Bab 85 Teror Debt Collector “Apa kamu baik – baik saja?” tanya Laksmi, sewaktu mereka tiba Taman Bunga Nasional Uttarakhand India. Dia melihat wajah Bening sedikit mucat. “Iya, aku baik – baik saja. Semalam aku kurang tidur. Aku kangen anakku.” Bening memberikan senyum tipis, kemudian merapikan sarinya, hadiah dari Laksmi. “Oh, ya, maaf, kukira kamu masih single, dear.” Ada keterkejutan di mata Laksmi. “Tidak, aku seorang janda. Aku punya satu anak, dan suamiku pergi bersama perempuan lain. That’s my life dan aku tidak mau menutupinya.” Bening tidak mau membohongi statusnya pada Laksmi. Bening melihat Laksmi menahan napas, sebelum menghembuskannya perlahan. “Jujur saja, aku terkejut dengan ceritamu. Tapi kita semua punya masa lalu. Aku suka melihatmu tetap survive. Aku mengerti posisimu. Kamu seperti aku, dulu aku selalu saja tidak tenang jika bepergian sendiri. Tapi semenjak anak – anakku sudah besar, dan punya kesibukan, aku mulai terbiasa meninggalkannya, asal tidak lebih dar
Bab 86 NightmareBening, memegang tangan Iswati. “Mama tolong jangan mikir dalam. Kalau Mama sakit, Bening tidak bisa kerja dengan tenang.”Iswati bahagia sekaligus sedih, saat melihat Bening datang. Air matanya langsung tumpah. “Mama kepikiran kamu terus. Kenapa hidupmu begini, Nak? Kenapa Ibra selalu menyusahkanmu?”Gatot menghela napas panjang. “Sabar Ma. Jangan menangis terus, karena menangis tidak akan menyelesaikan masalah. Point penting saat ini adalah bagaimana supaya Bening lepas dari teror debt kolektor itu.”Wajah Iswati bermuram durja. “Tapi bagaimana caranya, Pa? Hutang Ibra itu bukan ratusan ribu. Tapi milyaran, sedangkan kita tidak tahu di mana posisi Ibra saat ini. Terus, papa juga jangan sok nyalahin Mama.” Dia menyusut air matanya, kesal sekali suaminya malah menyalahkan dirinya.“Mama menangis ini, bukan Mama tidak mau mencari solusi, tapi Mama kesal, dia selalu menyusahkan anakmu. Apa kamu tidak kasihan dengan anak kita? Bening berulangkali disakiti.” Iswati berbal
Bab 87 Ketika Tuhan Tidak Adil"Saya hanya punya uang 100 juta, uang itu akan transfer sekaran. Mohon, tolong jangan teror keluarga saya lagi. Asal kalian tahu, saya dan Ibra sudah lama berpisah. Saya tidak ada urusan lagi dengannya!"Luapan emosi yang Bening tahan membuat badannya gemetar saat mengatakan hal itu. Ia sengaja datang ke kantor ADASAYA untuk menyelesaikan masalah yang ada.Si Manager ADASAYA mendengarkan dengan sikap tak acuh, pria itu memiliki postur tinggi besar, kepala lonjong botak, kulit legam, tersenyum sadis melihat Bening.Sementara di samping kiri kanan lelaki itu ada dua pria yang berdiri berjaga.Gayanya seperti algojo dengan rambut dibiarkan panjang. Keduanya memakai sepatu dogmart, dan memakai kalung model rantai panjang dengan bandul arit kecil.Perut Bening seketika menegang membayangkan arit itu merobek - robek perutnya.Tatapan ketiga pria itu sangat mengintimidasi Bening."Kamu pikir, setelah kamu bercerita begitu, saya akan kasihan kepadamu?” Manager A
Bab 88 Gelisah“Apa, Kak Bening belum pulang?” kata Elang saat tiba di rumahnya. Dia melihat jam di pergelangan tangannya. Jam 9 malam. Seharian tadi dia sibuk di kantor, dan tak sempat mengurusi hal lainnya.“Iya. Aku baru sampai jam 6 dan langsung mengantar Evan ke Dokter, kata Mba Atun seharian Evan rewel, badannya panas, dia juga muntah – muntah,” ungkap Andini. Dia sama sibuknya dengan Elang, semenjak Wedding organizernya mulai berkembang.Wajah perempuan itu sangat cemas. “Aku sudah menelpon Bening berkali – kali tapi telponnya mati.”“Sekarang bagaimana keadaan Evan?” Elang mulai panik, seraya mencoba menghubungi Bening.“Panasnya sudah turun dan dia sudah tidur.” Andini menunggu reaksi suaminya. Sedangkan Atun duduk dengan gelisah di depan kamar di mana Evan tidur.“Mba Atun, apa Kak Bening ada menelpon kamu?”“Telepon saya ketinggalan di rumah. Tadi pagi kami terburu – buru.” Atun menunduk, dia sampai – sampai tidak membawa baju. Untungnya Andini memberikan baju ganti untuk d
Bab 89 Kshama “Kesabaran itu pahit, tetapi buahnya manis.” – Aristoteles Aroma karbo menusuk keras indra penciuman Bening, dan memaksa otaknya untuk membuka mata. Untuk beberapa detik, wanita itu seperti orang linglung, berada di ruangan serba putih. “Evan!!” Bening berusaha bangkit dari ranjang. “Alhamdulillah, kamu akhirnya siuman” kata Iswati lega. Ia menghentikan aktifitas mengajinya, dan mencium kening Bening. “Mama… Mama… Evan… Evan di mana?” tanya Bening panik. Kesadarannya mulai utuh. “Evan masih di luar bersama Mba Atun.” Bening mengernyitkan dahinya, mencerna perkataan mamanya. Iswati sadar. kemudian meletakkan quran kecil di atas meja, dan mengambil alat bantu dengar, dan memasangkannya ke telinga anaknya. “Sebentar Mama panggilkan Evan.” Iswati bergegas memanggil Atun yang sedang berada di luar menggendong Evan yang bosan berada di kamar perawatan. “Evan, mamamu sudah sadar, ayo sini.” Mendengar istrinya memanggil Evan, Gatot yang sedang bercengkrama dengan penun
Bab 90 It’s not easy to forget “Pak, berhenti?” kata Tita tiba- tiba. Sopir Tita menghentikan mobil mendadak di tepi jalan. “Ada apa. Bu?” Ini permintaan aneh. Biasanya Tita selalu bilang di awal jika dia ingin berhenti ke suatu tempat. Padahal rumah Ibra masih jauh. Cuaca panas tiba – tiba berubah menjadi hujan deras, disertai angin kencang. Mata Tita lekat memperhatikan perempuan yang terburu – buru menggendong anaknya dan duduk di belakang di antara bunga – bunga. Kaki perempuan itu menggantung dan tangannya sibuk memastikan anaknya tidak terkena tampias hujan. “Anggi, bukankah itu Bening?” tanya Tita, matanya tak lepas melihat Bening. “Sepertinya iya, Bu.” Anggi yang duduk di sebelah Tita tak kalah terkejut. “Kasihan, kenapa dia jualan di pinggir jalan sekarang?” gumamnya pelan. “Kamu jangan mudah kasihan, kita tidak tahu cerita sebenarnya, siapa tahu itu gimmick untuk menaikkan pamornya?” Tita menaikkan kaca matanya. Anggi tidak menjawab perkataan Tita yang menurutnya san
Bab 91 Quite eyes “Apa yang kamu temukan?” tanya Tita datar. Ia menunggu kabar dari Anggi sejak pagi. “Menurut informasi, mantan suami Bening berhutang sekitar 1 Milyar pada pihak ADASAYA. Mereka menagih ke Bening dan meneror keluarganya, sedangkan Ibra sudah lama menghilang dan tidak ketahuan di mana riKakaknya.” Anggi berhenti. “Terus…” desak Tita tak sabar. “Keluarga Bening diteror, sampai ke kantor kedua orang tua, dan adiknya. Untuk menghentikan teror itu, mau tidak mau Bening bertanggung jawab, meKakakyar hutang kepada ADASAYA, mereka juga memaksa mengambil alih Joli Flower. Jika tidak mereka akan mengancam mau mencelakai anak buah Bening yang saat itu sedang bekerja.” Anggi mengungkapkan apa yang diketahuinya. “Bening sudah membuat laporan tentang Ibra, sayangnya Polisi tidak menanggapinya. Saat ini Bening mulai Joli Flower dari nol, Bu.” Dia memperhatikan ekspresi datar Tita. “Lantas, apa kamu tahu kenapa dia membawa bayinya berjualan. Bukankah ada Nenek dan pembantunya?
Bab 92 Please bring us closer “Kenapa Kakak menyimpan masalah sendiri, aku ini adikmu, Kak?” tangis Arum pecah. Dia sedih sekali melihat nasib Dinda. “Karena Kakak tidak mau menyakiti hati Ibu. Emil adalah pilihan Ibu. Dia menikahi Kakak, hanya karena tahta dan harta, bukan karena cinta.” Kama menarik panjang dan memeluk keponakannya. “Dinda, kamu tidak seharusnya begitu. Ada masa di mana kita patuh, ada masa di mana kita melawan.” Mendapat perlakuan sayang dari Kama, seketika kesedihan yang Dinda jahit rapi, keluar mengeluarkan air mata luka. Selama ini, Kamalah yang dia anggap papanya, karena papanya selalu sibuk bekerja. “Dinda tahu Om, dan saat ini Dinda mau melawan Emil dan Ibu.” Wanita cantik itu mengambil tempat duduk. “Om kenal dengan Bening, kan?” Kama seketika tergagap mendengar kata Bening. “Iya, kenapa kamu bertanya seperti itu?” Dinda menghela napas panjang. “Bening sudah lama menjadi inspirasi saya. Apa Om tahu selain menjual bunga, dia sepertinya menyukai design.
Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 120 Morning call“Kak… aku mau menikahi Dinda.”Sontak donat yang ada dalam mulut Bening muncrat keluar. Dia menoleh dan menatap bola mata adiknya tak percaya. “Kejutan apa lagi ini, Lang?” tanyanya kaget.Wanita itu ingat, saat Andini meninggalkan Elang, lelaki itu terpuruk dan berpikir tidak mau menikah lagi. Eh, sekarang tiba – tiba dia bilang mau menikahi keponakan Kama. Hatinya dag – dig – dug. Ketakutan yang selama ia simpan, terjadi juga.Elang duduk dengan santai di kursinya.“Salah satu alasannya adalah Kanaya, dia butuh sosok Ibu. Walaupun aku tahu, Mama dan Kakak sangat sayang kepadanya. Tapi, Kanaya butuh real mom, dan aku pikir Dinda adalah wanita tepat untuk Kanaya. Dia sangat sayang pada Kanaya.”“Apa kamu sudah memberitahu Mama soal ini?” tanya Bening. Donat bedak kesukaannya tak lagi membuatnya bergairah.Elang tersenyun nakal. Sifat isengnya mulai tumbuh. “Justru karena itu, aku bilang sama Kakak, supaya Kakak mau membantuku bilang sama Mama. Please… hanya Kakak
Bab 119 Forgiving“When a deep injury is done to us, we never recover until we forgive.” – Alan Paton“Aku benci Ibra! Aku muak melihat laki – laki itu!” Bening meremas – remas tangannya. “Tolong jangan pinta aku untuk menemuinya!” Bening benar – benar marah saat Kama tiba – tiba mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suaminya itu.Bening masuk ke dalam kamar, dan menenggelamkan mukanya di bantal. Air matanya tumpah teringat dengan semua yang dilakukan Ibra.Kama menarik napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang, sembari mengelus kepala Bening.“Sayang, aku paham dengan kemarahanmu. Tapi Ibra menunggumu, aku tidak tega melihat dia selalu memanggil namamu.”Bening bangun dan duduk di sebelah Ibra. Air matanya meluncur deras. “Hatiku sakit Kama! Ibra sangat jahat kepadaku dan Evan, biarkan saja dia menanggung karmanya!”Kama memeluk dan mengecup kening Bening. “Aku mengerti sayang. Hanya saja, tak ada salahnya memafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Ibra sudah mend
Bab 118 The last wish “Tolong beritahu Kak Bening, Mas Ibra sekarat dan ingin sekali bertemu dengannya.” Intan memegang kedua lengan Atun dengan kuat. Setelah dia menceritakan semua yang terjadi. Atun menggeleng. “Maaf Jeng, aku tak bisa. Aku takut Ibu Bening marah kepadaku. Kamu tahu kan, apa yang telah kakakmu lakukan pada Ibu Bening?” Dia khawatir, permintaan itu akan memporak – porandakan kebahagiaan Bening. Ajeng tidak mau perjalanannya sia - sia. “Aku tahu Mba, kakakku memang brengsek, dia telah menghancurkan hidup Kak Bening, tapi tolong Mba Atun, beritahu Kak Bening, bahwasannya kakakku mau meninggal dengan tenang. Aku tahu, selama ini dia menunggu Kak Bening. Mungkin dia mau meminta maaf sama Kak Bening langsung.” Terburu – buru Ajeng mengambil ponsel yang disembunyikan di dalam kantung celananya bagian dalam. “Kalau tidak percaya, lihatlah, lihatlah video ini.” Ajeng memutar video tentang kakaknya. Atun tercekat melihat kondisi Ibra yang sangat mengenaskan. Timbul rasa
Bab 117 A sweet kiss“Sial!!” Suara gedoran pintu itu membuyarkan kenikmatan Kama yang hampir mencapai puncak nirvana. Dia menghentikan gerakannya.“Buka dulu sayang, siapa tahu penting,” kata Bening, mengusap peluh di kening Kama yang berada di atasnya.Muka Kama cemberut, kelihatan kesal sekali dengan gangguan yang ditimbulkan pagi itu. “Biarkan saja. Kita lanjutkan saja permainan kita. Tanggung!” Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuhnya dan Bening.Laki – laki itu kemudian memagut bibir Bening, mengulumnya dengan lembut, kemudian melakukan gerakan lamban naik – turun tapi dengan intense, seirama dengan alunan instrument piano yang mengalun lembut. “Kama… kama apa kamu ada di dalam? Tolong buka pintunya sebentar. Kakak mau bicara.” Dengan tak sabar, Tita menggedor – gedor pintu kamar Kama.“Ibu Tita, maaf, tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu dulu, mereka mungkin masih tidur,” kata Atun. “Ibu silahkan tunggu dan duduk dulu di situ.”“Hey… diam kamu!” bentak Tita kasar. “Saya i
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan