Abigail masih terpaku di tempatnya. Beberapa saat setelah Gama keluar dari mobil, barulah wanita cantik itu sadar dan melontarkan tatapan tajam pada sang suami. “Apa dia kira aku cacat?!” Abigail menatap pintu mobil yang dibuka Gama dengan sedikit kesal. “Hanya membuka pintu mobil, bukan? Berlebihan!” Rea yang tahu sang nyonya tengah kesal, bergegas membantu membukakan pintu mobil untuk Abby. “Mari, Nyonya.” Abigail menarik nafas dalam, lalu turun dengan senyum cerah. “Terima kasih, Rea.” Udara segar yang dirasakan saat turun dari mobil, membuat Abby merasa sangat nyaman. Awalnya dia berpikir, Gama adalah seseorang yang glamor dalam segala hal; baik penampilan maupun tempat tinggal, tapi ternyata pemikirannya itu salah besar. Melihat dari lingkungan tempat tinggal juga eksterior rumah yang lebih didominasi warna cokelat kayu, pepohonan rindang dan taman yang luas, sangat jelas terlihat bahwa hampir mirip dengannya, Gamaliel Evans juga sangat menyukai tempat tinggal berbau alam. “
Setelah menarik nafas dalam, Abigail lalu membenarkan posisi gaunnya, kemudian bergegas memasuki dapur dengan langkah sedikit menghentak–ia sengaja melakukannya agar mereka tahu ia datang. Kedatangan Abby, membuat suasana yang senilai ramai menjadi hening. Para pelayan yang awalnya bergunjing seketika berpencar dan mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing hingga hanya menyisakan Mia–kepala dapur kediaman Gama dan Alicia sang calon nyonya yang gagal. "Apakah aku mengganggu?" Abigail yang melihat mereka semua terdiam, bertanya dengan wajah polos. Mia yang melihat hal itu, memaksakan senyumnya. "Anda membutuhkan sesuatu, Nyonya?" Abigail menatap Mia, lalu mengangguk. "Ya, tolong segelas air, Mia. Aku akan menunggu di taman samping." Setelah mengatakan niatnya, wanita cantik itu bergegas berbalik pergi. Namun, belum juga mengambil langkah kedua, suara Alicia berhasil menghentikan langkahnya. "Hanya air putih, Abby ... Tidak bisakah kau membawanya sendiri?"Sudut bibir Abby terang
Mia masih terus menunduk. Ucapan Abigail benar-benar membuatnya kehilangan kata-kata. Jika ini beberapa saat lalu, dia pasti akan beradu argumen dengan sang Nyonya. Tapi, melihat bagaimana Nyonya mudanya ini bermain kata, tidak ada pilihan lain bagi Mia selain menunduk tanpa niat membalas. Beberapa saat berlalu dalam diam. Setelah dirasa cukup, Mia lalu berdehem kecil. "Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya. Saya akan lebih berhati-hati ke depannya agar tidak tenggelam." Mia menarik nafas dalam. "Jika tidak ada yang ingin Anda bicarakan, Saya permisi." Abigail hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah Mia pergi, Rea yang sejak tadi berdiri di dekat pilar ruang makan berjalan mendekat. "Apakah Anda baik-baik saja, Nyonya?" Rea melihat ke belakang, memastikan tidak ada yang mendengar,. "Mia memang seperti itu, Aku harap Nyonya tidak mengambil hati setiap ucapan dan tindakannya." Suara Rea membuat Abby yang semula memunggungi pintu, berbalik. Wanita cantik itu melemparkan tat
Abigail tersenyum. "Apapun itu, aku tetap berterima kasih." Rea tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengangguk dengan senyum. "Ingatlah untuk berhati-hati, Nyonya. Keluarga Evans tidak sesederhana yang terlihat. Aku harap Nyonya selalu ingat untuk mawas diri. Nyonya besar yang adalah nenek Tuan Gama, juga orang yang melindungi Mia ... Aku dengan berani mengatakan bahwa beliau sangat berbahaya. Tidak seperti tuan besar Evans yang ramah pada Anda, Nyonya besar sedikit lebih keras." Abigail mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu mengangguk. "Aku mengerti." Seolah baru teringat sesuatu, Rea menatap Abby. "Aa, benar. Tuan besar menyuruhku ke sini. Tuan ingin sarapan pagi bersama." Rea melirik CCTV yang menyorot langsung mereka berdua. "Tuan menunggu Anda di ruang kerjanya." "Kenapa Ruang Kerja?" Abigail mengerutkan keningnya. "Aku ingin sarapan di meja makan. Katakan padanya untuk datang. Jika tidak, aku akan makan sendirian." Rea mengusap belakang kepalanya. "Akan saya sampaikan, Ny
"Kenapa terdengar begitu menggelikan?" Jase yang mendengar ucapan sang tuan, bergidik. "Istri? Ya, Tuhan ... Aku belum pernah mendengar tuan menggunakan nada seperti itu saat berbicara dengan wanita. Bahkan pada nyonya besar pun Tuan selalu menggunakan nada dingin dan tegas. Tapi tadi, benar-benar terdengar begitu lembut dan manusiawi."Rea yang ikut menguping menepuk pundak Jase. "Kenapa begitu terkejut? Tuan tahu bagaimana membedakan prioritas dan bukan. Nyonya Abby merupakan istrinya, sudah sepatutnya Tuan memperlakukan Nyonya berbeda dengan wanita lain."Jase mengusap belakang kepalanya."Ya, aku paham ... tapi tetap saja, aku belum terbiasa dengan sikap aneh seperti itu.""Kalau begitu biasakan mulai sekarang," tukas Rea....Sementara di pihak Abby dan Gama, setelah selesai sarapan sepasang pengantin baru tersebut menghabiskan waktu mereka untuk bersantai di taman depan--tempat yang membuat Abby kagum saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini."Kudengar Kau akan kembali b
Setelah mobil Gama menghilang, Abby menatap Rea. "Apa yang sebenarnya terjadi? Dia terlihat begitu khawatir."Rea menatap sang Nyoya. "Saya juga tidak tahu jelas apa yang terjadi. Tapi sepertinya memang serius. Hal itu saya simpulkan setelah melihat wajah Carlos yang terlihat tidak tenang.""Tidak bisakah kita mencari tahu? Siapa yang bisa kita tanyai untuk masalah ini?" Lagi Abby kembali bertanya.Rea menggelengkan kepalanya. "Satu-satunya harapan kita hanya Jase, Nyonya. Namun, seperti yang Anda lihat, situasinya sangat tidak memungkinkan untuk bertanya. Karenanya, Saya dan Anda hanya perlu menunggu informasi dari Jase."Abigail menghela nafas. Beberapa saat kemudian dia lalu mengangguk. "Sepertinya memang hanya bisa menunggu Jase."Rea tersenyum menanggapi ucapan Abby.....Hingga hari menjelang siang, Abigail semakin dibuat khawatir saat tidak juga mendapatkan kabar dari Jase. Wanita cantik itu terus melihat ke arah jam dinding dengan harap-harap cemas."Apakah tidak sebaiknya and
Setelah selesai bersiap, Abby bergegas pergi ke kantor Gama dengan diantar oleh Rea. Senyum cerah terus menghias wajah wanita cantik itu. Entah karena apa tapi Abby benar-benar antusias saat ini. "Anda terlihat begitu bahagia, Nyonya." Rea dengan senyum tipis menatap Abby.Membalas senyum Rea, Abby mengangguk kecil. "Ya, ini pertama kalinya aku berkunjung ke sana. Aku merasa sedikit gugup tapi juga senang."Masih dengan senyum yang sama Rea mengangguk. "Sebentar lagi kita akan tiba."Benar saja tidak sampai dua puluh menit dari ucapan Rea, mobil yang dikendarai Rea perlahan memasuki pelataran parkir sebuah gedung pencakar langit.Abby tidak punya waktu untuk bertanya terlalu banyak karena segera setelah mereka turun, Rea langsung membawanya memasuki sebuah lift yang langsung mereka temukan begitu keluar dari area parkir bawah tanah.Denting lift terdengar begitu mereka tiba di tempat tujuan. Masih dengan senyum yang sama, Abby bergegas keluar dari lift begitu Rea mempersilahkan.Hal
Abigail menoleh pada suaminya, lalu mengangguk. “Em, aku hanya sedikit terkejut tadi.”Masuknya Abby dan Gama membuat beberapa orang yang tengah serius membahas beberapa hal, serempak menoleh. Sama halnya seperti Abby, Alicia juga terkejut mendapati kehadiran istri Gama tersebut. Bayangan tentang apa yang terjadi pagi tadi, membuat emosi Alicia yang sempat mereda kembali bangkit. Dengan senyum cerah yang dibuat-buat, wanita cantik itu beranjak bangun dari duduknya. “Kamu datang?” Alicia menatap paper bag di tangan Gama, lalu kembali menatap Abby. “Kamu membawa makan siang? Em, sebenarnya kami, ah maksudku, aku sudah membawa makan siang. Kamu bisa makan bersama kami, aku rasa makanan yang kubawa cukup banyak ....” Tanpa menunggu tanggapan Abby, Alicia lalu mengalihkan pandangannya pada mereka yang tengah duduk di sofa. “Aku rasa kalian tidak keberatan, bukan? Em, sebelumnya perkenalkan dia istri Gama Abigail Colli—“Evans.” Abby dengan cepat memotong ucapan Alice. “Untuk Sekarang