Dan ya, untuk ke sekian kalinya Alicia kembali terdiam.
Omong-omong, mereka tengah berada di taman kecil yang hanya berbatasan kaca dengan ruang makan. Sebuah taman beratapkan kaca, dengan deretan bunga Tulip dan mawar putih yang mengelilingi. Pada tengah taman membentang rumput hijau dengan setapak batu alam sebagai tempat mereka berpijak. Di sebelah Utara taman terdapat kolam kecil dengan patung Dewi kesuburan yang tengah memegang tempayan yang terus mengalirkan air ke tengah kolam. Tempat yang sangat indah dan nyaman untuk memenangkan diri. Hal itulah yang dilakukan Abby tadi, sebelum iblis wanita ini tiba. Alicia berdehem beberapa kali. Seperti sebelumnya, dia kembali meremas sisi gaunnya hingga kusut, guna meredam kekesalan atas ucapan Abby tadi. “Bagaimana, Alic? Apakah kau punya saran?” Lagi, Abigail bertanya. Pertanyaan Abby berhasil menarik Alicia dari lamunannya. Wanita cantik bergaun putih itu menatap Abby dalam diam. Beberapa saat kemudian, kedua matanya perlahan mengalirkan kristal bening yang sangat deras bak dua tanggul yang pecah. Alicia masih berdiri terpaku di sana dengan tangisan yang belum reda. Tangisan yang perlahan mengundang perhatian semua orang yang ada di sana, termasuk Gamaliel dan ayahnya yang tengah berbincang. Melihat Alicia menangis, beberapa orang yang ada di dekat sana bergegas menghampiri mereka. Alicia sendiri, begitu mendapati banyak langkah kaki yang mendekat, wanita cantik itu mengusap air matanya dengan kasar, lalu menatap Abby dengan wajah sembab. “A-aku tidak tahu apa yang salah dengan ucapanku tadi, Kakak Ipar ... A-aku hanya ingin berbagi cerita denganmu tentang kedekatanku dan kak Gama dulu. Tapi kenapa kau ....” Alicia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Setelahnya, dia kembali mengangkat wajahnya, lalu dengan suara yang semakin parau melanjutkan. “Kami ... Kami telah akrab sejak kecil. Bagi mereka yang akrab, panggilan kesayangan adalah hal yang biasa, a-aku tidak tahu kalau panggilanku begitu mengganggumu.”“Ma-maafkan aku, Kakak Ipar ....” Alicia mengakhiri dramanya dengan membungkuk sembilan puluh derajat. Abigail mengangkat sebelah alisnya. ‘Kau ingin bermain? Baiklah.’ “Ada apa ini?” Julia Smith–ibu Gama ikut masuk dalam obrolan. Namun, bukannya menenangkan Alicia, Julia justru menghampiri Abby dengan wajah khawatir. “Terjadi sesuatu, Nak?” Apa yang Julia lakukan hampir membuat Alicia merusak topengnya sendiri. Bahkan dengan drama tangisan seperti ini, masih belum bisa menggerakkan hati wanita paruh baya itu untuk sekedar bersimpati padanya. Namun, karena sudah kepalang basah, Alicia tidak ada pilihan selain melanjutkan dramanya. “Ma-maafkan aku, Bibi ... Ini salahku ... Aku–“Bibi tidak bertanya padamu, Alic.” Suara Julia terdengar dingin. Setelahnya, wanita paruh baya tersebut beralih pada Abby. “Katakan, sayang ... Apa yang terjadi?” Abby mengalihkan pandangannya pada Julia. Dengan gerakan lembut, wanita cantik itu menyentuh tangan ibu mertuanya. “Aku juga tidak mengerti, Ibu. Aku tengah melihat pemandangan tadi, saat Alicia datang dan menceritakan tentang kedekatannya dengan Gama yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kedekatan yang sangat intim hingga memiliki panggilan kesayangan satu sama lain.”Abigail menghela nafas, lalu menatap Alicia yang telah tenggelam dalam pelukan ibunya. “Aku sempat terkejut tadi, tapi sebagai orang baru, aku cukup tahu diri untuk tidak merasa cemburu.” Lagi, helaan nafas Abby terdengar. Kali ini, bahkan matanya sedikit memerah saat kembali menatap Julia. “Aku tidak tahu kalimat mana yang salah, tapi sungguh aku tidak bermaksud ....” Wanita cantik bermata almond itu, mengusap sudut matanya yang basah. “A-aku hanya mencoba meredam rasa cemburu dengan ... Dengan meminta saran Alicia tentang nama kesayangan untuk Gama, tapi sepertinya ....” Abby menatap Alicia yang juga tengah menatapnya tajam di dalam rangkulan ibunya. “Sepertinya terlalu dini untuk orang baru sepertiku masuk dalam hubungan harmonis yang telah mereka bangun bertahun-tahun.” Tidak ada kalimat Abby yang menjelek-jelekkan Alicia. Namun, mereka yang paham akan langsung tahu siapa yang salah di sini. Bagi wanita yang sudah menikah khususnya ... Mereka semua yang telah makan asam garam pernikahan dapat menangkap jelas niat buruk Alicia. Untuk alasan apa lagi seorang wanita menceritakan hubungan masa lalunya dengan seorang pria yang sudah menikah, pada istrinya sendiri? Jelas di sini Alicia berniat menegaskan posisinya sebagai wanita penting dalam hidup Gama. Jika ini terjadi pada wanita lain dan bukan Abigail yang tahan banting, pastilah Gama yang baru menikah beberapa hari lalu akan langsung mendapatkan surat gugatan cerai dari istrinya. Pikiran para wanita di sana, sama dengan yang ada di kepala Julia Smith. Tanpa melepaskan genggaman tangan Abby, wanita paruh baya itu menatap Alicia tajam. “Aku tidak tahu apa tujuanmu, Alic. Tapi sebagai wanita seharusnya kau paham, dampak seperti apa yang bisa terjadi jika membahas masa lalu dengan istri orang lain. Kau sudah cukup dewasa dan tidak bodoh untuk tahu hal itu, bukan?” Tatapan Julia semakin menajam. “Aku harap kau tahu batasanmu. Seorang sepupu, tetaplah sepupu. Meskipun tidak ada darah Evans mengalir dalam tubuhmu, tapi kau bisa hidup sampai saat ini karena uang Evans. Jangan lupakan posisimu.” Julia menggenggam tangan Abby semakin erat sembari mengedarkan pandangannya pada mereka semua yang ada di sana. “Biar aku perkenalkan lagi. Dia, Abigail Collins yang telah berganti nama belakang menjadi Evans. Dia Nyonya muda Evans, istri say Gama saat ini. Siapa pun kalian yang masih muda, tidak ada yang berhak mengangkat kepalanya terlalu tinggi di depan wanita ini. Camkan itu.”Keheningan memenuhi seluruh taman, begitu Julia menyelesaikan ucapannya. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menentang, atau menjawab ucapan Julia tadi. Begitu juga dengan Abby yang tetap pada posisi semula, dia tidak menunduk apalagi bersembunyi di balik punggung Julia, seperti yang dilakukan Alicia tadi. Wanita cantik itu merasa, air mata palsu yang ia keluarkan tadi adalah batasnya. Tidak ada lagi hal lain yang akan ia lakukan untuk mendukung drama murahan Alicia. “Bukankah ucapanmu sangat berlebihan, Kakak Ipar?” Suara Hadley Green, ibu angkat Alicia terdengar. Wanita paruh baya yang sejak tadi memeluk Alicia itu, perlahan mengurai pelukannya lalu menatap Julia dan Abby bergantian. “Meminta para generasi muda untuk tidak mengangkat kepala mereka terlalu tinggi di depan orang baru? Apakah kau tidak merasa malu mengatakan hal bodoh seperti itu?!” Abigail menatap Hadley dalam diam. Hadley Green merupakan salah satu orang yang ada dalam informasi Rea, tentang orang yang har
Hadley terdiam. Wanita paruh baya itu terdiam seribu bahasa setelah mendapat balasan telak dari Julia. Di belakang Julia, Abby yang melihat bagaimana sang ibu mertua mengatasi masalah, tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa bangga. Sepertinya perasaan khawatir merepotkan orang yang membelanya, membuat Abby lupa siapa ibu mertuanya ini dan seperti apa posisinya di keluarga Evans. Ya, selain informasi tambahan dari Rea, Abby juga sempat mencari tahu tentang orang-orang penting keluarga Evans. Dan, kedua orang tua Gama, berada di peringkat kedua, setelah kepala keluarga Evans–Kakek Gerald dan istrinya, sebagai orang paling berpengaruh dan memiliki keputusan mutlak dalam keluarga. Pada posisi ke-tiga sudah jelas Gama, sebagai pewaris utama, sekaligus orang yang menarik perusahaan Evans dari ambang kebangkrutan, menstabilkan lalu membuat perusahaan semakin naik di era krisis hingga bisa kembali pada posisinya; berada di puncak rantai makanan .., sudah barang tentu ia sangat diha
Dengan masih mempertahankan tatapan sengitnya, Gerald kembali berbicara. “Persetan dengan apa kata orang.” ...Sementara di depan sana, setelah meninggalkan Kakek dan ayahnya, Gama bergegas menghampiri Abby. “Kita pulang sekarang?” Abigail cukup terkejut dengan tindakan Gama. Mata wanita itu juga sempat terbelalak. Namun, sebisa mungkin ia menormalkan raut wajahnya, lalu mengangguk. “Ya, aku juga sedikit lelah sekarang.”Bukan omong kosong, Abby memang sangat lelah sekarang dan entah kenapa, kehadiran Gama adalah hal yang paling ia syukuri saat ini. Abby bukannya tidak pernah menghadapi perseteruan keluarga seperti ini. Pernah, bahkan sering. Dulu, sebelum sang ayah yang notabene CEO perusahaan Collins difitnah membunuh’, menggelapkan uang perusahaan hingga harus mendekam di balik jeruji besi, keluarga mereka selalu menjadi sasaran sindiran saat acara keluarga berlangsung. Banyak dari para Collins yang sangat membenci keluarga mereka. Terkhususnya sang ayah, yang telah sukses di
Ucapan Gama yang terkesan–bukan terkesan tapi sangat tidak berperasaan tersebut, membuat mereka semua yang ada di dalam mobil terkejut. Carlos yang tengah menyetir, secara perlahan menaikkan pembatas antara kursi depan dan belakang, sedangkan Rea tanpa sadar mengambil sebotol air mineral yang sering Carlos selipkan di saku dasbor, kemudian menenggaknya hingga tandas. Beberapa saat saja bersama Abby, membuat mereka tahu bahwa sang nyonya muda bukan lawan yang mudah untuk tuan mereka. Melihat bagaimana Abby membalikkan keadaan di kastil Evans tadi, sudah lebih dari cukup untuk memberi peringatan keras pada Carlos dan Rea–pada sang tuan juga sebenarnya, untuk tidak menganggap remeh nyonya muda mereka ini. Dan ya, Sepertinya kekhawatiran Carlos dan Rea benar-benar terbukti. Sedikit meragukan sebenarnya, karena yang terdengar pertama kali setelah hening yang cukup panjang, bukanlah suara keras Abby, melainkan suara tawa yang sedikit dipaksakan. “Perang dimulai,” gumam Rea. Di bangku b
Abigail masih terpaku di tempatnya. Beberapa saat setelah Gama keluar dari mobil, barulah wanita cantik itu sadar dan melontarkan tatapan tajam pada sang suami. “Apa dia kira aku cacat?!” Abigail menatap pintu mobil yang dibuka Gama dengan sedikit kesal. “Hanya membuka pintu mobil, bukan? Berlebihan!” Rea yang tahu sang nyonya tengah kesal, bergegas membantu membukakan pintu mobil untuk Abby. “Mari, Nyonya.” Abigail menarik nafas dalam, lalu turun dengan senyum cerah. “Terima kasih, Rea.” Udara segar yang dirasakan saat turun dari mobil, membuat Abby merasa sangat nyaman. Awalnya dia berpikir, Gama adalah seseorang yang glamor dalam segala hal; baik penampilan maupun tempat tinggal, tapi ternyata pemikirannya itu salah besar. Melihat dari lingkungan tempat tinggal juga eksterior rumah yang lebih didominasi warna cokelat kayu, pepohonan rindang dan taman yang luas, sangat jelas terlihat bahwa hampir mirip dengannya, Gamaliel Evans juga sangat menyukai tempat tinggal berbau alam. “
Setelah menarik nafas dalam, Abigail lalu membenarkan posisi gaunnya, kemudian bergegas memasuki dapur dengan langkah sedikit menghentak–ia sengaja melakukannya agar mereka tahu ia datang. Kedatangan Abby, membuat suasana yang senilai ramai menjadi hening. Para pelayan yang awalnya bergunjing seketika berpencar dan mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing hingga hanya menyisakan Mia–kepala dapur kediaman Gama dan Alicia sang calon nyonya yang gagal. "Apakah aku mengganggu?" Abigail yang melihat mereka semua terdiam, bertanya dengan wajah polos. Mia yang melihat hal itu, memaksakan senyumnya. "Anda membutuhkan sesuatu, Nyonya?" Abigail menatap Mia, lalu mengangguk. "Ya, tolong segelas air, Mia. Aku akan menunggu di taman samping." Setelah mengatakan niatnya, wanita cantik itu bergegas berbalik pergi. Namun, belum juga mengambil langkah kedua, suara Alicia berhasil menghentikan langkahnya. "Hanya air putih, Abby ... Tidak bisakah kau membawanya sendiri?"Sudut bibir Abby terang
Mia masih terus menunduk. Ucapan Abigail benar-benar membuatnya kehilangan kata-kata. Jika ini beberapa saat lalu, dia pasti akan beradu argumen dengan sang Nyonya. Tapi, melihat bagaimana Nyonya mudanya ini bermain kata, tidak ada pilihan lain bagi Mia selain menunduk tanpa niat membalas. Beberapa saat berlalu dalam diam. Setelah dirasa cukup, Mia lalu berdehem kecil. "Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya. Saya akan lebih berhati-hati ke depannya agar tidak tenggelam." Mia menarik nafas dalam. "Jika tidak ada yang ingin Anda bicarakan, Saya permisi." Abigail hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah Mia pergi, Rea yang sejak tadi berdiri di dekat pilar ruang makan berjalan mendekat. "Apakah Anda baik-baik saja, Nyonya?" Rea melihat ke belakang, memastikan tidak ada yang mendengar,. "Mia memang seperti itu, Aku harap Nyonya tidak mengambil hati setiap ucapan dan tindakannya." Suara Rea membuat Abby yang semula memunggungi pintu, berbalik. Wanita cantik itu melemparkan tat
Abigail tersenyum. "Apapun itu, aku tetap berterima kasih." Rea tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengangguk dengan senyum. "Ingatlah untuk berhati-hati, Nyonya. Keluarga Evans tidak sesederhana yang terlihat. Aku harap Nyonya selalu ingat untuk mawas diri. Nyonya besar yang adalah nenek Tuan Gama, juga orang yang melindungi Mia ... Aku dengan berani mengatakan bahwa beliau sangat berbahaya. Tidak seperti tuan besar Evans yang ramah pada Anda, Nyonya besar sedikit lebih keras." Abigail mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu mengangguk. "Aku mengerti." Seolah baru teringat sesuatu, Rea menatap Abby. "Aa, benar. Tuan besar menyuruhku ke sini. Tuan ingin sarapan pagi bersama." Rea melirik CCTV yang menyorot langsung mereka berdua. "Tuan menunggu Anda di ruang kerjanya." "Kenapa Ruang Kerja?" Abigail mengerutkan keningnya. "Aku ingin sarapan di meja makan. Katakan padanya untuk datang. Jika tidak, aku akan makan sendirian." Rea mengusap belakang kepalanya. "Akan saya sampaikan, Ny
Setelah kejadian sore tadi—yang berujung Abby harus memuaskan suaminya dengan cara lain hingga membuat rahangnya sedikit keram, akhirnya mereka tiba di lokasi diadakannya pesta ulang tahun Paman Gama. “Apakah masih sakit?” Tanya Gama saat melihat beberapa kali Abby menyentuh pipinya. Abigail menatap suaminya sengit. “Menurutmu? Bukan sakit secara harafiah, tetapi aku hanya merasa seperti baru saja meniup beberapa balon. Benar-benar tidak nyaman.” Gama menghela nafas. “Maafkan aku. Jika kamu tidak menolak, mulutmu pasti tidak akan sakit.” Sudut bibir Abby bergerak-gerak. Ingin sekali dia menyemburkan racun mematikan, tetapi sekuat tenaga ia tahan. ‘Jika tidak menolak?’ Jika dia tidak menolak maka saat ini pastilah mereka masih bergelut di atas ranjang! Ck, benar-benar menyebalkan!Dengan diawali oleh helaan nafas, Abby memejamkan matanya. “Sudahlah jangan dibahas lagi. Anggap saja ini memang salahku.” Ballroom hotel yang telah disulap menjadi area pesta mewah dengan dominasi
Abby mengiyakan ucapan Rea dengan anggukkan. "Tentu saja! Aku sudah cukup menahan diri sejak tadi. Dia benar-benar harus diberi pelajaran."Wanita cantik itu mengambil langkah pasti menemui Alicia.b yyttgDan ya, seperti halnya Abby, Alicia juga juga telah menunggu Abby sejak tadi sehingga begitu melihat wanita itu, Alicia bergegas menghampiri Abby. "Akhirnya kamu datang juga."Abby melipat kedua tangannya. "Apakah aku harus tersanjung sekarang? Tidak kusangka akan dirindukan oleh seorang wanita." Dia memicingkan mata. "Kamu tidak mungkin berubah pikiran dengan begitu cepat bukan, nona Alicia? Suamiku akan sedih jika tahu penggemarnya telah menemukan idola yang baru dan itu adalah istrinya sendiri."Alicia mendengus. "Menjadikanmu idola? Mataku masih begitu bagus, Non—""Nyonya!" Potong Abby cepat. "Aku telah menikah. Aku adalah nyonya muda Evans yang agung. Kamu harus mulai membiasakan diri memanggilku Nyonya! Mengerti, Nona Alic?"Alicia menggertakkan giginya. kembali seperti tadi,
Alicia terlihat akan meledak sebentar lagi. Hal itu terlihat dari sudut gaunnya yang kusut karena diremas dengan kuat. Buku-buku jarinya bahkan memutih yang menunjukkan betapa kerasnya ia mengepalkan tangan. Dan tentu saja hal itu sangat menghibur bagi Abby. Namun, dia tidak ingin menunjukkan kepuasannya karena saat ini dia tidak tahu siapa di antara; Nolan, Regan dan Ace yang telah terjebak pesona wanita cantik nan lemah yang dipancarkan Aliccia. Dan ya, pilihan Abby untuk tetap mempertahankan sikap nyatanya membuahkan hasil, karena tak berselang lama Regan tiba-tiba menggeser duduknya hingga mendekati Alicia. "Kamu benar, Abby. Alicia bukan seorang wanita perebut suami orang, dia dan Gama murni berteman," ucap Regan sembari membuka bekal makan siang yang dibawa Alicia. "Ini sangat lezat, kalian harus mencobanya." "Aku tidak berselera." Nolan, pria dengan tatapan dingin itu, tanpa ampun mengemukakakan pendapatnya. Ace ikut mengangguk. "Ya, benar. Sudah sangat sering aku memakan
Abigail menoleh pada suaminya, lalu mengangguk. “Em, aku hanya sedikit terkejut tadi.”Masuknya Abby dan Gama membuat beberapa orang yang tengah serius membahas beberapa hal, serempak menoleh. Sama halnya seperti Abby, Alicia juga terkejut mendapati kehadiran istri Gama tersebut. Bayangan tentang apa yang terjadi pagi tadi, membuat emosi Alicia yang sempat mereda kembali bangkit. Dengan senyum cerah yang dibuat-buat, wanita cantik itu beranjak bangun dari duduknya. “Kamu datang?” Alicia menatap paper bag di tangan Gama, lalu kembali menatap Abby. “Kamu membawa makan siang? Em, sebenarnya kami, ah maksudku, aku sudah membawa makan siang. Kamu bisa makan bersama kami, aku rasa makanan yang kubawa cukup banyak ....” Tanpa menunggu tanggapan Abby, Alicia lalu mengalihkan pandangannya pada mereka yang tengah duduk di sofa. “Aku rasa kalian tidak keberatan, bukan? Em, sebelumnya perkenalkan dia istri Gama Abigail Colli—“Evans.” Abby dengan cepat memotong ucapan Alice. “Untuk Sekarang
Setelah selesai bersiap, Abby bergegas pergi ke kantor Gama dengan diantar oleh Rea. Senyum cerah terus menghias wajah wanita cantik itu. Entah karena apa tapi Abby benar-benar antusias saat ini. "Anda terlihat begitu bahagia, Nyonya." Rea dengan senyum tipis menatap Abby.Membalas senyum Rea, Abby mengangguk kecil. "Ya, ini pertama kalinya aku berkunjung ke sana. Aku merasa sedikit gugup tapi juga senang."Masih dengan senyum yang sama Rea mengangguk. "Sebentar lagi kita akan tiba."Benar saja tidak sampai dua puluh menit dari ucapan Rea, mobil yang dikendarai Rea perlahan memasuki pelataran parkir sebuah gedung pencakar langit.Abby tidak punya waktu untuk bertanya terlalu banyak karena segera setelah mereka turun, Rea langsung membawanya memasuki sebuah lift yang langsung mereka temukan begitu keluar dari area parkir bawah tanah.Denting lift terdengar begitu mereka tiba di tempat tujuan. Masih dengan senyum yang sama, Abby bergegas keluar dari lift begitu Rea mempersilahkan.Hal
Setelah mobil Gama menghilang, Abby menatap Rea. "Apa yang sebenarnya terjadi? Dia terlihat begitu khawatir."Rea menatap sang Nyoya. "Saya juga tidak tahu jelas apa yang terjadi. Tapi sepertinya memang serius. Hal itu saya simpulkan setelah melihat wajah Carlos yang terlihat tidak tenang.""Tidak bisakah kita mencari tahu? Siapa yang bisa kita tanyai untuk masalah ini?" Lagi Abby kembali bertanya.Rea menggelengkan kepalanya. "Satu-satunya harapan kita hanya Jase, Nyonya. Namun, seperti yang Anda lihat, situasinya sangat tidak memungkinkan untuk bertanya. Karenanya, Saya dan Anda hanya perlu menunggu informasi dari Jase."Abigail menghela nafas. Beberapa saat kemudian dia lalu mengangguk. "Sepertinya memang hanya bisa menunggu Jase."Rea tersenyum menanggapi ucapan Abby.....Hingga hari menjelang siang, Abigail semakin dibuat khawatir saat tidak juga mendapatkan kabar dari Jase. Wanita cantik itu terus melihat ke arah jam dinding dengan harap-harap cemas."Apakah tidak sebaiknya and
"Kenapa terdengar begitu menggelikan?" Jase yang mendengar ucapan sang tuan, bergidik. "Istri? Ya, Tuhan ... Aku belum pernah mendengar tuan menggunakan nada seperti itu saat berbicara dengan wanita. Bahkan pada nyonya besar pun Tuan selalu menggunakan nada dingin dan tegas. Tapi tadi, benar-benar terdengar begitu lembut dan manusiawi."Rea yang ikut menguping menepuk pundak Jase. "Kenapa begitu terkejut? Tuan tahu bagaimana membedakan prioritas dan bukan. Nyonya Abby merupakan istrinya, sudah sepatutnya Tuan memperlakukan Nyonya berbeda dengan wanita lain."Jase mengusap belakang kepalanya."Ya, aku paham ... tapi tetap saja, aku belum terbiasa dengan sikap aneh seperti itu.""Kalau begitu biasakan mulai sekarang," tukas Rea....Sementara di pihak Abby dan Gama, setelah selesai sarapan sepasang pengantin baru tersebut menghabiskan waktu mereka untuk bersantai di taman depan--tempat yang membuat Abby kagum saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini."Kudengar Kau akan kembali b
Abigail tersenyum. "Apapun itu, aku tetap berterima kasih." Rea tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengangguk dengan senyum. "Ingatlah untuk berhati-hati, Nyonya. Keluarga Evans tidak sesederhana yang terlihat. Aku harap Nyonya selalu ingat untuk mawas diri. Nyonya besar yang adalah nenek Tuan Gama, juga orang yang melindungi Mia ... Aku dengan berani mengatakan bahwa beliau sangat berbahaya. Tidak seperti tuan besar Evans yang ramah pada Anda, Nyonya besar sedikit lebih keras." Abigail mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu mengangguk. "Aku mengerti." Seolah baru teringat sesuatu, Rea menatap Abby. "Aa, benar. Tuan besar menyuruhku ke sini. Tuan ingin sarapan pagi bersama." Rea melirik CCTV yang menyorot langsung mereka berdua. "Tuan menunggu Anda di ruang kerjanya." "Kenapa Ruang Kerja?" Abigail mengerutkan keningnya. "Aku ingin sarapan di meja makan. Katakan padanya untuk datang. Jika tidak, aku akan makan sendirian." Rea mengusap belakang kepalanya. "Akan saya sampaikan, Ny
Mia masih terus menunduk. Ucapan Abigail benar-benar membuatnya kehilangan kata-kata. Jika ini beberapa saat lalu, dia pasti akan beradu argumen dengan sang Nyonya. Tapi, melihat bagaimana Nyonya mudanya ini bermain kata, tidak ada pilihan lain bagi Mia selain menunduk tanpa niat membalas. Beberapa saat berlalu dalam diam. Setelah dirasa cukup, Mia lalu berdehem kecil. "Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya. Saya akan lebih berhati-hati ke depannya agar tidak tenggelam." Mia menarik nafas dalam. "Jika tidak ada yang ingin Anda bicarakan, Saya permisi." Abigail hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah Mia pergi, Rea yang sejak tadi berdiri di dekat pilar ruang makan berjalan mendekat. "Apakah Anda baik-baik saja, Nyonya?" Rea melihat ke belakang, memastikan tidak ada yang mendengar,. "Mia memang seperti itu, Aku harap Nyonya tidak mengambil hati setiap ucapan dan tindakannya." Suara Rea membuat Abby yang semula memunggungi pintu, berbalik. Wanita cantik itu melemparkan tat