Umi Khaira mendekat ke arah Azizah. "Nak, kita bicarakan semua ini bersama. Jangan pernah mengatakan hal itu yang nantinya akan membuatmu menyesal."
"Menyesal? BAhkan saat ini hatiku sudah hancur Umi," tuding Azizah sambil menunjuk dadanya."Kita bicarakan semua ini di ruang tamu, biar semuanya clear. Setelah itu terserah kepadamu Nak, mau mengambil keputusan apa. Biarkan kami menjelaskan kenapa kami tidak memberitahukan tentang hubungan antara Fatma dan juga Satria." Abi Haidar berujar, dia mencoba untuk menetralkan suasana yang terlihat sangat tegang.Akhirnya Azizah mau, walaupun sejujurnya hati dia merasa sangat sakit bagaikan diremas-remas seperti ampas kelapa yang sedang diperas santannya.Namun, tiba-tiba saja Fatma kembali pingsan karena dia baru pulang dari rumah sakit namun keadaannya juga belum sepenuhnya pulih.Semua orang menjadi panik, begitu pula dengan Azizah. Apalagi saat melihat hidung Fatma mengeluarkan darah, namun wanita itu mencoba untuk diam hingga akhirnya Satria memanggil dokter ke rumah untuk memeriksa keadaan istrinya..."Bagaimana keadaan anak saya, Dok?'' tanya Umi dengan cemas.Terlihat Dokter yang di tapsir umur 40 tahun itu, menghela nafasnya panjang..''Keadaannya semakin buruk, Nyonya. Ibu Fatma keadaannya semakin melemah, bahkan terapinya selama ini tak berpengaruh,'' jelas dokter itu dengan wajah pasrah.''Huhuu ... Bi, anak kita Bi ...'' Umi menangis sejadi jadinya, memeluk tubuh suaminya dengan erat.''Tenang Mi! Kita hanya bisa berdo'a saja saat ini,'' jelas Abi dengan suara purau.'Sebenarnya ada apa ini? Mbak Fatma sebenarnya menderita penyakit apa?' batin Azizah tak mengerti.Azizah melihat madunya terbaring lemah dengan wajah pucat, dan infus di tangannya. Hati Azizah miris melihat keadaan Fatma saat ini. Walaupun dia sakit, tapi Azizah masih mempunyai hati yang tulus. Melihat keadaan Fatma membuat Hawa prihatin.Satria duduk di kursi di sebelah Fatma. Dia menggenggam tangan kurus itu, lalu mengecupnya dengan pelan. Fatma tersenyum saat Satria mengecup tangannya. Tapi, Fatma juga sadar jika di hati Satria tak ada namanya.Fatma melihat Azizah berdiri di pojokan, lalu menggerakan tangannya agar Zizah mendekat. Melihat Fatma memintanya mendekat, Zizah pun terpaksa melangkahkan kakinya ke arah sepasang suami istri tersebut.''Zizah, aku tau kamu sakit dan kecewa," lirih Fatma dengan lemah.''Fatma, jangan di paksakan ya. Kamu istirahat saja,'' ucap Satria cemas.Dia tak tega melihat Fatma berbicara dengan suara yang begitu lemah. Tapi Fatma menggelengkan kepalanya, mengatakan jika dia tidak papa. Kemudian Fatma meraih tangan Zizah, dan menggenggamnya.''Zizah, hati perempuan mana yang tak sakit ketika suaminya menikah kembali? Aku sakit, Zah, sangat sakit. Tapi, itu semua juga harus ku tanggung. Sebab aku yang meminta Mas Satria menikah kembali." Fatma sejenak menjeda ucapannya.'' Zah, sudah 5 bulan terakhir aku meminta Mas Satria untuk menikah kembali, tapi dia selalu menolaknya. Dan aku hanya ingin ada yang mengurusnya saat aku sudah tiada nanti," tuturnya dengan lemah, "kami menikah bukan karena cinta. Tapi karena perjodohan. Tapi Mas Satria selalu memperlakukan ku dengan baik, walau ku tahu jika di hatinya tak pernah ada cinta untuku. Dan aku berharap Mas Satria bisa membuka hatinya untukmu." Fatma menatap Satria dengan senyuman manisnya.Azizah tak kuasa menahan air matanya kembali.''Sayang, maafkan Mas. Mas selalu berusaha mencintaimu, tapi, Mas juga gak mengerti dengan hati ini.'' sesal Satria.Fatma tersenyum pada suaminya. "Kamu gak salah Mas, hati memang tak bisa di paksakan," ucap Fatma.''Lalu, kenapa Mbak rela meminta Mas Satria untuk menikah kembali?'' tanya Zizah sambil mengusap air matanya.Fatma tersenyum pada madunya. "Kamu lihat aku sekarang kan, Zah? Aku di vonis terkena penyakit kanker rahim stadium 4. Dan waktuku tak banyak lagi, Zah. Aku hanya ingin, Mas Satria ada yang menjaga dan melayaninya, saat aku tak lagi di sisinya. Aku juga ingin melihatnya mempunyai keturunan."Mata Azizah melotot tak percaya, dia tak menyangka jika perempuan di hadapannya itu sedang menderita sakit keras.''Maafkan aku, Mbak. Aku tidak--"''Kamu tak perlu minta maaf, Zah. Aku senang karena kamu yang menjadi istri Mas Satria, sekaligus adik maduku. Aku hanya minta kepadamu, Zah, tolong jangan berpisah dari Mas Satria!" pinta Fatma.''A-aku ...'' Azizah terlihat bimbang.''Anggaplah ini sebagai permintaan terakhirku padamu, Zah. Aku mohon jangan berpisah! Di sisa waktuku ini, aku mau kita akur sebagai istri Mas Satria. Memang tidak akan mudah, aku tahu itu. Tapi kumohon Zah, aku ingin kita tidak menyakiti dan dendam satu sama lain. Aku ingin kita sebagai Adik dan Kakak.'' pinta Fatma dengan suara lirihnya.Azizah menangis tersedu-sedu. Dia tak menyangka jika Fatma begitu baik, dan begitu kuat. Hatinya begitu suci seperti sutera. Seketika Zizah memeluk tubuh kurus itu, dan Fatma mengusap kepala Zizah dengan senyum manisnya.''Kenapa Mbak begitu mulia? Jika aku ada di posisi Mbak, aku pasti tak akan sanggup,'' lirih Zizah.''Kamu tahu, Zah? Aku yakin, jika Allah sudah memilihkan kamu untuk bersama Mas Satria."Azizah semakin terisak dengan ucapan Fatma. Kemudian Satria berdiri dan memeluk Zizah untuk pertama kalinya.''Maafkan aku juga, Zah, jika aku tak jujur padamu,'' sesal Satria.''Berjanjilah Mbak! Mbak akan sehat. Aku akan membantu Mbak sebagai adik," ujar Zizah mencoba berdamai.Tadinya ia marah, tapi saat melihat keadaan Fatma, dan melihat kemuliaan wanita itu. Azizah mencoba untuk berdamai dengan keadaan walau sakit dan berat.Umi yang mendengar ucapan Zizah, segera menghambur memeluknya. Dia terharu karena Zizah mau menerima kenyataan yang begitu pahit.''Terima kasih Nak, dan maafkan kami,'' ujar Umi.''Aku memang sakit Mi, tapi benar kata Mbak Fatma. Allah itu maha adil, dan aku yakin jika semua sudah di atur oleh Allah,'' jelas Zizah.''Masya Allah! Umi bahagia, Nak. Umi mau kamu anggap umi sebagai ibu kamu juga?'' Zizah menatap Satria yang saat ini juga melihatnya.Entah kenapa, Zizah seperti pernah melihat wajah Satria, dan nama pria itu tidak asing. Tapi Zizah lupa dimana dan siapa. Tetapi, tatapan Satria mengingatkan dia pada seseorang.Suasana di sana terasa penuh haru, semua sudah lega karena Zizah mau memaafkan Satria dan Fatma. Dan Zizah mau menerima keadaaan Fatma.'Aku memang sakit, tapi melihat keteguhan. Dan kemuliaan hati Mbak Fatma menyadarkan aku, jika hidup ini tak sepenuhnya sesuai apa yang kita mau. Aku sangat kagum padanya, dia mau menerimaku sebagai adik madunya. Padahal aku tahu hatinya pun pasti sakit. Tapi melihat keadaannya sekarang, membuatku tak tega. Dia harus mengorbankan cintanya untuk di bagi dengan wanita lain, yaitu diriku. Jika Mbak Fatma saja bisa menerimaku dengan lapang dada dan ikhlas, maka aku pun harus begitu. Aku tak mau menyakitinya di saat terakhirnya.'Satria mengantar Zizah ke kamar setelah Fatma istirahat.''Mas, nanti malam kamu tidur bersama dengan mbak Fatma ya!" pinta Zizah. Dia menundukkan kepalanya karena sangat segan menatap Satria.''Gapapa Zah, aku malam ini akan tidur dengan kamu." Azizah langsung menatap Satria dengan mata membulat. Kemudian Satria menggenggam tangan Zizah. "Maaf jika aku sudah jahat. Aku akan mencoba adil."Azizah semakin menatap lekat pada pria yang menjadi suaminya itu. Entah kenapa tatapan Satria mampu membuat jantung berdebar kencang."Kenapa debaran ini sama, ya?" batin Zizah."Boleh aku membuka cadarmu?" tanya Satria. Dia sangat penasaran dengan wajah istri keduanya itu.Fatma mengangguk dengan kepala menunduk, dan dengan perlahan tangan Satria mulai membuka kain hitam itu.BERSAMBUNG.....DEGH!Jantung Satria seketika berdetak kencang saat dia sudah berhasil membuka cadar milik Azizah. Mata pria itu membulat dengan saliva yang beberapa kali diteguk.Bukan terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh istri keduanya itu, akan tetapi yang membuat Satria sangat kaget adalah ... karena Azizah mantan kekasihnya sewaktu SMA dulu. Bahkan sampai saat ini wanita itu masih bersemayam di hatinya tanpa tergantikan oleh siapapun termasuk Fatma."Azizah. Jadi kamu Habibah?"Mendengar perkataan Satria, Azizah langsung mengangkat wajahnya dan menatap lekat ke arah pria itu. "Ba-bagaimana kamu tahu sebutan nama itu?" tanya Azizah dengan gugup.Nama Habibah adalah panggilan kesayangan dari seorang pria yang selama ini ia cintai, bahkan selama ini tidak pernah ia lupakan, walaupun sudah beberapa tahun silam mereka tidak bertemu."Jadi benar, kamu Habibah?"Azizah tidak menjawab, dia menatap lekat ke arah Satria. "Apa kamu Kak Tama?" kaget Azizah dengan tatapan membulat.Keduanya sama-sa
"Mbak Fatma!" kaget Zizah."Fatma!"Jantung keduanya berdetak kencang saat melihat Fatma yang sedang berdiri di ambang pintu kamar Azizah. Jujur saja ada raut ketakutan di hati Satria, karena melihat kondisi Fatma yang saat ini sedang drop, dan dia takut jika kenyataan yang didengarnya malah akan membuat Fatma semakin sakit."Jadi kalian adalah sepasang kekasih di masa lalu?" Fatma bertanya sambil berjalan dengan perlahan, dan melihat itu Satria langsung membantunya dan memapahnya hingga duduk di tepi ranjang, tepatnya di sebelah Azizah."Itu hanyalah masa lalu, Mbak." Azizah menundukkan kepalanya.Terdengar helaan nafas yang begitu berat dari Fatma, namun seketika wanita itu mengukir senyum di wajah pucatnya. Dia menggenggam tangan Azizah dan menatapnya dengan lekat."Aku sangat bahagia dan sangat senang karena ternyata Mas Satria mencintaimu. Itu artinya, dia tidak perlu beradaptasi kembali. Sekarang aku tahu jawabannya kenapa Mas Satria tidak pernah bisa membuka hatinya untukku, it
Malam ini hujan mengguyur begitu deras. Fatma tengah duduk bersender di ranjang, sedangkan Jam menunjukkan pukul 23.00 malam.Wanita itu memejamkan matanya, menghela nafas dengan begitu berat, sementara tangannya meremas sprei, karena tahu jika malam ini Satria tengah tidur di kamar Azizah, dan pasti mereka sedang menghabiskan waktu bersama sebagai suami istri."Tidak Fatma. Kamu harus rela, ikhlas, kamu tidak boleh mengeluh karena ini semua adalah keputusanmu." Fatma mencoba untuk menguatkan hatinya.Dia pun membaca doa lalu memejamkan matanya, mencoba untuk tidak memikirkan apa yang tengah terjadi di dalam kamar Azizah, karena pasti hal itu terjadi. Apalagi mengingat jika kedua Insan itu saling mencintai sejak dulu, sudah pasti penyatuan tersebut dipenuhi rasa cinta...Pagi hari Azizah terbangun, dia membantu Umi Khaira dan juga Bi Siti membuat sarapan. Dan melihat menantu keduanya pagi-pagi sudah terbangun membuat Umi Khaira merasa heran, karena dia pikir semalaman pasti Azizah s
Sudah semalaman Fatma berada di rumah sakit, karena keadaannya yang memburuk, membuat wanita itu harus di rawat intensif.''Sayang, Mas balik kerumah sakit ya! Kamu kalau butuh apa apa bilang sama Bi Siti atau telpon Mas,'' ucap Satria setelah mereka selesai shalat dzuhur.Azizah mengangguk, "Terus kapan Mbak Fatma pulang, Mas?'' tanyanya.''Kalau keadaannya sudah jauh lebih baik. Tapi kayaknya dua atau tiga hari lagi di rumah sakit. Sebab keadaannya sangat tak baik.," jelas Satria.Zizah hanya mengangguk paham.''Oh ya Sayang, malam nanti aku pulang telat ya. Aku akan menemani Fatma dulu. Maafkan Mas, ya,"ucapnya sambil menarik Zizah kedalam pelukannya.''Tidak apa, Mas. Mas kan harus adil padaku dan Mbak Fatma. Lagian, saat ini Mbak Fatma lebih membutuhkan Mas," ujar Zizah mulai berdamai dengan hidupnya.''Mas akan usahakan pulang cepat."Kemudian Zizah mengantar suaminya ke depan, dan mobil pun melaju meninggalkan rumah setelah Satria mencium kening sang istri.''Kamu harus ikhlas
Zizah sudah siap dengan gamis monalisa berwarna tosca dengan motif bunga-bunga kecil, di padu dengan pashmina berwaran senada. Dia melangkah turun ke bawah dan memesan ojek onlie.''Non, di jemput sama Tuan?'' tanya Bi Siti.''Nggak Bi, aku naik ojek aja."Dia segera meraih rantang makanannya, dan berlalu ke halaman teras, untuk menunggu ojek online sampai. Setelah menunggu 5 menit tukang ojek pun sampai, dan ia langsung menuju ke rumah sakit.Setelah menempuh perjalanan 15 menit. Zizah sampai di rumah sakit, dan langsung berjalan menuju kamar rawat inap madunya.''Assalamu'alaikum," ucap Zizah setelah membuka pintu.''Wa'alaikumssalam.''DeghHati Zizah seperti berdenyut nyeri, saat melihat Satria sedang menyuapi Fatma buah. Entah kenapa, hatinya begitu sakit. Tapi itulah konsekuensinya memiliki madu.'Astagfirrullah, Zizah. Kuatkan hatimu. Ingatlah, Mas Satria bukan hanya milikmu seorang.'Dia melangkah setelah menetralkan degup jantungnya, kemudian mencium tangan kedua orang tua F
Hari ini Fatma sudah boleh pulang dari rumah sakit, dia duduk di kursi roda dengan di dorong umi. Satria membantu istri pertamanya itu, untuk menaiki mobil. Setelah itu mobil pun melaju keluar dari area rumah sakit menuju rumah.Sedangkan Zizah, saat ini sedang menata makanan di meja. Dia masak banyak siang ini, karena menyambut kepulangan Fatma dari rumah sakit. Hari ini dia memasak cumi asam manis, tumis kangkung saus tiram, udang krispy, sambal pete dan juga ikan bakar. Itu semua dia masak untuk makan siang.''Wah Non, Bibi kok jadi ngiler ya,'' ucap Bi Siti.''Bibi mau? Ambil saja Bik, gak papa,'' jawab Zizah tulus.Bi Siti menggeleng dengan cepat. "Tidak Non, Bibi terakhiran saja."Tak lama terdengar bunyi klakson dan deru mesin mobil. Zizah segera melangkah ke ruang depan untuk menyambut madunya. Tapi sebelum itu, dia menarik napasnya terlebih dahulu.'Bissmillah, hidup baruku akan segera di mulai. Aku harus kuat.'Setelah membuka pintu, dia segera menyalami tangan Satria dengan
Tidak terasa 1 bulan sudah pernikah Zizah dan Satria. Dan 1 bulan sudah, Fatma menjalani rumah tangga dengan berpoligami. 1 bulan juga Zizah tinggal bersama dengan madunya. Dan selama 1 bulan itu, Zizah dan Fatma akur bak Kaka dan Adik. Tak seperti kebanyakan orang, yang di poligami. Jika mereka akan pisah rumah dan tak akur, tapi keduanya malah sebaliknya.Satria begitu beruntung, karena Zizah dan Fatma mau akur, dan membagi kasih sayang 1 sama lain. Mereka tak pernah bertengkar, malah mereka sangat kompak.Seperti kemarin, saat hari libur. Satria mengajak Zizah dan Fatma jalan jalan, dan mereka sangat akrab. Bahkan Satria malah seperti tak di anggap. Terkadang Zizah dan Fatma juga sering jalan ke supermarket hanya untuk belanja kebutuhan rumah.Malam ini ketiganya di undang makan malam oleh Umi kerumahnya. Mereka mengadakan acara makan malam bersama, sebab keluarga dari Uminya datang dari luar kota. Dan Umi meminta Fatma agar Zizah juga ikut serta, sebab Umi sudah menganggap wanita
Hujan turun kian deras mengguyur tubuh di balut hati yang sedang terluka. Zizah tak bergeming sama sekali saat hujan terus membasahi tubuh langsingnya.Satria terus mencari Zizah di bawah guyuran hujan deras, dia mengdarai mobilnya dengan hati yang begitu cemas. Air matanya mengalir deras, saat istri tercintanya tak juga dia temukan. Namun tak lama, dia melihat seseorang sedang duduk di pinggir jalan. Dan dia yakin, jika itu adalah Zizah.''Sayang, Mas mencarimu kemana mana?'' ucap Satria dengan khawatir.Dia memeluk Zizah yang sedang menangis, membantunya berdiri dan berjalan ke arah mobil. Setelah pintu mobil tertutup, Satria langsung membawa sang istri dalam dekapannya. Bahu Zizah terguncang hebat, isakannya begitu pilu.''Maafin Mas, Dek!''Zizah tak menjawab, dia semakin terisak di dekapan suaminya. Hatinya begitu sakit atas perkataan Bi Rahma padanya.''Apa salahku, Mas? Aku tak pernah merebutmu dari Mba Fatma. Jika saja ku tahu, kau sudah beristri, maka aku tak akan mau jadi ya
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm