Bab 34 Anak Durhaka “Hei apa kamu sedang jatuh cinta?” kata Andini ketika melihat Bening senyum – senyum sendiri. Dia tadi mengajak Bening bertemu di café dekat Joli Flower. “Eh, nggak. Siapa yang jatuh cinta?” Buru – buru Bening menyeruput kopi latte di hadapannya. Ekor mata wanita itu tak lepas melirik ponselnya. Ada notifikasi pesan masuk dari Kama. Cepat – cepat dia mengambil ponsel dan membacanya. Andini melirik Bening. “Terus kenapa liatin hape sambil senyum?” tanyanya ingin tahu. “Dari ibuku, dia mengirimkan video Evan. Tingkahnya makin menggemaskan,” elak Bening halus. “Bagaimana dengan kamu, apakah kamu sudah punya pacar?” Andini tersedak. “Tidak! Aku malas berpacaran, kali ini pingin langsung menikah.” Gantian Andini yang terbatuk – batuk. “Serius?” Dia lalu memegang kening Andini. “Kamu tidak panas.” “Kau pikir aku sakit dan mengigau, gitu?” Andini pura – pura memasang wajah kesal. “Ya, siapa tahu. Kamu orangnya tidak suka sendirian dan selalu dikelilingi lelaki.”
Bab 35 Seraut wajah dibalik Kaca“Mama… Mama…” Evan mulai pandai berceloteh dan memanggil mamanya di layar ponsel. Siang itu Iswati melakukan panggilan video dengan Bening di sekolahnya.Sebagai Kepala sekolah TK di sebuah Yayasan Islam, Iswati acap kali bergantian dengan Bening membawa Evan dan Mba Atun turut serta bekerja.“Apa Evan rewel, Ma?” tanya Bening.“Sama sekali tidak, Evan di sini banyak temannya, semua orang menyukainya. Lihatlah dia tertawa terus.” Iswati menyorotkan video ke Evan yang sedang dikerubungi murid – muridnya.Saat neneknya memanggil, bayi itu menoleh dan melambaikan tangannya. “Lihatlah, rupanya anakmu sadar kamera!” ucap Iswati senang.Bening tertawa gembira melihat kelakuan putranya.“Kamu fokuslah, bekerja, biar Mama dan Mba Atun yang menjaganya.” Iswati sebenarnya berat hati saat Bening membawa Evan ke Joli Flower. Di sana tempatnya tidak seluas sekolahnya, dan bayi itu hanya berinteraksi dengan orang – orang besar, seperti Tanto dan Ismail.Bening menge
Bab 36 Fragmen subuhAjeng malam itu menginap di kost Tanto. Setelah lelaki itu membujuknyaMeskipun begitu ia tak benar – benar bisa tidur nyenyak. Berkali – kali ia terjaga, memastikan Tanto yang tidur di atas kasur tipis di sebelahnya tidak mengusiknya.“Kenapa kamu belum tidur, apa kamu takut?” tanya Tanto saat menggeliat dan melihat Ajeng melamun.“Aku tidak bisa tidur.” Ajeng duduk dan menyandarkan badannya di tembok. Tampak ia menghela napas panjang. Ini adalah pertama kalinya ia menginap di tempat orang, cowok pula. Ibu dan kakaknya tidak tahu.Mengingat kedua orang itu, mata Ajeng sendu. Semenjak kehidupan Kak Ibra selingkuh dan bisnisnya bangkrut, kehidupan keluarga mereka berangsur memburuk. Ibu tiap malam keluar rumah, kadang dia pulang pagi, seringnya tidak pulang, sedangkan kakaknya sibuk dengan dunianya sendiri.“Maaf ya Jeng, kata – kataku tadi siang. Aku tidak bermaksud menyinggungmu soal pekerjaan,” kata Tanto memperbaiki sarungnya.“Tidak apa – apa. Aku mengerti. Jus
Bab 37 Cinta seorang AyahAktivitas Joli Flower meningkat tajam. Pagi – pagi, perempuan itu sudah sibuk mengecek perlengkapan, dan bunga – bunga yang mulai berdatangan untuk dekorasi pernikahan clientnya besok. Tanto dan Ismail tak kalah sibuknya.Dua pria kemayu itu bersama 2 tenaga harian, mondar – mandir memasukkan bunga dan perlengkapan lain ke ke pick up.Bening sampai mengerahkan keluarganya untuk membantunya, termasuk Elang yang sedang libur. Pria bertampang manis itu membantu kakaknya menyopiri.Sedangkan Papa dan mamanya menjaga toko. Atun tidak bisa diganggu karena dia menjaga Evan yang makin aktif.“Mana Ajeng,” tanya Iswati pada anaknya.“Dia siang kerjanya, Ma,” jawab Bening tanpa mengalihkan pandangan dari buku catatannya. Tangan kanannya yang memegan bolpoin sibuk memberikan tanda rumput.Perempuan itu sekali lagi mengecek. Setelah semuanya beres dia memanggil Tanto. “Kamu berangkatlah dulu, 30 menit lagi saya menyusul.”“Baik, Bu…” Tanto bergegas pergi bersama kawan –
Bab 38 Ketika cinta mulai mengetuk hati“Innalillahi wainna ilaihi rojiun,” ucap Bening lirih, memandang wajah Pak Miskan dengan dada sesak. Ia lalu melihat ke Ara, sayangnya gadis itu berjalan menjauh bersama seorang laki. Buru – buru wanita itu mengejarnya. Dia lalu menangkap tangan gadis itu.“Kamu Ara, kan?” tanya Bening menatap Ara dengan gusar. Penampilan gadis itu seperti anak kota, jauh dari kesan miskin.Gadis yang bernama Ara itu berpaling.“Ra, apa kamu kenal orang ini?” Teman lelaki Ara mencolek lengan Ara.Ara bergeming.Bening gemas. Ia melihat orang – orang mulai mengerumini jenazah Pak Miskan.“Bapakmu sudah meninggal dunia. Apa kamu tahu? Dia datang jauh – jauh ke sini untuk memberimu kejutan, dan menahan lapar supaya bisa membelikan kamu buket? Tapi apa yang dia terima, hah? Apa begitu sikap anak pada orang tuanya?” kata Bening dengan suara gemetar, menahan seluruh emosinya. “Saya tahu karena dia membeli buket di toko saya.”Teman lelaki Ara melihat ke Ara. “Apa betu
Bab 39 Sakau“Intan… Intan! Buka pintunya!” teriak Ibra dengan muka kusut. Ada satu jam dia berada di depan rumahnya Intan, tapi tidak ada tanda – tanda menampakkan hidungnya.Sementara, mendung tebal menggantung di atas langit dan siap runtuh.Ibra duduk di tepi tangga, ia menggigil dan matanya berair. Jauh – jauh dia datang dari rumahnya untuk menemui Intan, sayangnya rumah perempuan itu terkunci.“Bodoh! Kenapa aku tidak menelponnya?!!” gumamnya sendiri. Ibra lalu menelpon. Telpon Intan tidak aktif. “Sial!” gerutunya lagi.Ibra menggigit bibir bawahnya, mulutnya kecut sekali, dari kemarin rokoknya habis. Dia melemparkan matanya ke sebelah rumah Intan. Tempat tinggal Nenek Imas. Wanita tua itu tinggal sendiri, dan sedang memandang ke arahnya.“Apa lihat – lihat!” kata Ibra sengak. Dia merasa terancam dengan keberadaan Nenek Imas“Percuma kamu menunggu di situ anak muda, Intan sudah pindah,” kata Nenek Imas yang kebetulan sedang menyapu halaman.“Halah! Tahu apa kamu Nenek peyot! Int
Bab 40 Ajeng menghilangKama kaget melihat ada seorang wanita yang menyerang Bening. Saat Herni mau menyerang Bening lagi. Dengan tanggap tangan lelaki itu menahan tangan Herni dan memasang badan untuk Bening.“Anda siapa berani – beraninya menyakiti kekasih saya?!! Jika ada masalah, Anda bisa bertanya baik – baik, bukan menyerang brutal begitu,” kata Kama sedikit emosi.Herni melengos, hatinya mendidih mendengar Kama mengatakan Bening sebagai kekasihnya. “Saya mertuanya Bening, dan dia masih istri sah anak saya. Kenapa kamu bilang dia kekasihmu?!!” Dia lupa tujuannya ke sini mencari anak bungsunya. “Kamu juga Bening! Pantas kamu menolak rujuk dengan Ibra, apa karena kamu telah menemukan lelaki kaya yang bisa kamu porotin?!!” katanya galak.Bening gusar dengan sikap arogan Herni. Dia mau bicara tapi Kama mencegahnya.“Saya mencintainya dan Bening pantas mendapatkan kebahagiaan. Mestinya Anda malu mengatakan hal itu pada wanita baik ini. Selama ini Bening diam, walaupun anak Anda telah
Bab 41 Nyaris sajaAjeng menoleh dan melihat ibunya berkacak pinggang. Mata perempuan itu merah melotot kepadanya.“Jangan malu – maluin keluarga kita! Kita ini keluarga terhormat, masak anaknya mau jadi penjaga warung bakso? Di mana otakmu itu, Jeng!” Herni menoyor kepala putrinya. Jauh dari lubuk hatinya ia kecewa dan ketakutan menghadapi masa depan.Gadis itu sakit hati. Dia menantang menatap wajah ibunya yang tengah memandangnya dengan galak, dan siap menghamburkan kejengkelan yang memenuhi rongga dada. “Setidaknya pekerjaan penjaga warung itu halal!” Setelah itu dia membawa motornya melesat pergi.Rupanya Mas penjual bakso membela Ajeng. “Jangan meremehkan hasil menjual bakso, Bu. Sehari saya mendapat uang 500 ribu bersih. Coba kalikan sebulan. Berapa? Kalau dihitung, pendapatan saya lebih dari pekerja kantoran. Di sini saya memang terlihat kere, tapi di kampung, sawah saya berhektar – hektar.” Lalu dia mengeluarkan dompetnya yang berisi segepok uang ratusan ribu.“Sombong!” kata