Fatma memejamkan matanya sejenak saat mendapat pertanyaan itu dari suaminya, dia menatap miris dan kasihan kepada Satria, tapi hatinya juga terluka."Aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Tapi aku akan pulang ke rumah Abi dan Umi.""Untuk apa lagi kamu memikirkan itu, Fatma? Abi akan tetap mengurus perceraian kamu dengan Satria!" tegas Abi Haidar, "apalagi yang kamu pertahankan dari pria ini? Dia sudah berapa kali menyakiti kamu, dan sekarang gara-gara dia anaknya sendiri meninggal. Memang itu adalah sebuah takdir, tapi kalau saja dia tidak bermalam dengan wanita lain, mungkin saat ini Syafiq masih ada di dunia."Hati Satria bagaikan tertusuk ribuan anak panah saat Abi Haidar mengatakan itu. Dia tidak menjawab dan tidak menampik bahwa dirinya memang salah telah teledor sampai tidak menonaktifkan ponsel."Aku tahu, aku salah Abi. Tapi itu semua tidak ku sengaja, aku--""Lebih mementingkan wanita lain ketimbang anak dan juga istrimu, Satria, jadi apalagi yang perlu kau jelaskan? Walaup
"Sat-Satria, a-pa ya-ng kamu laku-kan? Le-paskan! Uhuuk! Uhuuk!" Meli terbaru saat satria mencekik lehernyaMelihat wanita itu sudah sulit bernafas, Satria segera melepaskan cengkraman yang ada di leher Meli, membiarkan wanita itu meraup udara sebanyak-banyaknya."Kenapa kau sangat jahat kepadaku, Meli? Kenapa kau menghancurkan keluargaku? Kau tahu apa yang kau lakukan itu benar-benar membuatku hancur. Sekarang Azizah pergi meninggalkanku, Fatma juga tidak mau kembali kepadaku. Apa kau sudah puas sudah membuat hidupku hancur!" bentak Satria dengan frustasi.Meli yang mendengar itu tersenyum penuh kemenangan. "Memang itulah yang aku harapkan. Aku ingin mendapatkanmu. Mereka tidaklah cocok untukmu, Satria. Kamu hanyalah untukku! Kamu pantasnya bersanding denganku.""Dasar wanita gila!" maki Satria dengan marah.Dia benar-benar bingung, entah apa yang ada di dalam otak Meli hingga mengorbankan harga dirinya hanya untuk Pria beristri dua."Kamu benar. Aku memang udah gila, gila karena kam
"Lepaskan tanganku, Raf! Biarkan aku masuk." Satria mencoba untuk menerobos kembali ke dalam, tetapi Rafa tidak membiarkan itu.Pria tersebut menarik Satria hingga di parkiran, kemudian dia menampar wajah sahabatnya. "Apa kau sudah gila, hah? Dimana akal sehatmu? Kenapa kau malah masuk ke dalam tempat menjijikan ini? Di mana Satria sahabatku yang dulu?""Satria sahabatmu telah mati seiring dengan kehancuran hidupku. Aku benar-benar putus asa, dan aku kehilangan anakku, lalu apalagi yang harus ku pertahankan? Aku benar-benar frustasi, Raf. Aku benar-benar frustasi!" teriak Satria sambil menjambak rambutnya hingga dia terjongkok di pinggir mobil.Baru pertama kali Rafa melihat sahabatnya se terpuruk ini. Dia tadi tidak sengaja melihat Satria melewati jalanan saat dirinya habis membeli obat di apotek, saat diikuti ternyata Satria berhenti di sebuah bar.Pria itu pun langsung merangkul pundak sahabatnya. "Gue tahu kalau lo baru saja kehilangan Syafiq, tapi tidak seperti ini. Tidak harus l
"Entahlah, Raf, aku memang tidak mencintai Fatma, tapi untuk berpisah dengannya hatiku merasa tak rela, seperti ada rasa kasihan tapi ..." Pria itu lagi-lagi menggantungkan ucapannya, karena memang slSatria tidak pandai untuk menuangkannya dalam sebuah kata.Dia tidak tahu entah itu perasaan kasihan atau perasaan cinta, tapi satu hal yang Satria tahu, bahwa dia tidak bisa untuk berpisah dengan Fatma, terlebih wanita itu sedang sakit keras.Rafa menggelengkan kepalanya saat mendengar jawaban tak pasti dari Satria. "Kau tahu apa yang ada di dalam pikiranku sekarang?" Satria langsung menggelengkan kepalanya, sebab ia bukan cenayang yang bisa membaca pikiran orang lain."Kau sangat jahat! Dan aku merasa miris dengan kehidupan Fatma. Sudahlah ... lepaskan saja, untuk apa kau bertahan dengannya jika hanya karena kasihan? Kau pun tidak tahu hatimu akan berlabuh padanya atau tidak. Dan kau juga tidak tahu bukan, apa kau mencintainya atau hanya sekedar membalas budi kepada kedua orang tuanya.
Selesai membersihkan diri dan shalat Isya, Fatma kembali menelpon Azizah, tapi kali ini nomor ponselnya malah tidak aktif. Wanita itu semakin cemas dengan keadaan Azizah."Yaampun Azizah! Kamu ke mana sih? Setidaknya balas pesanku, angkat teleponku. Walaupun kita sudah tidak menjadi madu lagi, tapi kamu tetaplah adikku, Azizah. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," gumam wanita itu sambil memegangi ponselnya dengan perasaan cemas.Umi mengetuk pintu kamar Fatma, mengajaknya untuk makan. "Kita makan malam dulu yuk! Lalu kamu juga harus minum obat kan?""Tapi Umi, aku dari tadi menghubungi Azizah tapi nomornya tidak aktif. Aku benar-benar khawatir Umi ... aku takut terjadi apa-apa dengan dia?"Umi Khaira menghela nafasnya dengan kasar, dia tidak habis pikir apa yang dipikirkan oleh putrinya itu, kenapa Fatma terus-terusan memikirkan perasaan Azizah, padahal jelas-jelas wanita itulah yang sudah membuat hidupnya menderita."Kenapa sih, yang ada di pikiran kamu itu hanyalah Azizah, Azizah da
"Apa!" kaget Fatma saat mendengar jawaban dari seseorang di seberang telepon.Umi Khaira langsung menatapnya dengan heran, kemudian dia mendekat kembali ke arah putrinya."Ada apa sayang?" bisiknya."Umi, kita harus segera ke rumah sakit. Azizah kecelakaan," jawab Fatma dengan wajah yang begitu panik."Innalillahi! Ya sudah, kalau gitu kita ke rumah sakit sekarang!" Mereka pun langsung bergegas memberitahu Abi dan naik ke dalam mobil untuk menuju ke rumah sakit di mana tempat Azizah dan kedua orang tuanya di bawa."Bagaimana bisa Fatma, Azizah kecelakaan?" tanya Abi saat sudah berada di jalan."Aku juga tidak tahu Abi, tadi pihak rumah sakit yang menelpon menemukan panggilan terakhir di ponselnya Azizah. Katanya mereka mengalami kecelakaan. Ya Allah, aku takut terjadi apa-apa sama dia, Abi." Fatma bener-bener tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.Walau bagaimanapun mereka pernah tinggal bersama, berbagi kasih sayang dan melewati suka duka, hingga saat sampai di rumah sakit Fatma lang
"Azizah, kamu yang sabar ya. Ayah dan ibu kamu ... mereka ..." Fatma benar-benar tak kuasa untuk menyampaikan kabar duka tersebut kepada Azizah.Melihat Fatma yang tak bisa meneruskan ucapannya, Azizah yakin jika telah terjadi sesuatu kepada kedua orang tuanya. "Mereka kenapa Mbak? Jawab!""Mereka telah tiada akibat kecelakaan itu dan mereka juga sudah dikebumikan." Fatma menundukkan kepalanya dengan suara yang lirih.Benar saja dugaannya, Azizah sangat syok, bahkan dia seketika langsung sesak nafas membuat Fatma akhirnya memanggil Rafa dan memeriksa keadaannya."Nggak mungkin! Ayah dan Ibu nggak mungkin ninggalin aku, Mbak! Tidaaak!" teriak Azizah dengan histeris hingga dia pun kembali tak sadarkan diri.Fatma benar-benar sedih dibuatnya, dia tahu kesedihan yang begitu dalam dialami oleh Azizah, tapi apa yang bisa mereka perbuat selain ikhlas dan berdoa."Fatma," panggil Umi saat masuk ke dalam ruangan tersebut. "Bagaimana? Apa Azizah sudah sadar? Ini, Umi juga bawakan kamu baju g
"Andre!" kaget Fatma, dia langsung melepaskan tangan pria itu di lengannya. "Kamu kok ada di sini?""Aku ke rumah kamu, tapi kata Abi kamu nggak ada. Aku nanya, Abi malah nggak jawab, seperti menyembunyikan gitu ... jadi terpaksa deh aku ikutin Abi." Andre menggaruk lehernya yang tidak gatal.Fatma hanya menggelengkan kepala saat mendengar jawaban dari pria itu. Satu kata yang pantas untuk Andre, yaitu 'nekat."Kamu ini ada-ada saja, kalau Abi tahu bisa dijewer telinga kamu.""Nggak papa deh di jewer, demi mendapatkan kamu, digantung pun aku mau," kelakar Andre namun ucapannya terkesan sangat serius.Senyum Fatma seketika memudar, namun hatinya bergetar seperti ada sesuatu yang terasa hangat saat mendengar itu. "Aku mau ke kantin dulu, mau beli cemilan sama jus." Dia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, lebih tepatnya mengalihkan perasaan."Kalau begitu aku antar ya." Fatma menggelengkan kepalanya, dia ingin menolak tetapi Andre terus saja memaksa, hingga akhirnya wanita itu pun tid
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm