Malam ini seperti biasanya Fatma tengah membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan wajah yang pucat dan sedikit lemas, hingga tiba-tiba sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dan ternyata itu dari Azizah.(Aku sebentar lagi sama Mas Satria datang ke rumah Mbak ya buat membicarakan perihal masalah tanda yang ada di lehernya Mas Satria waktu itu, katanya dia sudah punya bukti).Fatma membaca itu pun merasa lega, dia tersenyum tipis karena ternyata Satria sudah mempunyai buktinya. "Ya ... aku berharap Mas Satria memabg mempunyai bukti yang akurat, bukan hasil editan atau settingan semata."Dia keluar dari kamar dengan langkah yang perlahan, melihat Uminya sedang membaca buku di ruang tamu bersama dengan Abi."Umi, Abi,sebentar lagi Mas Satria dan Azizah akan ke sini." Fatma duduk di hadapan kedua orang tuanya."Mau ngapain mereka ke sini?" tanya Umi seperti tak suka saat mendengar kedua orang yang selama ini ia tak sukai datang ke rumahnya."Umi ... aku mohon jangan seperti itu! Azizah
"Bukannya seperti itu sayang. Aku hanya tidak mau jika kalian--""Sudah lah Mas, tidak perlu ada lagi yang dibahas. Akuu rasa bukti ini sudah cukup ya kan Mbak? Tapi ingat jika sampai kejadian hal seperti ini terulang lagi, maka aku tidak akan pernah bisa memaafkan kamu lagi Mas!" tegas Azizah.Setelah bercengkrama, Satria dan Azizah pun pamit, bahkan tadi Azizah meminta untuk Fatma kembali ke rumah tetapi wanita itu tetap menolak. Akhirnya mereka pulang dengan tangan kosong karena Fatma masih tidak bisa di pucuk.1 bulan kemudian.Saat ini Fatma baru saja selesai membeli obat di salah satu apotek, dia sengaja tidak diantar oleh Umi dan Abinya karena Fatma ingin belajar mandiri.Namun saat dia akan menyetop sebuah taksi, tiba-tiba satu buah mobil berhenti di hadapannya, setelah itu seseorang turun dari mobil yang ternyata adalah Andre."Kamu sedang apa di sini, Fatma?" tanya Andre."Aku tadi habis beli obat, kamu sendiri?""Tadi habis meeting dari restoran dekat sini. Ya udah, kalau g
"Apa yang salah dengan foto ini?" Fatma mengerutkan keningnya, karena dia merasa saat melihat foto tersebut tidak ada yang salah sama sekali.Dia merasa heran kenapa Satria sebegitu marahnya, bahkan tatapannya begitu sangat tajam, sedangkan Fatma tidak merasa membuat salah apalagi dengan foto tersebut. Namun yang membuatnya semakin heran adalah ... dari mana Satria mendapatkan foto itu, karena dilihat dengan seksama difoto dari sebuah sudut yang entah Fatma pun tidak tahu, seperti diambil secara sembunyi-sembunyi."Dari mana kamu dapat foto itu, Mas?" Fatma menatap dalam ke arah sang suami, sebab Ia merasa penasaran.Bahkan dirinya menduga bahwa Satria saat itu ada di restoran tersebut, tetapi praduganya tertampar oleh sebuah kenyataan saat Satria mengatakan bahwa dia tidak berada di sana."Dari mana aku dapat foto ini ... itu tidak penting. Yang aku tanyakan, kamu terlihat bahagia sekali ya setelah pergi dari rumah? Bahkan kamu tersenyum dengan begitu riangnya bersama dengan pria itu
"Fatma, ayo masuk!" Andre memberhentikan mobilnya di samping Fatma.Wanita itu cukup terkejut karena dia pikir Andre sudah pergi dari sana. "Lho! Kok kamu masih ada di sini, Ndre? Aku pikir tadi kamu sudah pergi.""Mana mungkin aku membiarkan kamu sendirian. Aku khawatir kalau suami kamu bermain tangan atau malah menyakitimu lagi, jadi tadi aku ikuti deh," jujur Andre, "ayo masuk biar aku antar pulang!"Fatma ingin menolak, tapi dia pun sudah sangat kelelahan, akhirnya wanita itu masuk ke dalam mobil milik Andre melaju meninggalkan jalanan yang macet.Sesampainya di rumah, Andre langsung pamit karena masih ada kerjaan, sementara Fatma turun dari mobilnya. Dia cukup senang melihat perhatian Andre kepadanya.'Andai saja Mas Satria seperti Andre sudah pasti aku akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini karena bisa dicintai dengan begitu tulus.' batin Fatma sambil melihat mobil Andre yang semakin menjauh. Namun seketika dia menggelengkan kepalanya saat kenyataan menampar angan
"Apa! Syafiq sedang sakit?" kaget Fatma saat mendapat telepon dari Azizah. "Baik, aku akan segera ke sana.".Setelah telepon terputus, Fatma segera keluar dari kamarnya menggunakan hijab syar'i. Dia mengetuk pintu kamar Umi dan Abinya dengan perasaan khawatir dan juga raut wajah yang benar-benar sangat cemas."Ada apa sih, Nak? Kenapa ngetoknya sampai seperti itu?" ucap Umi saat membuka pintu kamar."Umi, Abi, kita harus segera ke rumahnya Azizah!" paniknya."Memangnya ada apa?" tanya Abi penasaran."Syafiq sedang panas Umi, Abi, dan di sana tidak ada Mas Satria Nisa juga sedang pulang kampung. Ayo kita harus segera ke rumahnya Azizah! Aku takut terjadi apa-apa dengan Syafiq."Terlihat wajah Umi dan Abi sangat kaget, mereka pun segera berlalu menuju mobil untuk ke rumahnya Azizah. Sepanjang perjalanan bahkan tak henti-hentinya Fatma berdoa agar Syafiq baik-baik saja."Gimana bisa Satria tidak ada di rumah? Apakah Azizah tidak meneleponnya?" tanya Abi yang sedang menyetir mobil, karena
Terlihat dokter keluar dari ruangan UGD. Azizah dan Fatma yang melihat itu pun segera menghampirinya dan bertanya tentang keadaannya Syafiq."Bagaimana Dok keadaan Putra saya?" tanya Azizah dengan suara yang purau.Dokter itu hanya diam menatap satu persatu ke arah ke empat orang yang berada di hadapannya terlihat raut wajahnya begitu sendu sangat berat untuk menyampaikan kebenarannya."Dokter, kenapa Anda diam saja? Jawab pertanyaan saya, Dok! Bagaimana dengan Putra saya, dia baik-baik saja kan?" desak Azizah.Entah kenapa dia merasa sesuatu yang buruk telah terjadi, jantungnya seketika berpacu cepat. Rasanya benar-benar tidak enak saat melihat keterdiaman dokter tersebut."Maaf Ibu, saya tidak bisa menyelamatkannya, karena panas anak ibu 39 derajat dan dia sudah tidak terselamatkan saat dibawa ke sini."Bagaikan disambar petir, dunia Azizah runtuh seketika. Tubuhnya terasa begitu lemas hingga dia pun terduduk di lantai dengan tatapan kosong.Hatinya hancur mendengar berita yang beg
"Apa-apaan ini?" teriak Satria sambil membuang ponsel tersebut. Dia menatap kedua istrinya. "Ini tidak benar. Kalian salah paham, aku semalam tidak melakukan apapun dengan Meli.""Berarti kamu tidak menampik, kalau semalam kamu bersamanya, Mas?" Fatma menatap nanar ke arah sang suami."Iya, semalam dia masuk rumah sakit, tapi--" Ucapannya terhenti saat tiba-tiba saja Azizah menampar wajahnya dengan begitu keras.Satria merasa jika pipinya saat ini bengkak, karena sedari siang terus-terusan ditampar oleh Fatma dan juga Azizah."Biarkan aku menjelaskan dulu. Aku sama sekali tidak pernah melakukan hal apapun dengan Meli, ini semua bohong!""Bohong kamu bilang, Mas? Jelas-jelas kamu mengakui bahwa zemalam kamu bersamanya. Lalu sekarang kamu ingin menyangkal itu semua? Ucapanmu dan bukti itu sudah memperkuat semuanya Mas, aku kecewa sama kamu. Entah ini kekecewaan yang ke berapa kali, tapi yang ini jauh lebih sakit Mas." Fatma sampai tak bisa berucap apapun lagi, karena rasa kecewanya yang
Satria membulatkan matanya saat mendengar ucapan Azizah. "Apa yang kamu bicarakan, sayang?""Ceraikan aku, Mas!" pinta Azizah dengan suara bergetar, dadanya sangat sesak saat mengatakan hal tersebut.Seorang wanita mana yang ingin bercerai dengan suaminya. Setiap wanita berharap pernikahan itu hanya satu kali seumur hidup, tetapi selama ini Azizah sudah bertahan namun ternyata dia tidak sekuat Fatma. Apalagi dengan kenyataan di mana Satria berselingkuh dan anaknya juga meninggal."Nggak Pokoknya aku nggak akan pernah ceraikan kamu, Azizah! Aku sangat mencintai kamu, dan aku tidak ingin kehilangan kamu!" tolak tegas Satria."Aku tidak mau tahu, Mas. Pokoknya kamu ceraikan aku sekarang! Aku lelah Mas, selama ini aku sudah bertahan tapi apa? Kamu bahkan tidak pernah berubah, kamu dengan terang-terangan tidur bersama dengan wanita lain. Selama ini aku mencoba bahagia dan legowo, akan tetapi kali ini kesalahanmu tidak bisa ku maafkan. Aku sudah menerima menjadi istri kedua Mas, tapi apaka
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm