Wiliam mengusap keringat yang ada di pelipisnya. Dia menyipitkan mata kala melihat Tuannya memeluk seseorang."5hit!" Wiliam mengedarkan pandangan, dirasa tidak menemukan apa yang dia cari, Wiliam segera menuju ruang ganti."Sial4n!" Wiliam melihat cadar, dan pakaian yang Grazella kenakan sudah berserakan di lantai. Pria itu segera mengambil sebuah walkie talkie."Nona muda Kabur! Cepat kalian cari di seluruh area butik!" Wiliam segera menuju ke arah Tuannya."Tuan!" Sang empu terlihat mendengkus kesal."Apa kamu mau mati, wil! Jangan menggangguku pergi sana!" Usir Gabriel dengan nada dingin."Kau yang akan mati, jika gadis itu sampai berhasil kabur," batinnya penuh ejek.Tidak memperdulikan ada sosok Wiliam, Gabriel justru dengan lancangnya merem4s semangka sang gadis.Badan Gabriel seketika terdiam, saat mendapati perbedaan di sana. Detik selanjutnya, wajahnya berubah merah padam dengan urat leher yang sudah terlihat. Pria itu langsung membalikan tubuh sang gadis.Tangannya mengepal
Senja sudah menampakan wujudnya, dengan cantik. Grazella terlihat menuju dapur, untuk mengambil kemasan 5u5u. Gadis akan memompa asinya, mumpung si iblis tidak berada di mansion.Sedari pulang dari cafe, Grazella tidak melihat Gabriel. Sedangkan pria itu masih berdebat bak capres dengan sang ayah."Sudah berapa kali kubilang, kau harus menikahi Selena, Gabriel! Tua Bangka itu sudah menguasai seluruh saham perusahaanku!" Paruh baya tersebut menatap tajam sang putra. Tetapi Gabriel hanya diam, dengan wajah datar."Aku sudah menuruti permintaanmu, dengan bertunangan dengannya, Dad. Dan aku tidak akan pernah menikahinya! Aku punya cara sendiri, untuk mengambil alih saham itu!" jelas pria berwajah datar tersebut."Bagaimana, Gabriel? Jangan banyak tingkah kau! Daddy tau kau sudah mempunyai perusahaan sendiri! Tapi perusahaan itu juga milik Keluarga kita, Gabril!" paruh baya itu sangat emosi, membayangkan perusahaan miliknya akan di ambil alih oleh orang lain."Hanya kamu, yang bisa menyelam
Dengan rahang mengeras, dan tangan mengepal pria itu menatap bengis, ke arah gadis di depannya.Gabriel meremas kartu nama yang berada di tangannya. Grazella hanya diam dengan tangan terlihat bergetar."Le–on,""Kabur? Dengan pria lain! Lancang sekali pemikiranmu itu, El!" Suara dingin yang sudah jarang Grazella dengarkan, sekarang menusuk telinganya."A-aku ... aarrghh! Sakit, Leon lepas!" Pria itu mencengkram dagu Grazella dengan keras. Bahkan pipi gadis itu terlihat memerah."Apa aku terlalu lembut padamu, atau memang pada dasarnya kau sungguh keras kepala, hah!""Sakit, Le–on. Lepas, kamu menyakitiku!" "Kau milikku, aku berhak melakukan apapun pada tubuhmu, El!" teriak Gabriel."Aku sangat membencimu, Leon! Kenapa kau sangat egois!""Bencilah aku, sebesar yang kau bisa, El. Sampai kau tidak akan sanggup melupakanku,""Dasar sinting! lepas, Leon!"Wajah gadis itu menoleh ke samping
Waktu sudah menunjukan, pukul 11 malam. Terlihat dua pria, dengan tinggi menjulang, keluar dari mobil sport Lamborghini tersebut."Huft, Akhirnya sampai juga! Aku sangat merindukan tempat ini!" Dengan semangat pria itu berceloteh."Tutup mulutmu, Wil! Kau mau aku jual mulut rombengmu itu, hah!"Dengan cepat Gabriel membungkam mulut sahabatnya."Astaga Riel, lihatlah dirimu! Sekarang kau sangat mirip ibu-ibu kurang tranferan! Apa gadis, ah maksudku wanitamu itu nakal lagi, h'm?" Dengan tengilnya Wiliam menaik turunkan alisnya."Bulan depan gajimu aku potong 50% dan akan kukirim kau, ke kutub selatan Wil!""Ayolah Riel ... Aku hanya bercanda, Tuan."Mereka segera masuk ke tempat yang biasa di sebut surga dunia itu.Terlihat dua wanita s3ksi dengan pakaian kurang bahan, duduk berdampingan dengan Gabriel. Kedua wanita itu menatap Gabriel, bak makanan yang siap disantap."Tuan, malam ini sama Jessie saja, ya? Jessie akan kasih s3rvis yang memu4skan." Dengan sedikit mendesah, wanita itu ber
Sinar matahari sudah bersiap untuk bertugas hari ini, gadis dengan manik amber baru akan terbangun. Dia menyitipkan mata kala melihat seseorang yang sedang berada di kamarnya."Bibi Margaret?" Wanita yang sedang merapikan meja rias tersebut menoleh. Paruh baya itu tersenyum, dan segera menghampiri sang Nona."Pagi, Nona. Maaf sudah mengganggu tidur, Nona,""Apakah sudah siang, Bi?" "Masih jam 6 pagi, Nona." Grazella terkejut, biasanya para maid akan membersihkan kamar jam 8, aneh tidak biasanya.Gadis itu mengedarkan pandangan, dan sedikit kecewa, kala tidak menemukan sosok yang dia cari. Hal itu terlihat oleh sang kepala maid, dia pun tersenyum dan memberikan sedikit informasi."Tuan, tidur di kamar lain, Nona,""Aku tidak perduli, Bi." Penuh baya itu hanya tersenyum."Apa yang kamu pikirkan, El. Baguskan tidak ada iblis itu, sekalian saja jangan pernah kesini lagi!" batinnya dengan meremas sprei."No
Gabriel yang tidak sabar, meremas kuat tangan Grazella dengan kasar. Gadis itu terpaksa mengeluarkan suaranya."Si–ap." Suara gadis itu bergetar dengan tangan mengepal. "Baiklah. Maka tibalah saatnya untuk meresmikan pernikahan, Saudara. Saya persilahkan Saudara masing-masing menjawab pertanyaan, saya," ucap Pendeta."Gabriel Leonard Mattew, maukah Saudara menikah dengan Grazella Elnara Wesley, yang hadir di sini, dan setia mencintainya seumur hidup, baik suka maupun duka, dalam sakit maupun sehat, serta keadaan kurang maupun berlimpah?""Ya, saya bersedia!""Kepada mempelai wanita, Grazella Elnara Wesley, maukah Anda menikah dengan, Saudara Gabriel Leonard Mattew, dan mencintainya seumur hidup Anda, baik suka maupun duka?"Gadis itu tidak kunjung menjawab pertanyaan dari Pendeta tersebut, hatinya terasa sangat ragu, dia merasa takut hidupnya akan semakin menderita."Saudara, Grazella?" Pendeta itu sudah sedikit bingung
Gabriel yang melihat air mata Grazella menetes ke kakinya hanya diam. Pria itu tidak perduli dengan sang istri yang menangis dalam diam. Gabriel tetap melanjutkan aktivitasnya. Tidak ada suara yang terdengar di sana, kecuali suara mesin hairdryer. Hingga pria itu selesai mengeringkan surai panjang istrinya.Gabriel menekan tombol di samping meja, dan berbicara dengan seseorang. Setelah selesai, pria itu kembali mendekati sang istri, dengan membawa sebuah krim.Gabriel duduk di tepi ranjang, dan membalikan tubuh sang istri untuk menghadapnya. Terlihat gadis itu masih setia menangis. Grazella hanya menunduk, dengan air mata yang tak kunjung reda.Gabriel menyadari itu, tetapi dia tidak perduli. Gabriel membuka bathrobe yang menutupi labirin Grazella tanpa perlawanan. Gadis itu tidak berteriak atau pun marah, dia hanya menangis dengan bahu yang sudah bergetar hebat.Gabriel mengoleskan krim itu ke jarinya, lalu ia ratakan di area
Siang ini matahari menampilkan sinar garangnya. Terlihat di gedung terbengkalai itu, seorang pria bertopi, dengan tinggi mampai, dan wajah super tampan terlihat sedang sibuk.Pria itu sedang mempersiapkan senapan di lantai gedung itu, dia memposisikan senapan dengan baik. Setelahnya dia tengkurap untuk bersembunyi dengan mengarahkan ujung senapan ke arah target, agar dapat melihat target dengan jelas.Matanya langsung melihat paruh baya yang ia tau sebagai seorang mafia.Terlihat paruh baya itu sedang menunggu targetnya, paruhbaya itu membawa banyak rombongan dan anak buah.Tidak lama setelah itu, dia melihat sebuah mobil Jeep mendatangi tempat tersebut, sang pria yakin itu adalah targetnya. berbeda dengan sang paruh baya, targetnya hanya bersama beberapa anak buahnya saja.Mereka semua memasuki bangunan di mana paruh baya itu menunggunya."Maaf sudah membuat Anda menunggu, Mr. Justin," ucap ketua mafia tersebut, sembari menjabat tangan de