Samantha turun dari mobil sambil sedikit meringis menahan sakit di kepalanya. Margareth Adams memang kejam dan tak berperasaan. Wanita paruh baya itu sungguh tidak melepaskan cengkeraman tangannya dari rambut Samantha hingga mereka tiba di kediaman keluarga Adams.Samantha merapikan rambutnya yang bergumpal dengan hati-hati. Padahal Samantha sudah berusaha untuk tegar. Namun air matanya berhasil lolos dan melalui pipinya yang kemerahan karena ditampar.Samantha tidak mengerti mengapa Margareth Adams begitu senang menyiksanya seperti ini. Apa salah Samantha sebenarnya? Apakah karena Samantha menikah dengan Dante, putra kebanggaannya itu?“Hey ….”Samantha hampir terlonjak dari tempatnya berdiri saat seseorang menyentuh bahunya.“Dante?” gumam Samantha terkejut setelah berbalik dan mendapati pria itu berdiri di depannya.Dante mengamati Samantha dengan tak kalah terkejut. “Apa yang terjadi padamu?”Samantha berdeham pelan sambil merapikan kembali rambutnya. “Uhm, tadi ada angin bertiup
Dante memikirkan dengan sedikit serius perkataan yang diucapkan oleh Samantha barusan. Mungkin peduli memang kata yang tepat. Hanya saja Dante masih belum bisa menyadari akan tindakan serta perasaannya terhadap gadis itu.Dante mengerjap beberapa kali sementara tangannya kembali bergerak menyelesaikan kegiatannya menyisir rambut Samantha. “Well, sekarang rambutmu sudah rapi,” ucapnya lalu meletakkan sisir ke atas meja.Samantha segera berbalik dan duduk menghadap ke arah Dante. Matanya yang indah menatap pria itu dalam kesenduan. Samantha tahu jika sekarang pria di depannya itu tengah menunggu sebuah jawaban yang mungkin tidak ingin dia dengar.Sambil memegangi ujung blus yang ia kenakan, Samantha mulai menceritakan beberapa hal yang terjadi hari ini. Samantha menyampaikan bahwa Margareth tiba-tiba membawanya bertemu dengan keluarga Johnson dan memaksanya untuk menandatangani surat perjanjian damai.Namun Samantha memilih untuk melewatkan bagian di mana Margareth menampar, menghina, s
Dante duduk termenung dengan pandangan yang sama sekali tak beralih dari wajah Samantha yang tertidur di pangkuannya. Sudah tiga puluh menit Dante memperhatikan gadis itu tertidur sementara pikirannya terpecah ke mana-mana.Dante bisa memberikan banyak hal pada gadis yang tertidur meringkuk di pangkuannya itu. Satu-satunya hal yang tidak bisa Dante berikan hanyalah kebebasan. Dante masih belum siap melepaskan Samantha dari hidupnya.Dante mendesah pelan. Tidak. Sebenarnya Dante bukannya belum siap, pria itu tak bisa melepaskan Samantha dan sebenarnya ia tidak mau.“Aku minta maaf,” gumam Dante pelan sambil membelai lembut pipi Samantha.Tidak ada yang lebih egois dari Dante karena pria itu hanya memikirkan diri sendiri. Dante mungkin bahagia Samantha berada di sisinya. Tapi pernahkah pria itu memikirkan bagaimana rasanya di posisi Samantha sekali saja?Sebuah kerutan halus tercetak di dahi Dante mengikuti Samantha yang lebih dulu melakukan hal serupa. Gadis itu tiba-tiba berkeringat d
Samantha terkekeh geli sesaat setelah mengetahui jika ‘bersenang-senang’ yang Dante maksud adalah minum sebotol anggur sambil menikmati udara malam.“Astaga, betapa konyolnya pikiranku sebelumnya," erangnya pelan.Samantha merasa jika dirinya sangat konyol karena berpikir begitu jauh sebelumnya. Bagaimana bisa ia berpikir bahwa Dante mungkin akan mengajaknya untuk berkeringat bersama di atas ranjang? Mengapa Samantha berpikir sejauh itu?“Memangnya kamu memikirkan apa sebelumnya?”Suara Dante menggema dari arah belakang dan sukses mengejutkan Samantha yang sempat teralihkan. Dengan cepat gadis itu berbalik untuk menatap Dante yang melangkah ke arahnya sambil membawa sebotol anggur di tangan.Samantha berusaha terlihat santai dan tidak gugup. Dante pasti akan menertawakan dirinya jika tahu apa yang telah ia pikirkan sebelumnya.“Uhm, bukan sesuatu yang serius,” sahut gadis itu lalu mengulurkan tangan menerima gelas anggur dari Dante.Dante memosisikan diri di samping Samantha, kemudian
Keesokan paginya ….Dante menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang dengan hati-hati setelah sebelumnya puas memandangi Samantha yang masih tertidur. Dante menjadi orang pertama yang terbangun dan suasana hatinya luar biasa bagus pagi ini.Dante tidak bisa berhenti tersenyum dan ingatan tentang bagaimana ia menghabiskan malam panas bersama Samantha terus terbayang di kepalanya. Ayolah. Ini bukan yang pertama kalinya bagi Dante, tetapi mengapa ia begitu senang karena hal tersebut?Setelah selesai membersihkan diri dan berpakaian, Dante keluar dari kamar menuju dapur. Saat kedua kakinya hampir berhasil memasuki area tersebut, Dante berpapasan dengan ibunya yang hendak keluar dari sana.“Pagi,” sapa Margareth sambil tersenyum ramah. Menyapa putranya yang tampak begitu tampan dengan rambut setengah basah.Dante memaksakan bibirnya untuk tersenyum. “Pagi, Mom,” sahutnya singkat.Margareth membalas senyuman putranya, kemudian hendak melanjutkan langkahnya yang sempat tertahan.“Uhm, bisaka
Dua hari kemudian Samantha akhirnya kembali bekerja setelah beberapa lama mengambil libur. Samantha bersyukur rekan-rekannya tidak mengajukan pertanyaan yang akan membuatnya merasa tidak nyaman. Terutama Lionel, pria itu bersikap biasa dan tidak membahas kejadian yang menimpa Samantha terakhir kali. Samantha merasa seolah hidup kembali setelah sebelumnya merasa cukup tersiksa karena beberapa masalah yang menimpanya. Entah mengapa setelah insiden penculikan, Samantha merasa jika sikap Dante menjadi lebih protektif padanya. Bahkan pria itu hampir mempekerjakan beberapa pengawal untuk menjaga Samantha dan beruntungnya Samantha bisa meyakinkan Dante bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan. Samantha tidak bisa membayangkan beberapa pria akan mengikutinya ke mana-mana. Dan bagian tersulitnya adalah bagaimana Samantha harus menjelaskan pada rekan-rekannya jika mereka bertanya? Sampai detik ini tidak ada yang tahu jika Samantha adalah istri seorang pewaris dari keluarga Adams. “Hey, kakak
Samantha tersentak kaget saat Dante langsung mencium bibirnya ketika ia baru saja masuk ke dalam kamar. “Astaga, Dante. Kamu mengejutkanku,” kata gadis itu dengan ekspresi terkejut.Dante tersenyum simpul. “Kamu terlambat sepuluh menit.”Samantha melepaskan mantel di tubuhnya. “Uhm, ada sesuatu yang harus aku kerjakan sebelum pulang dan aku lupa memberi tahumu,” sahut gadis itu berbohong.Fakta sebenarnya adalah Samantha baru sadar telah meninggalkan buket bunga pemberian dari Dante di ruang ganti setelah taksi yang ia tumpangi melaju cukup jauh dari studio. Karena itulah ia terlambat sepuluh menit sebab Samantha harus kembali ke studio untuk mengambil buket bunga tersebut.Dante mengangguk tanpa menaruh curiga sedikit pun. Alih-alih marah seperti yang biasa ia lakukan, Dante justru tersenyum begitu manis. Bahkan tatapan matanya saat menatap Samantha terasa begitu hangat dan membuat Samantha seketika merasa berdebar.“Cepat bersihkan dirimu dan berpakaianlah dengan cantik,” titah Dant
“Berdansalah denganku, Samantha,” ucap Dante sesaat setelah Samantha berhasil menghabiskan makanan penutup di piringnya. Samantha tersenyum manis sambil menganggukkan kepala dengan pelan. Lalu keduanya pun berdansa di bawah sinar rembulan dengan alunan musik yang tiba-tiba dimainkan. Kedua kaki mereka bergerak perlahan sambil menatap satu sama lain dengan cukup dalam. Samantha memejamkan mata ketika bibir Dante mendarat dengan perlahan di bibirnya. Kemudian gadis itu kembali tersenyum saat Dante mendaratkan dagu di bahunya sambil memeluknya begitu hangat. Samantha tahu ini konyol dan mustahil, tetapi ia ingin waktu berhenti sebentar agar bisa menikmati momen ini lebih lama lagi. “Terima kasih,” ucap Dante tiba-tiba. Samantha mengerutkan kening. “Terima kasih untuk apa?” tanyanya bingung. Samantha tidak merasa telah melakukan sesuatu. Jadi, mengapa pria itu berterima kasih? Dante mengeratkan pelukan. “Terima kasih karena telah memberiku malam yang indah,” ucap pria itu terdengar t