Maaf, kemarin ada double posting.
Bab 79 Nobody“Katakan dengan jujur, apa Ibra pengidap AIDS?” tanya Ceking pada Ajeng dengan muka merah padam. Tangannya mencengkeram tubuh gadis itu kuat – kuat.Ajeng mengangguk pelan.“Bangs*t!” Ceking menghempaskan tubuh Ajeng ke samping dan memukul tembok Puskesmas hingga tangannya berdarah. Ketakutan akan tertular penyakit AIDS mulai merengkuh tubuhnya.Pria itu lalu melihat Ibra yang masih belum sadar di ranjang. Dia lalu mendekati Ibra dan mau mencekiknya. “Kamu jahat sekali Bra! Aku menyesal kenapa aku tak membunuhmu dulu saat di kau memukulku!”Untungnya, Ibra diletakkan di ruang terpisah dari pasien lain. Sehingga tidak ada orang yang melihat tindakan Ceking.“Maafkan Ibra, Nak,” kata Herni menghiba. Perempuan itu sampai sujud di kaki Ceking. “Dia sudah kena karmanya sekarang.”Ceking mendengus.Ajeng mendekati Ceking. “Maaf, Bang, marah tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik Abang Ceking dan Abang Gendut tes AIDS sekarang. Semoga saja hasilnya negatif.” Dalam situasi
Bab 80 Yes, I am stupid Herni terkesiap saat melihat kedua anaknya tertindih motor. Rasa lelah dan frustrasi membuatnya berulang kali ikut jatuh terjerembab saat berusaha mengangkat motor di atas tubuh anaknya. Ajeng berusaha menoleh ke samping, tangannya menyentuh dada Ibra dan ia lega mengetahui kakaknya masih bernapas. “Haus… haus…” “Bu… Bu… Mas Ibra sadar!” teriak Ajeng kaget saat melihat Ibra membuka bola mata dan meminta air. Entah ini suatu keajaiban, Ibra yang koma tersadar kembali setelah kepalanya terbentur batu. Herni terperanjat, sedetik kemudian wanita itu penuh semangat dan berhasil mengangkat motor yang menindih kedua anaknya. Selanjutnya, ia buru – buru mengambil sebotol air dan meminumkannya perlahan pada Ibra. “Alhamdulillah! Kamu sudah sadar!” Herni mengusap kepala Ibra. “Bu, coba periksa kepala Mas Ibra, sepertinya tadi kepalanya membentur batu,” tanya Ajeng cemas. Tangan Herni memeriksa kepala Ibra. “Tidak ada, hanya benjolan sedikit di belakang kepalanya
Bab 81 Riding the wind “Tinggal sedikit lagi aku akan mati.” Setan dan iblis di kepala Ibra saling bersorak menyemangati pria itu supaya lekas terjun ke sumur tua. Sayangnya… Ajeng mengetahuinya. Gadis melemparkan kayu dan ubi di tangan dan menjauhkan Ibra dari bibir sumur. Sedangkan Herni berdiri seperti patung, kakinya seperti terjebak ditanah melihat Ibra hendak bunuh diri. “Jangan bodoh Mas, apa Mas Ibra tidak kasihan sama Ibu?” tangis Ajeng, memeluk kuat “Lepaskan aku! Lapaskan aku! Biarkan aku mati! Aku lelaki tak berguna! Aku sangat menjijikkan.” teriak Ibra putus asa. Pantatnya telah penuh kotoran. Herni tercekat, air matanya deras meluncur. Lengkap sudah penderitaannya. Miskin, tidak punya pendapatan dan anak kesayangannya berniat bunuh diri. Wanita itu berjalan dengan lunglai mendekati kedua anaknya. Kemudian berjongkok memandang Ibra. “Kalau kamu mau mati, matilah saja, Nak. Ibu ikhlas melepasmu, daripada kamu menyusahkan Ibu dan adikmu.” Kata Herni sendu. Ia meng
Bab 82 Crazy hunterSenyum tipis Bening mengembang, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan perkataan Sasmita yang mengintimidasi. “Oh, ya, kalau begitu saya ucapkan selamat, dan jika Anda tidak ada urusan di sini, silahkan keluar. Saya masih ada urusan bisnis dengan sahabat saya.” Tangan kanannya menyilakan Sasmita pergi.Sasmita tersenyum tipis. “Sombong! Pelayanannya jelek sekali.!” Dia mengentakkan kursi plastik yang ada dekat ember tempat menaruh bunga. Sedangkan bibirnya manyun. Sikapnya sangat jauh sekali dengan tampilannya yang manis.Kedua alis Bening terangkat ke atas. “Hei Mba, kami berdua denger lho apa yang kamu bilang,” ucapnya santai.Sementara Andini menanggapinya dengan sedikit emosi. “Siapa situ, langsung main selonong saja ke kantor orang.” Dia memperhatikan gaya berjalan Sasmita yang seperti bebek.Sasmita berbalik dan memberikan jari tengahnya ke atas.“Belagu banget sih kamu!” Andini mau mengejar Sasmita yang sudah keluar. Tapi Bening mencegahnya.“Ngapain kamu
Bab 83 A wonderful surprised “Siapa kamu, berani sekali mengusir kekasih saya!” Bisa ditebak, reaksi Kama sangat dingin menghadapi Sasmita. Wajahnya datar dan kaku. “Aku Sasmita, pengagum beratmu.” Dia tanpa malu – malu mencoba menyentuh tubuh Kama, sambil melirik Bening. Sayangnya, laki – laki itu menepisnya secara terang – terangan. Bening menyembunyikan kekagetannya, dan diam menunggu kelanjutan drama Sasmita. “Tolong menjauhlah. Saya tidak suka dengan wanita yang tidak saya kenal dekat – dekat saya.” Kama berusaha menjaga sikap. Menilik dari gesturenya, jelas sekali Kama menolak Sasmita. Dia sama sekali tidak tertarik dengan wanita itu. Sedangkan Sasmita, kebalikannya. Sorot matanya menyiratkan isyarat ketertarikan yang menggebu – gebu untuk mendapatkan Kama. Parahnya, Sasmita tipikal wanita berkepala batu. Penolakan Kama membuat tingkah perempuan itu kian menjadi, Tanpa risih, dia mengibaskan rambut panjangnya, kemudian membuka kancing blouse, bagian atas, memperlihatkan
Bab 84 Lonely Udara kering dan angin membawa debu, menerpa rambut Bening yang tergerai indah. Wanita itu duduk dengan gelisah di Aruna Coffee Shop. Matanya menatap nanar pintu masuk seperti menunggu kedatangan seseorang. Sementara kopi yang dipesannya sudah lama mendingin, dan ia belum menyentuhnya sama sekali. Berkali – kali matanya memeriksa ponsel, dan melihat pesan yang ia kirimkan pada Kama telah terkirim dan terbaca Namun kenapa Kama belum datang juga? Mungkinkah lelaki itu mengabaikan pesannya? Kenyataan itu, membuat dada Bening seperti diremas - remas. Dia lalu menunduk, memutar - mutar jari telunjuknya di meja membentuk lingkaran rumit, bibirnya mendesah berat. Kemudian, tangannya beralih membuka kotak hitam. Di atas bantalan beludru terdapat cincin bertahtakan berlian dengan design sangat cantik. Bening menatapnya dengan berat. “Hhhh…” suara desahnya mirip dengan ratapan. Hatinya galau memikirkan Kama. Lelaki itu tak pernah menghubunginya lagi semenjak kejadian di Beb
Bab 85 Teror Debt Collector “Apa kamu baik – baik saja?” tanya Laksmi, sewaktu mereka tiba Taman Bunga Nasional Uttarakhand India. Dia melihat wajah Bening sedikit mucat. “Iya, aku baik – baik saja. Semalam aku kurang tidur. Aku kangen anakku.” Bening memberikan senyum tipis, kemudian merapikan sarinya, hadiah dari Laksmi. “Oh, ya, maaf, kukira kamu masih single, dear.” Ada keterkejutan di mata Laksmi. “Tidak, aku seorang janda. Aku punya satu anak, dan suamiku pergi bersama perempuan lain. That’s my life dan aku tidak mau menutupinya.” Bening tidak mau membohongi statusnya pada Laksmi. Bening melihat Laksmi menahan napas, sebelum menghembuskannya perlahan. “Jujur saja, aku terkejut dengan ceritamu. Tapi kita semua punya masa lalu. Aku suka melihatmu tetap survive. Aku mengerti posisimu. Kamu seperti aku, dulu aku selalu saja tidak tenang jika bepergian sendiri. Tapi semenjak anak – anakku sudah besar, dan punya kesibukan, aku mulai terbiasa meninggalkannya, asal tidak lebih dar
Bab 86 NightmareBening, memegang tangan Iswati. “Mama tolong jangan mikir dalam. Kalau Mama sakit, Bening tidak bisa kerja dengan tenang.”Iswati bahagia sekaligus sedih, saat melihat Bening datang. Air matanya langsung tumpah. “Mama kepikiran kamu terus. Kenapa hidupmu begini, Nak? Kenapa Ibra selalu menyusahkanmu?”Gatot menghela napas panjang. “Sabar Ma. Jangan menangis terus, karena menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Point penting saat ini adalah bagaimana supaya Bening lepas dari teror debt kolektor itu.”Wajah Iswati bermuram durja. “Tapi bagaimana caranya, Pa? Hutang Ibra itu bukan ratusan ribu. Tapi milyaran, sedangkan kita tidak tahu di mana posisi Ibra saat ini. Terus, papa juga jangan sok nyalahin Mama.” Dia menyusut air matanya, kesal sekali suaminya malah menyalahkan dirinya.“Mama menangis ini, bukan Mama tidak mau mencari solusi, tapi Mama kesal, dia selalu menyusahkan anakmu. Apa kamu tidak kasihan dengan anak kita? Bening berulangkali disakiti.” Iswati berbal