“Dylan?” Aku melangkah mundur, mengamati putra Drokter Maria, yang mengintai di belakangku. "Aku ingin menemuimu, tapi ibuku bilang kamu akan masuk sel isolasi malam ini. Kenapa kamu ada di luar seperti ini?" katanya dengan wajah bingung. Meskipun pikiranku sedang kacau, melihat anak lelaki ini membuatku sedikit gembira. Aku melihat peluang untuk mencari tahu cara keluar dari area ini. "Oh, aku meminta izin kepada ibumu untuk keluar menghirup udara segar, aku sedang mencari tempat makan di luar rumah sakit!" "Kamu benar-benar mengkhawatirkan dan penuh kejutan, Jamila!" Tawa Dylan menggema, "Ini malam bulan purnama, tidak ada restoran yang buka!" "Uh, apakah kamu juga manusia serigala bulan? Kalau begitu aku harus segera menjauh darimu!" kataku dengan nada kecewa. "Aku belum memiliki serigalaku, tetapi pamanku manusia serigala bulan. Mereka sudah berkumpul di bukit Skydra menunggu malam pelepasan" "Kalau begitu, tunggu apa lagi----Ayo pergi ke kota!" kataku, "Aku akan menceritakan
Bahkan di bawah sinar bulan, bangunan perpustakaan itu terlihat megah, terbuat dari batuan andesit putih bersih menjulang ke langit. "Ini pintu masuknya!" Dylan berseru. Dan sebentar saja dia sudah mendorong pintu besi dengan ketenangan dan hati-hati. Aku terpesona oleh pemandangan ruangan yang terang benderang, dengan rak buku yang tinggi dan rapih dan ornamen ukiran gading yang indah. Aku melupakan sejenak kekacauan di rumah sakit, merasa segar kembali. "Dylan! Terimakasih sudah membawaku kemari!" kataku tulus. Di perpustakaan Lembah Skydra, aku merasa kecil dan tak berarti. Saat aku menaiki tangga besi di antara rak, aku merasa gugup dan seperti menemukan setitik asa yang menguap. Mataku berembun. Dylan melompat kegirangan sambil berseru, “Hei, kami punya susu dan air di sini! Oh, dan ada juga roti hangat!”, "Jamila, aku akan menyiapkan susu dan roti, carilah buku yang kau minati dan kita bertemu di sudut sebelah kanan. Kamu hanya lurus saja ada beberapa kursi baca yang nyaman-
Mengikuti saran Dylan aku berlari untuk mencari ruang staf perpustakaan, jantungku berdebar kencang. Setelah memeriksa beberapa ruangan yang terkunci, tersisa sudut yang gelap dan berbau tidak sedap. Aku bertanya-tanya apakah ruangan di ujung itu adalah kamar mandi. Suara geraman dan langkah kaki yang berat semakin mendekat. Baunya sangat pekat, dalam situasi yang mencekam dan remang-remang terlihat sebuah kotak sepertinya tisue toilet, jadi aku meraihnya sebelum menerobos ke ruang kecil yang gelap. Kutarik beberapa tisue untuk menutupi hidung dan mulutku. Rasa mual menyergap, air mataku berderai menghadapi bau ini----Jika ini bukan kamar mandi, apakah ini kandang monster? Terdengar suara gadis serigala itu menggeram frustasi---- Saat masuk tadi aku tidak menemukan pintu, jadi aku menekan rasa takutku dengan meraba tembok di belakangku berharap menemukan pintu dan menutupnya----Aku menemukan pegangan pintu dan sepertinya itu pintu besi, jadi aku menarik lalu membantingnya. Yakin hany
"Dengar tuan, namaku Jamila dari Gurun Amethys, aku hanya seorang pengasuh biasa!" jawabku sambil menenangkan diriku, "Anda mungkin salah kira----Aku juga sudah menikah, jadi tolong jujur saja beritahu bagaimana cara keluar dari sini!" "Owggh:" "Dia menggumam dan setelah beberapa saat diam, dia berkata, "Jika itu masalahnya, maaf, aku tidak bisa memberikan bantuan apa pun!" "Tenang, tuan! Kalau kamu merasa lemah tak berdaya, biar aku yang berusaha mencari jalannya, tunjuki saja caranya!" Aku harus berdamai dengan sosok ini, aku tidak tertarik berdebat lagi, semua kalimat yang terucap dari mulutnya membuatku semakin frustasi. Setidaknya aku merasa sedikit aman dia tidak menyerangku lagi. "Peluk aku!" Kesal dengan permintaan cabulnya dan kesabaranku mulai menipis. "Tuan anda salah orang!" "Jadi maksudmu pintu itu salah menangkap orang?" tanyanya kepadaku. Saya memikirkan pertanyaannya, "Apakah Anda ditangkap sepertiku?" aku bertanya kembali. Dia tidak memberikan jawaban, membuatku
Dia tidak merespons saat aku mendekat, dan aku merasa sangat malu. Aku membawa kotoran di pantatku, dan aku bertanya-tanya bagaimana cara memeluknya agar kita bisa keluar dari ruang gelap ini. Arrggh! peduli apa? Dia sudah seratus tahun tidur di atas kotorannya sendiri, tidak mungkin terganggu dengan bau kotoranku. Jadi aku meraih tangannya dan menepatkan di punggungku tetapi tangannya terasa dingin tanpa daya. "Apakah kamu kedinginan?" tanyaku tegang. Lagi lagi tak ada jawaban, aku mencoba untuk duduk, tidak mampu,----"Aku serius bertanya, Tuan!" Air mataku mulai mengalir, menyesal rasanya tidak memeluknya sejak dia memohon pertolongan. Aku belum mengenalnya, tetapi dia yang membuatku merasa tersentuh. Mahluk ini hanya minta dipeluk----Jadi aku memeluknya, terjatuh di atas tubuhnya dan menangis. Kesedihan merambati hatiku, aku semakin melekatkan diri padanya, menaiki tubuhnya yang lemah, meraih kedua tangannya agar dia juga memelukku. Dan pada waktunya aku terjatuh di atas dadany
"Cincin apa?" Raja Abigail memandangi Clara dengan bingung. "Cincin pusaka!" jawabku dingin, "Itu harusnya ada di jariku, saat aku merangkak memelukmu, cincin itu masih di sana!" Wajahku merah menahan malu, merasa bodoh kenapa aku bisa diperdaya raja cabul ini untuk datang memeluknya. "Mari kita turun dulu, aku akan menanyai Ramses tentang hal ini!" Raja Abigail meraih tangan Clara dan tidak memperdulikan penolakannya, "Bersikaplah tenang, cerita tentang kita hanya bisa aku bagikan jika kamu terlihat lembut!" Astaga, darah mendidih dalam diriku! Raja ini memang tampan, tapi kata-katanya yang tidak senonoh mengurangi rasa hormatku. Meski begitu, aku harus tetap tenang, karena aku memerlukan token bank untuk mencari tiket ke benua putih. "Bukan itu!" ujarku. Waktu Ramses datang membawakan cincin berwarna merah dengan lingkaran terbuat dari platinum putih. Ramses mengungkapkan keheranannya dan berkata, "Hanya ini yang kami temukan pada tubuh Yang Mulia Ratu!" Ramses menatapku denga
Abigail tersenyum melihat kepolosan Clara dan memeluknya erat. Dia dengan lembut membalikkan tubuh Clara ke arah cermin besar, menyadari bahwa tirai sutra telah terbuka. Rambutnya yang tadinya berwarna hitam menjadi keemasan berkilau, matanya biru kehijauan selaksa zamrud yang mencolok dengan tiara berlian di atas kepalanya. Auranya sangat anggun, elegan----Itu adalah wajah aslinya-----Clara El Wongso. Raja Abigail, mengembangkan bahunya yang lebar, dia bertolak pinggang, "Ratuku adalah perempuan yang bersahaja, dia tidak memerlukan sihir untuk berkaca di kaca kebenaran. Sebaiknya kamu, Ramses! berdirilah di sini untuk membuka kedokmu sebagai antek Caligula----Ular siluman budak para raja!" Sebelum Ramses terjatuh, seorang panatua melompat di atas mimbar dan menunjuk kepada pengawal raja, "Tangkap Raja Abigail! Dia seorang raja yang mengabaikan rakyatnya demi seorang perempuan dari kalangan jelata!" Pengawal kerajaan bingung dengan rumor kudeta di Skydra, tetapi pelakunya belum ter
"Nyonya Elaine, jika Anda sukarela memberikan cincin itu kembali kepadaku, maka tidak perlu ada kekacauan dalam keluargamu. Berpikirlah, sebelum Anda melangkahi gerbang itu!" Aku menghela nafas, menginginkan para bangsawan ini bersikap terhormat. Panatua dengan suara serak membentak Elaine, "Jangan pedulikan ratu penyihir, dia menuduhmu untuk menyingkirkan posisimu!" Mata Elaine yang kecil bergerak-gerak suram, dia melirik pada Panatua dengan rasa bimbang. Sanggulnya yang tinggi terasa berat----Kaki kecilnya bergerak, dia menyeretnya dilema pada situasi. Gerbang terbuka lebar, Elaine melangkah kakinya dan teriakan lega terdengar dari kumpulan bangsawan. Sekarang pandangan mereka menatap tajam pada Clara. "Bodoh!" Kenapa tidak kau terkam saja perempuan itu----Suara familiar terdengar di pikiranku,"Ah, kau kembali, kenapa tidak mati saja, biar aku menabur bunga di laut Sifirin!?", "Hehehe, aku menemukan pasangan sejatiku, lagipula kamu tertidur pulas berhari-hari setelah terjerat jell