Bab 52 Undangan spesialSeminggu berlalu tanpa riak berarti. Bening mulai mulai bekerja, senyumnya mengembang, meskipun kesedihan masih terpancar jelas di wajahnya.Cuaca pertengahan September sangat kering. Setelah meeting dengan client, Bening memeriksa laporan keuangan, kemudian dilanjutkan dengan membalas email serta pesan masuk melalui media sosial Joli Flower.Suka tidak suka, dia harus meneruskan pekerjaan yang Ajeng lakukan sebelumnya. Sejujurnya ini sangat melelahkan baginya, dengan tambahan pekerjaan yang harus ia lakukan untuk terus mempromosikan Joli Flower.“Tanto, tolong ke sini sebentar, dan ajari saya cara membuat video?” pinta Bening. Mukanya berlipat dengan kening berkerut. Ia tampak frustrasi.Tanto datang, lelaki kemayu datang. Dia mengajari Bening membuat video reels, kemudian mempostingnya ke media sosial.Bening tersenyum puas, melihat hasil video buatan Tanto. “Terima kasih, kamu pandai sekali membuat videonya lebih estetik,” pujinya sungguh – sungguh.“Biasa a
Bab 53 All you need is loveDengkul Bening gemetar melihat Kama mendekat ke arahnya. Ia ingin menghindar, tapi kakinya seperti terpaku ke bumi. Badannya mendadak kaku dan jantungnya berdegup lebih cepat.“Kenapa diwakilkan pada Kama?” bisik Bening pada mamanya. Ia tak habis pikir dengan ide orang tuanya untuk menjadikan Kama wali pernikahan Elang dan Andini.“Itu ide papamu, Mama hanya mengikuti. Kamu tahu, papamu sangat menyukai Kama.” Iswati langsung sumringah saat Kama menyalaminya.“Terima kasih sudah berkenan datang dan maaf merepotkan jadinya.” Iswati berkata dengan lembut diselingi senyum yang berderai.Kama menyalami Iswati. “Tidak apa – apa, Tante. Saya senang dan terharu Om dan Tante memberikan kepercayaan pada saya untuk menjadi wali nikah Elang.” Ekor mata Kama melirik Bening yang berdiri dan menunduk di samping Iswati.“Kami bersyukur sekali Nak Kama mau. Karena sebagai mamanya Elang awalnya kaget. Anak saya itu kan, setahu saya tidak pernah dekat dengan perempuan. Sikap
Bab 54 Ketika mata saling bicaraSpontan Bening berlari ke tempat Kama makan bersama tamu undangan lain diikuti oleh Iswati dan Andini yang berlari di belakangnya.Di tengah – tengah resto, ia melihat tamu undangan berkerumun. Secepat kilat Bening menyeruak kerumunan itu.Kemudian, matanya nanar saat melihat Kama terkapar di lantai dengan muka pucat seperti mayat.Sementara itu, Elang dan papanya berada di sisi kiri – kanan Kama. Wajah mereka tak kalah pucat.“Apa yang terjadi? Tanya Bening gugup.“Aku tidak tahu, Kak. Saat hendak duduk Mas Kama tiba – tiba pingsan.”Tangan Bening memegang denyut nadi Kama. Sayangnya denyut nadi pria itu tidak teraba. Ia kemudian mendekatkan telinganya ke dada, Kama. Irama jantungnya tidak terdeteksi. Wanita itu panik.“Elang! Cepat telpon ambulance!” teriak Bening panik. Sambil memompa jantung Kama. “Tetaplah stay bersama kami, Kama, tolong, kuatlah,” ucapnya sambil terisak.Andini tercekat. Gadis itu berdiri di belakang Bening.Sementara Iswati, dia
Bab 55 Terjebak dalam lamunan“Bening… Bening!” Kama mencari – cari Bening seusai siuman dari operasi pemasangan ring.Tita yang ada di sampingnya maygul. Adiknya lebih ingat dengan Bening daripada dirinya. “Bening masih ada urusan dengan pekerjaannya. Dia nanti ke sini,” katanya menenangkan, dan bertentangan dengan isi hatinya.Wajah Kama berubah murung, setelah ia sadar sepenuhnya. Dia melihat ada Tita dan Adit yang berada di kamarnya. “Bening berjanji mau menemaniku, tolong telepon dia, dan minta segera datang ke sini,” pinta Kama kolokan.Tita menarik napas panjang. “Iya, nanti Kakak usahakan. Kamu istirahatlah dulu dan jangan banyak bergerak.” Dia merapikan selimut yang menyelimuti tubuh Kama.Kama memejamkan mata, pura – pura tidur akan tetapi justru wajah Bening yang membayang di pelupuk mata.Melihat Kama tidur, Tita mengajak Adit berbicara di luar. “Adit, tolong, jauhkan Kama dengan Bening, kalau perlu pakai orang pintar. Saya tidak mau Kama terpengaruh oleh wanita itu.” Dia
Bab 56 Tuduhan TitaMuka Tita seperti dilempar kotoran oleh Kama. “Ini tidak masuk akal! Kama tidak akan melakukan perbuatan serendah ini pada kakaknya sendiri,” desis Tita murka. Tangan wanita cantik itu mengepal, sedangkan matanya merah menyala. Dia kemudia menoleh pada Adit.“Apa kamu bisa jelaskan permainan apa ini, Adit?!!” Tekanan suara Tita terdengar menakutkan dan dingin, meski begitu membuat bulu kuduk lelaki kemayu itu merinding.“Sumpah, demi Tuhan, saya tidak tahu apa – apa soal ini, Bu. Tadi Pak Kama menyuruh saya keluar. Dengan alasan tidak mau diganggu.” Adit membela diri. Walaupun ada CCTV di kamar Pak Kama, sangat muskil baginya untuk meminta rekaman video pada pihak rumah sakit.Tita menoleh pada Anggi, wajah asistennya itu sama datar dan ketakutan seperti Adit. “Anggi, saya mau bertemu dengan Direktur dan Owner rumah sakit ini. Minta mereka menemui saya segera di apartemen!” sungutnya sambil membalikkan badan dan melangkah pergi.“Gara – gara kamu, sih, aku yang ken
Bab 57 Di mana Kama “Anggi, pesan tiket sekarang. Saya mau pulang! Sebelum itu kamu telepon Adit, supaya dia tetap di Singapura! Dan minta dia lapor ke saya setiap menit!” Muka Tita merah padam, setelah menerima kabar dari Anggi kalau Mr. Ohama sedang ke Luar Negeri. Ego Tita benar – benar terluka dengan sikap Kama yang mengabaikan dia. “Baik Bu!” Anggi memandang Tita yang berjalan anggun naik ke kamar mezzanine, di mana ia suka menghabiskan waktunya di sana selama di apartemen. Tiba – tiba Tita menoleh. “Anggi, saya tidak suruh kamu melamun! Cepat kerjakan perintah saya!” Anggi geragapan. “I-iya, Bu. Sekarang!” Tangannya cepat – cepat mengambil tas yang ada di atas sofa, tapi karena buru – buru kakinya malah terantuk kaki meja, dan membuatnya jatuh terjerembab. Muka wanita itu mencium lantai marmer. “Ah… sial bener!” gerutunya. Setelah menguasai emosinya, Anggi menelpon Adit, kemudian memesan tiket pulang ke Indonesia. Dia kemudian mendengar suara pintu terbuka dan mendongak k
Bab 58 Rumor tak sedap.“Hah? Kama tidak ada di kamar? Bagaimana mungkin? Terus untuk apa para penjaga itu menjaga kamarnya, jika yang dijaga tidak ada?” tanya Tita bingung bercampur cemas yang merenggut dadanya setelah melihat rekaman video milik Adit.“Begitulah kenyataannya, Bu, dan saya juga masih belum menemukan apa yang terjadi,” ujar Adit.Kepala wanita manis itu mendadak pening. “Apa kamu sudah check ke dalam toilet, siapa tahu Kama di sana?”“Tidak ada, Bu. Sewaktu Janitor membersihkan toilet, kamar mandinya kosong dan tempat tidurnya juga sangat rapi, seperti tidak ada yang meniduri?”“Tolong kirimkan video itu ke saya?” pinta Tita tegang.Adit mengirimkan video rekaman tersebut ke nomor Tita. Sekali lagi wanita itu melihat dan mencermati dengan seksama.“Ini betul – betul aneh!” Kening Tita saling bertaut. “Mungkinkah ada yang menculik Kama?” Dia melontarkan pernyataan yang membuatnya semakin cemas. Selama ini ia tahu reputasi Kama.Dia sangat berdedikasi pada pekerjaan, ju
Bab 59 Hujan membawa gairahMalam itu Bening sedikitpun tidak dapat memicingkan matanya. ia membolak -balikkan badan hingga dipannya berderit.Ia kemudian menyeret langkah menuju kamar kedua orang tuanya. Posisinya berada bersebelahan dengan ruang tengah. Tangan Bening pelan mengetuk pintu kamar.Iswati membukakan pintu untuknya. "Ada apa sayang, kok kamu belum tidur?" tanya Iswati pada anaknya. Malam itu dia memakai daster warna hitam motif bambu yang Bening beli di E commerce. Kembaran dengan miliknya dan Mba Atun."Bening tidak bisa tidur Ma. Bening mau tidur bersama Evan malam ini." Dia menyandarkan kepalanya di dinding. Sejak dia pindah ke rumah orang tuanya, Evan tidur bersama mereka. Alasannya supaya membantu Bening tidur nyenyak."Mungkin, setelah memeluk Evan Bening bisa tidur."Iswati menengok ke belakang, di mana suaminya tidur nyenyak memeluk Evan. “Lihatlah, anakmu tidur lelap dipeluk kakeknya.” Tapi Iswati tidak mau mengecewakan Bening.Pelan - pelan dia mengambil bayi m
Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 120 Morning call“Kak… aku mau menikahi Dinda.”Sontak donat yang ada dalam mulut Bening muncrat keluar. Dia menoleh dan menatap bola mata adiknya tak percaya. “Kejutan apa lagi ini, Lang?” tanyanya kaget.Wanita itu ingat, saat Andini meninggalkan Elang, lelaki itu terpuruk dan berpikir tidak mau menikah lagi. Eh, sekarang tiba – tiba dia bilang mau menikahi keponakan Kama. Hatinya dag – dig – dug. Ketakutan yang selama ia simpan, terjadi juga.Elang duduk dengan santai di kursinya.“Salah satu alasannya adalah Kanaya, dia butuh sosok Ibu. Walaupun aku tahu, Mama dan Kakak sangat sayang kepadanya. Tapi, Kanaya butuh real mom, dan aku pikir Dinda adalah wanita tepat untuk Kanaya. Dia sangat sayang pada Kanaya.”“Apa kamu sudah memberitahu Mama soal ini?” tanya Bening. Donat bedak kesukaannya tak lagi membuatnya bergairah.Elang tersenyun nakal. Sifat isengnya mulai tumbuh. “Justru karena itu, aku bilang sama Kakak, supaya Kakak mau membantuku bilang sama Mama. Please… hanya Kakak
Bab 119 Forgiving“When a deep injury is done to us, we never recover until we forgive.” – Alan Paton“Aku benci Ibra! Aku muak melihat laki – laki itu!” Bening meremas – remas tangannya. “Tolong jangan pinta aku untuk menemuinya!” Bening benar – benar marah saat Kama tiba – tiba mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suaminya itu.Bening masuk ke dalam kamar, dan menenggelamkan mukanya di bantal. Air matanya tumpah teringat dengan semua yang dilakukan Ibra.Kama menarik napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang, sembari mengelus kepala Bening.“Sayang, aku paham dengan kemarahanmu. Tapi Ibra menunggumu, aku tidak tega melihat dia selalu memanggil namamu.”Bening bangun dan duduk di sebelah Ibra. Air matanya meluncur deras. “Hatiku sakit Kama! Ibra sangat jahat kepadaku dan Evan, biarkan saja dia menanggung karmanya!”Kama memeluk dan mengecup kening Bening. “Aku mengerti sayang. Hanya saja, tak ada salahnya memafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Ibra sudah mend
Bab 118 The last wish “Tolong beritahu Kak Bening, Mas Ibra sekarat dan ingin sekali bertemu dengannya.” Intan memegang kedua lengan Atun dengan kuat. Setelah dia menceritakan semua yang terjadi. Atun menggeleng. “Maaf Jeng, aku tak bisa. Aku takut Ibu Bening marah kepadaku. Kamu tahu kan, apa yang telah kakakmu lakukan pada Ibu Bening?” Dia khawatir, permintaan itu akan memporak – porandakan kebahagiaan Bening. Ajeng tidak mau perjalanannya sia - sia. “Aku tahu Mba, kakakku memang brengsek, dia telah menghancurkan hidup Kak Bening, tapi tolong Mba Atun, beritahu Kak Bening, bahwasannya kakakku mau meninggal dengan tenang. Aku tahu, selama ini dia menunggu Kak Bening. Mungkin dia mau meminta maaf sama Kak Bening langsung.” Terburu – buru Ajeng mengambil ponsel yang disembunyikan di dalam kantung celananya bagian dalam. “Kalau tidak percaya, lihatlah, lihatlah video ini.” Ajeng memutar video tentang kakaknya. Atun tercekat melihat kondisi Ibra yang sangat mengenaskan. Timbul rasa
Bab 117 A sweet kiss“Sial!!” Suara gedoran pintu itu membuyarkan kenikmatan Kama yang hampir mencapai puncak nirvana. Dia menghentikan gerakannya.“Buka dulu sayang, siapa tahu penting,” kata Bening, mengusap peluh di kening Kama yang berada di atasnya.Muka Kama cemberut, kelihatan kesal sekali dengan gangguan yang ditimbulkan pagi itu. “Biarkan saja. Kita lanjutkan saja permainan kita. Tanggung!” Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuhnya dan Bening.Laki – laki itu kemudian memagut bibir Bening, mengulumnya dengan lembut, kemudian melakukan gerakan lamban naik – turun tapi dengan intense, seirama dengan alunan instrument piano yang mengalun lembut. “Kama… kama apa kamu ada di dalam? Tolong buka pintunya sebentar. Kakak mau bicara.” Dengan tak sabar, Tita menggedor – gedor pintu kamar Kama.“Ibu Tita, maaf, tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu dulu, mereka mungkin masih tidur,” kata Atun. “Ibu silahkan tunggu dan duduk dulu di situ.”“Hey… diam kamu!” bentak Tita kasar. “Saya i
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan