"Entahlah, Raf, aku memang tidak mencintai Fatma, tapi untuk berpisah dengannya hatiku merasa tak rela, seperti ada rasa kasihan tapi ..." Pria itu lagi-lagi menggantungkan ucapannya, karena memang slSatria tidak pandai untuk menuangkannya dalam sebuah kata.Dia tidak tahu entah itu perasaan kasihan atau perasaan cinta, tapi satu hal yang Satria tahu, bahwa dia tidak bisa untuk berpisah dengan Fatma, terlebih wanita itu sedang sakit keras.Rafa menggelengkan kepalanya saat mendengar jawaban tak pasti dari Satria. "Kau tahu apa yang ada di dalam pikiranku sekarang?" Satria langsung menggelengkan kepalanya, sebab ia bukan cenayang yang bisa membaca pikiran orang lain."Kau sangat jahat! Dan aku merasa miris dengan kehidupan Fatma. Sudahlah ... lepaskan saja, untuk apa kau bertahan dengannya jika hanya karena kasihan? Kau pun tidak tahu hatimu akan berlabuh padanya atau tidak. Dan kau juga tidak tahu bukan, apa kau mencintainya atau hanya sekedar membalas budi kepada kedua orang tuanya.
Selesai membersihkan diri dan shalat Isya, Fatma kembali menelpon Azizah, tapi kali ini nomor ponselnya malah tidak aktif. Wanita itu semakin cemas dengan keadaan Azizah."Yaampun Azizah! Kamu ke mana sih? Setidaknya balas pesanku, angkat teleponku. Walaupun kita sudah tidak menjadi madu lagi, tapi kamu tetaplah adikku, Azizah. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu," gumam wanita itu sambil memegangi ponselnya dengan perasaan cemas.Umi mengetuk pintu kamar Fatma, mengajaknya untuk makan. "Kita makan malam dulu yuk! Lalu kamu juga harus minum obat kan?""Tapi Umi, aku dari tadi menghubungi Azizah tapi nomornya tidak aktif. Aku benar-benar khawatir Umi ... aku takut terjadi apa-apa dengan dia?"Umi Khaira menghela nafasnya dengan kasar, dia tidak habis pikir apa yang dipikirkan oleh putrinya itu, kenapa Fatma terus-terusan memikirkan perasaan Azizah, padahal jelas-jelas wanita itulah yang sudah membuat hidupnya menderita."Kenapa sih, yang ada di pikiran kamu itu hanyalah Azizah, Azizah da
"Apa!" kaget Fatma saat mendengar jawaban dari seseorang di seberang telepon.Umi Khaira langsung menatapnya dengan heran, kemudian dia mendekat kembali ke arah putrinya."Ada apa sayang?" bisiknya."Umi, kita harus segera ke rumah sakit. Azizah kecelakaan," jawab Fatma dengan wajah yang begitu panik."Innalillahi! Ya sudah, kalau gitu kita ke rumah sakit sekarang!" Mereka pun langsung bergegas memberitahu Abi dan naik ke dalam mobil untuk menuju ke rumah sakit di mana tempat Azizah dan kedua orang tuanya di bawa."Bagaimana bisa Fatma, Azizah kecelakaan?" tanya Abi saat sudah berada di jalan."Aku juga tidak tahu Abi, tadi pihak rumah sakit yang menelpon menemukan panggilan terakhir di ponselnya Azizah. Katanya mereka mengalami kecelakaan. Ya Allah, aku takut terjadi apa-apa sama dia, Abi." Fatma bener-bener tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.Walau bagaimanapun mereka pernah tinggal bersama, berbagi kasih sayang dan melewati suka duka, hingga saat sampai di rumah sakit Fatma lang
"Azizah, kamu yang sabar ya. Ayah dan ibu kamu ... mereka ..." Fatma benar-benar tak kuasa untuk menyampaikan kabar duka tersebut kepada Azizah.Melihat Fatma yang tak bisa meneruskan ucapannya, Azizah yakin jika telah terjadi sesuatu kepada kedua orang tuanya. "Mereka kenapa Mbak? Jawab!""Mereka telah tiada akibat kecelakaan itu dan mereka juga sudah dikebumikan." Fatma menundukkan kepalanya dengan suara yang lirih.Benar saja dugaannya, Azizah sangat syok, bahkan dia seketika langsung sesak nafas membuat Fatma akhirnya memanggil Rafa dan memeriksa keadaannya."Nggak mungkin! Ayah dan Ibu nggak mungkin ninggalin aku, Mbak! Tidaaak!" teriak Azizah dengan histeris hingga dia pun kembali tak sadarkan diri.Fatma benar-benar sedih dibuatnya, dia tahu kesedihan yang begitu dalam dialami oleh Azizah, tapi apa yang bisa mereka perbuat selain ikhlas dan berdoa."Fatma," panggil Umi saat masuk ke dalam ruangan tersebut. "Bagaimana? Apa Azizah sudah sadar? Ini, Umi juga bawakan kamu baju g
"Andre!" kaget Fatma, dia langsung melepaskan tangan pria itu di lengannya. "Kamu kok ada di sini?""Aku ke rumah kamu, tapi kata Abi kamu nggak ada. Aku nanya, Abi malah nggak jawab, seperti menyembunyikan gitu ... jadi terpaksa deh aku ikutin Abi." Andre menggaruk lehernya yang tidak gatal.Fatma hanya menggelengkan kepala saat mendengar jawaban dari pria itu. Satu kata yang pantas untuk Andre, yaitu 'nekat."Kamu ini ada-ada saja, kalau Abi tahu bisa dijewer telinga kamu.""Nggak papa deh di jewer, demi mendapatkan kamu, digantung pun aku mau," kelakar Andre namun ucapannya terkesan sangat serius.Senyum Fatma seketika memudar, namun hatinya bergetar seperti ada sesuatu yang terasa hangat saat mendengar itu. "Aku mau ke kantin dulu, mau beli cemilan sama jus." Dia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, lebih tepatnya mengalihkan perasaan."Kalau begitu aku antar ya." Fatma menggelengkan kepalanya, dia ingin menolak tetapi Andre terus saja memaksa, hingga akhirnya wanita itu pun tid
Setelah menjaga Azizah kurang lebih 4 harian di Rumah Sakit, Fatma kembali ke rumah karena Umi sudah tak mengizinkannya lagi sebab kasihan melihatnya harus kelelahan dan kurang tidur."Fatma! Ke sini, Abi ingin bicara." Fatma berjalan dan duduk di samping Abinya. "Ada apa, Bi?" tanyanya dengan bingung."Kemarin Satria ke sini, dia ingin berbicara empat mata dengan kamu berdua saja membicarakan perihal rumah tangga kalian, apakah kamu mau?""Maaf Bi, untuk sekarang Fatma belum bisa. Jujur saja masih ada rasa sakit saat mengingat mas Satria tidur bersama dengan wanita lain. Entah itu benar ataupun tidak, tapi cukup menyakitkan di hati ini Bi, jadi sampaikan pada mas Satria kalau Fatma belum bisa bertemu dengannya."Setelah memberikan jawabannya, Fatma kembali ke kamar untuk istirahat. Dia termenung sambil menatap langit-langit kamarnya, dia pun tak ingin rumah tangganya seperti itu bersama dengan Satria, tapi rasa sakit itu masih jelas terasa hingga membuatnya tak sanggup jika harus men
"Aku minta maaf jika tempat ini mengingatkan kamu pada sebuah rasa sakit yang sudah kutoreh kan. Tapi aku ingin berbicara dengan kamu berdua saja Fatma."Wanita itu tidak menghiraukan ucapan Satria, tatapannya masih lurus tanpa memandang ke arah pria yang berada di sampingnya."Aku tahu mungkin kamu sangat marah kepadaku. Aku tahu kamu masih sangat kecewa kepadaku tapi sumpah demi Allah, aku tidak pernah melakukan hal itu dengan Meli." Seketika membuat Fatma menoleh ke arahnya saat satria mengatakan nama Tuhan."Kamu bersumpah atas nama Tuhan, Mas? Apa kamu tidak takut dengan karma yang akan kamu dapat?""Tidak." geleng Satria dengan tegas, "aku tidak takut, sebab aku tidak pernah melakukan itu. Untuk apa aku takut? Allah saja Maha Tahu." dia menggenggam tangan Fatma, "aku mohon, jangan pernah meninggalkan aku. Aku tahu mungkin aku tak pernah bisa membahagiakan kamu, tapi mulai dari sekarang aku akan mencoba.""Mencoba dan mencoba terus yang kamu bilang dari dulu, Mas." Fatma memejam
Sesampainya di rumah kedua orang tua Fatma, Satria segera mengetuk pintu dan yang membukanya adalah Umi. "Mau ngapain lagi kamu kesini?""Saya mau bertemu dengan Fatma. Ada hal penting yang ingin saya tanyakan, Umi.""Tapi--" Ucapan Umi terhenti saat Satria masuk begitu saja tanpa diizinkan, dia berteriak memanggil nama istrinya."Fatma, di mana kamu? Fatma keluar! Aku ingin bicara. Fatma!"Umi segera menarik tangan Satria dengan kasar. "Kamu ini apa-apaan? Tidak sopan sekali ya. Di mana attitude kamu, masuk ke dalam rumah orang bukannya assalamualaikum, permisi. Tanpa diizinkan kamu nyelonong begitu saja!" Umi begitu sangat marah dia sampai berbicara tidak ada remnya."Maaf Umi, jika saya harus melanggar, tetapi ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Fatma."Tak lama wanita itu keluar dari kamar dengan wajah yang pucat. "Ada apa, Mas?" tanya Fatma dengan lirih, "Kenapa kamu berteriak-teriak di rumah kedua orang tuaku?""Aku ingin berbicara dengan kamu." Fatma dapat melihat