah keputusanmu." Fatma mencoba untuk menguatkan hatinya.Dia pun membaca doa lalu memejamkan matanya, mencoba untuk tidak memikirkan apa yang tengah terjadi di dalam kamar Azizah, karena pasti hal itu terjadi. Apalagi mengingat jika kedua Insan itu saling mencintai sejak dulu, sudah pasti penyatuan tersebut dipenuhi rasa cinta...Pagi hari Azizah terbangun, dia membantu Umi Khaira dan juga Bi Siti membuat sarapan. Dan melihat menantu keduanya pagi-pagi sudah terbangun membuat Umi Khaira merasa heran, karena dia pikir semalaman pasti Azizah s
Sudah semalaman Fatma berada di rumah sakit, karena keadaannya yang memburuk, membuat wanita itu harus di rawat intensif.''Sayang, Mas balik kerumah sakit ya! Kamu kalau butuh apa apa bilang sama Bi Siti atau telpon Mas,'' ucap Satria setelah mereka selesai shalat dzuhur.Azizah mengangguk, "Terus kapan Mbak Fatma pulang, Mas?'' tanyanya.''Kalau keadaannya sudah jauh lebih baik. Tapi kayaknya dua atau tiga hari lagi di rumah sakit. Sebab keadaannya sangat tak baik.," jelas Satria.Zizah hanya mengangguk paham.''Oh ya Sayang, malam nanti aku pulang telat ya. Aku akan menemani Fatma dulu. Maafkan Mas, ya,"ucapnya sambil menarik Zizah kedalam pelukannya.''Tidak apa, Mas. Mas kan harus adil padaku dan Mbak Fatma. Lagian, saat ini Mbak Fatma lebih membutuhkan Mas," ujar Zizah mulai berdamai dengan hidupnya.''Mas akan usahakan pulang cepat."Kemudian Zizah mengantar suaminya ke depan, dan mobil pun melaju meninggalkan rumah setelah Satria mencium kening sang istri.''Kamu harus ikhlas
Zizah sudah siap dengan gamis monalisa berwarna tosca dengan motif bunga-bunga kecil, di padu dengan pashmina berwaran senada. Dia melangkah turun ke bawah dan memesan ojek onlie.''Non, di jemput sama Tuan?'' tanya Bi Siti.''Nggak Bi, aku naik ojek aja."Dia segera meraih rantang makanannya, dan berlalu ke halaman teras, untuk menunggu ojek online sampai. Setelah menunggu 5 menit tukang ojek pun sampai, dan ia langsung menuju ke rumah sakit.Setelah menempuh perjalanan 15 menit. Zizah sampai di rumah sakit, dan langsung berjalan menuju kamar rawat inap madunya.''Assalamu'alaikum," ucap Zizah setelah membuka pintu.''Wa'alaikumssalam.''DeghHati Zizah seperti berdenyut nyeri, saat melihat Satria sedang menyuapi Fatma buah. Entah kenapa, hatinya begitu sakit. Tapi itulah konsekuensinya memiliki madu.'Astagfirrullah, Zizah. Kuatkan hatimu. Ingatlah, Mas Satria bukan hanya milikmu seorang.'Dia melangkah setelah menetralkan degup jantungnya, kemudian mencium tangan kedua orang tua F
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm