"Satria, kamu mau ke cafe kan?" tanya Meli saat Satria akan beranjak."Iya," jawabnya dengan datar."Kalau begitu, bareng yuk! Kebetulan aku juga mau ke cafe nih." Mendengar hal itu Satria seketika menatap ke arah kedua istrinya, akan tetapi Fatma cuek. Sementara Azizah hanya diam karena dia bingung harus menanggapinya seperti apa."Tapi--""Ayolah! Kita ini kan satu Cafe. Aku manajer di sana, lagi pula kamu nggak mau kan karyawanmu ini terlambat masuk kerja?""Okelah," jawabnya dengan pasrah. "Ayo! Sayang, aku berangkat ke cafe dulu ya." Satria mengecup kening Azizah dan juga Fatma bergantian, kemudian kedua wanita itu pun mencium tangannya.Melli tersenyum senang, dia masuk ke dalam mobil milik Satria dan duduk di sampingnya. "Sepertinya kamu sedang ada perang dingin ya dengan istrimu?""Maksudnya?" Satria menoleh sekilas ke arah Meli."Entahlah ... mungkin ini hanya perasaanku atau memang benar. Tapi melihat dari gelagat istri pertamamu itu, dia seperti sedang mencueki dirimu? Atau
Biasanya Abi Haidar terkenal sangat dingin dalam menyikapi sebuah masalah, tapi kali ini dia benar-benar sudah tidak bisa menahan emosinya, karena perkataan Satria selalu saja menghancurkan batin putri kesayangannya."Kamu tahu isi di dalam paket itu apa? Bisa tidak kamu itu menganalisanya terlebih dahulu sebelum kamu membantingnya, Satria!" tegas Abi Haidar dengan tatapan tajamnya.Terlihat sebuah cairan dari dalam paket tersebut seperti jamu, membuat Satria seketika menatap ke arah Abi Haidar dengan penasaran."Lihatlah!" tunjuknya pada paket tersebut, "kamu sudah menghancurkan obat pesanan Abi untuk Fatma. Itu bukanlah paket dari orang misterius, Satria, tapi abi sendiri yang memesannya dari sahabat Abi untuk kesembuhan Fatma Kamu tahu tidak!" bentak abi Haidar.Satria yang mendengar itu pun tersentak kaget, dia menatap bersalah ke arah ayah mertuanya. "Maafkan Satria, Abi. Satria tidak tahu jika--""Sudahlah. Kamu memang selalu bertindak tanpa berpikir dahulu, itu sudah menjadi k
Mereka sampai di suatu tempat yang tak lain adalah sebuah restoran di pinggir pantai. Fatma cukup tercengang karena Satria baru pertama kali ini mengajaknya dinner, kemudian mereka duduk di tempat yang sudah disediakan oleh pelayan."Jadi kamu ngajak aku dinner?" tanya Fatma sambil menatap lekat ke arah pria yang berada di hadapannya"Iya, benar sekali," jawab Satria. Kemudian dia memberikan satu buket bunga mawar berwarna pink kepada istrinya, membuat Fatma semakin terpaku dengan sikap romantis Satria."Aku minta maaf jika selama ini aku selalu menyakiti hatimu, menyakiti batinmu, tapi sejujurnya itu bukan keinginanku dan itu bukan maksudku. Jadi aku berharap ... setelah malam Ini hubungan kita akan kembali seperti dulu," ucap Satria sambil menatap lekat ke arah Fatma.Fatma dapat melihat raut penyesalan di wajah suaminya, namun entah kenapa dia pun merasa aneh dengan perasaannya. Tidak ada lagi rasa bahagia dan cintanya pada Satria saat pria itu berlaku romantis. Dia baru sadar bahw
"Kamu tidak apa-apa?" tanya seorang pria yang baru saja ditabrak oleh Fatma."Ya, aku tidak apa-apa. Kamu di sini juga?" Fatma berkata sambil menghapus air matanya."Oh ... jadi kamu berani melawanku dan kamu berani berkata seperti tadi, itu karena kamu sudah mempunyai hubungan sama dia?" tuduh Satria sambil menepuk tangannya. "Ternyata benar ya adugaanku selama ini .. ternyata kamu sudah berselingkuh di belakangku. Iya Fatma!" bentak Satria dengan marah.Fatma tentu saja menggeleng dengan tegas, karena tuduhan Satria tidak pada dasarnya. "Lagi-lagi kamu menuduh aku selingkuh, Mas? Aku dan dia tidak sengaja bertemu di sini.""Hahaha! Fatma ... Fatma ... kau pikir aku ini anak kecil yang gampang kau bodohi? Sayangnya aku bukan bocah ingusan yang terbuai oleh mulut manismu. Kau pura-pura terdzalimi, ternyata kau wanita playing victim!" sentak Satria dengan sorot mata yang tajam."Cukup!" ujar seorang pria yang berada di hadapan Fatma yang tak lain adalah Andre. "Apa begini caramu mempe
"Looh ... kita mau ngapain ke sini?" tanya Fatma saat melihat Andre membawanya ke suatu tempat yang tak lain adalah supermarket."Kamu diam di sini dulu yah!" ucap Andre, kemudian dia membuka sabuk pengamannya lalu turun dari mobil.Fatma tidak menjawab, terdengar helaan nafas yang begitu berat dari mulut wanita itu. Dia menatap lurus ke arah depan tetapi pikirannya saat ini sedang kosongDia memikirkan tentang rumah tangganya bersama dengan Satria, tanpa terasa air matanya kembali menetes. Ada alasannya dia bertahan. Dia pun menyadari penderitaan itu, karena semakin hari batinny semakin tersiksa. Tapi Fatma tidak bisa ingkar, karena konsekuensi yang harus dia tanggung.'Ya Allah, apakah aku harus mundur? Apakah aku harus mengingkari nazar ini? Tapi aku tidak bisa, sebab aku sudah bernazar atas namaMu. Sungguh aku di ambang kebimbangan ya Allah.' batin Fatma sambil memejamkan matanya.Terdengar suara pintu mobil terbuka, kemudian terlihat Andre menyodorkan satu buah es krim membuat F
Seketika umi Khaira mendaratkan tamparan nya di wajah Satria, wanita itu tidak terima jika Satria menghina Fatma dengan begitu keji."Jaga bicara kamu ya Satria! Begini cara bicara kamu kepada istrimu, hah?! Fatma wanita baik-baik. Umi dan Abi mendidik dia dengan agama, bukan peringai pelakor!" teriak Umi dengan dada bergemuruh."Lha. Apa yang kukatakan itu benar, Umi. Emangnya Umi tidak lihat dia pulang larut malam bersama dengan pria lain, dan--""Dan itu semua karena kamu," ucap abi Haidear dengan nada dinginnya. "Dia tidak mungkin pulang bersama orang lain, jika suaminya dapat menghargai dirinya." Tanpa berkata apapun, Fatma langsung menuju kamarnya kemudian dia mengemasi barang-barangnya dan keluar dengan satu buah kover di tangannya, membuat semua orang tercengang tetapi tidak umi dan abi. Mereka tahu jika Fatma sudah lelah, maka jalan itu satu-satunya."Aku menikah dengan kamu karena nazar ku, Mas, bukan hanya karena perjodohan kita saja. Aku tidak pernah meminta cinta darimu
Fatma menelungkupkan tubuhnya di atas ranjang sambil menangis. Kali ini rasanya benar-benar amat sangat sesak, seperti ada batu besar yang menghimpitnya sehingga dia kesusahan untuk bernafas.Tak pernah Fatma merasakan sakit yang begitu dalam seperti sekarang, bahkan rasa sakit ini melebihi sakit di mana saat mengetahui Satria mencintai Azizah.Umi dan Abi saling berpandangan di ambang pintu, kemudian mereka pun mendekat lalu Umi mengusap punggung Fatma. Merasakan itu dia pun langsung terbangun dan memeluk tubuh Uminya sambil menangis tersedu-sedu."Kenapa, Umi? Kenapa Mas Satria begitu jahat kepadaku? Aku sudah sangat berkorban untuknya, tapi apa, Umi? Dia sama sekali tak pernah menghargaiku. Aku harus bagaimana, Umi? Aku tidak bisa lepas darinya, tapi aku sungguh tersiksa jika bersamanya.""Lepaskan dia!" ucap Umi membuat Fatma seketika melepaskan pelukannya."Tapi Umi, bagaimana dengan nazarku?"Umi terlihat memejamkan matanya sambil menghela nafas dengan berat. Dia menatap lekat
Nisa yang sejak kemarin hanya diam saja melihat percocokan antara rumah tangga sahabatnya, kali ini dia tidak bisa tinggal diam. Wanita itu pun menatap dingin ke arah Satria."Apa yang dikatakan oleh Azizah itu benar, Satria. Kamu ini seperti seorang pria yang badjingan, di mana telah menyakiti hati seorang wanita dan dia adalah istrimu, tapi kamu tidak merasa bersalah sedikitpun? Wajahmu masih terlihat sangat enteng setelah ucapanmu semalam. Satria ... Satria ..." Nisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum mengejek. "Kalau kamu berpikir Fatma akan kembali memaafkanmu, pikiranmu itu salah besar! Wanita seperti Fatma juga punya batas kesabaran Satria. Dia mungkin kemarin-kemarin masih sabar, masih bertahan dengan rasa sakitnya, tapi lama-lama wanita juga akan berpikir ulang, apalagi Fatma mendiagnosa penyakit yang begitu mematikan. Apakah dia akan menyia-nyiakan hidupnya hanya untuk rasa sakit saja? Apakah dia tidak akan menggapai kebahagiaan di sisa hidupnya?" Nisa terkekeh kecil k
"Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap
"Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora
Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat
"Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya
"Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes
"Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di
Sesuai dengan permintaan Vano, Caca membawanya berkeliling tempat-tempat yang menurutnya menyenangkan sekaligus sangat indah jika di malam hari.Setelah jam menunjukkan pukul 23.30 malam, Vano mengajak Caca untuk pulang. Walaupun sebenarnya dia tidak ingin, tetapi kasihan melihat wanita itu yang sepertinya sudah mengantuk."Oh ya, nanti aku mau kau mengajakku di saat siang hari.""Hah? Siang hari, Pak? Tapi kan siang-siang itu waktunya bekerja, jadi mana mungkin bisa?"PLETAK!"Kamu itu bodoh sekali." Vano menyentil kening Caca, membuat wanita itu merengut. "Libur kerja kan bisa. Memangnya selama 7 hari itu nonstop bekerja? Hari Minggu bukannya libur?""Iya, tapi nggak usah nyentil kening saya juga Pak! Jidat saya ini nggak jenong," sungut Caca dengan bibir yang sudah maju 5 cm.Vano benar-benar gemas, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Caca tapi ditahannya. 'Wanita ini benar-benar sangat menarik. Baru kali ini aku merasa gemas kepada lawan jenis. Biasanya wanita secantik apapun ti
Caca membalik tubuhnya, seketika cengiran kuda pun ia tampilkan di wajah imutnya. "Eh ... Pak Vano.""Apa kamu bilang tadi? Kamu mau bejek saya? Emang kamu pikir saya perkedel?" Pria itu menaruh kedua tangan di atas pinggang sambil menatap tajam ke arah Caca."Hah? Bejek? Ti-tidak Pak. Bapak salah denger kali. Mungkin telinga Bapak belum dikorek selama satu bulan.""Jadi, secara tidak langsung kamu mengatakan kalau saya ini jorok? Iya!" sentaknya dengan kesal."Tidak Pak. Siapa juga yang berkata seperti itu. Kalau begitu saya duluan ya Pak, permisi!" Caca segera berlari tanpa menunggu jawaban dari Vano, dia masuk ke dalam lift dengan dada yang sudah berdebar kencang."Astaga Caca! Hampir aja kepalamu kena jitak. Masih mending kalau dia cuma menjitak, coba kalau dia memecat diriku? Dari mana lagi aku harus dapat uang sebanyak itu untuk operasi ayah, jika tidak bekerja di sini, huuhh ..." Wanita itu menghela nafas dengan kasar sambil memegangi dadanya. "Lagian mukanya horor banget wala
Pria itu tersenyum sinis kemudian dia bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah Caca. Melihat wanita itu dengan raut wajah yang sudah tegang."Kenapa? Apa kau lupa denganku?" tanyanya dengan nada begitu angkuh.Caca meremas roknya, dia merutuki kebodohannya kemarin karena sudah menggertak Vano. 'Astaga! Jadi dia CEO pengganti Pak Andre. Aduh ... bagaimana kalau dia mencari masalah denganku dan dia malah memecatku? Tapi kan di luar itu semua tidak ada masalahnya dengan kerjaan?'"Kenapa kau diam saja?" tanya Vano kembali saat melihat wanita yang berada di hadapannya dia membisu."Tidak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget saja. Dan saya rasa hubungan kemarin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan, itu di luar dari kerjaan kita kan Pak. Memangnya apa kesalahan saya sampai harus dipanggil ke sini?"Vano sangat tertarik dengan pribadi Caca. Dia sama sekali tidak takut dengan dirinya. 'Menarik. Bahkan dia seperti menantangku, tidak takut jika aku akan memencetnya. Baiklah kita akan berm