Alicia terlihat akan meledak sebentar lagi. Hal itu terlihat dari sudut gaunnya yang kusut karena diremas dengan kuat. Buku-buku jarinya bahkan memutih yang menunjukkan betapa kerasnya ia mengepalkan tangan. Dan tentu saja hal itu sangat menghibur bagi Abby. Namun, dia tidak ingin menunjukkan kepuasannya karena saat ini dia tidak tahu siapa di antara; Nolan, Regan dan Ace yang telah terjebak pesona wanita cantik nan lemah yang dipancarkan Aliccia. Dan ya, pilihan Abby untuk tetap mempertahankan sikap nyatanya membuahkan hasil, karena tak berselang lama Regan tiba-tiba menggeser duduknya hingga mendekati Alicia. "Kamu benar, Abby. Alicia bukan seorang wanita perebut suami orang, dia dan Gama murni berteman," ucap Regan sembari membuka bekal makan siang yang dibawa Alicia. "Ini sangat lezat, kalian harus mencobanya." "Aku tidak berselera." Nolan, pria dengan tatapan dingin itu, tanpa ampun mengemukakakan pendapatnya. Ace ikut mengangguk. "Ya, benar. Sudah sangat sering aku memakan
Abby mengiyakan ucapan Rea dengan anggukkan. "Tentu saja! Aku sudah cukup menahan diri sejak tadi. Dia benar-benar harus diberi pelajaran."Wanita cantik itu mengambil langkah pasti menemui Alicia.b yyttgDan ya, seperti halnya Abby, Alicia juga juga telah menunggu Abby sejak tadi sehingga begitu melihat wanita itu, Alicia bergegas menghampiri Abby. "Akhirnya kamu datang juga."Abby melipat kedua tangannya. "Apakah aku harus tersanjung sekarang? Tidak kusangka akan dirindukan oleh seorang wanita." Dia memicingkan mata. "Kamu tidak mungkin berubah pikiran dengan begitu cepat bukan, nona Alicia? Suamiku akan sedih jika tahu penggemarnya telah menemukan idola yang baru dan itu adalah istrinya sendiri."Alicia mendengus. "Menjadikanmu idola? Mataku masih begitu bagus, Non—""Nyonya!" Potong Abby cepat. "Aku telah menikah. Aku adalah nyonya muda Evans yang agung. Kamu harus mulai membiasakan diri memanggilku Nyonya! Mengerti, Nona Alic?"Alicia menggertakkan giginya. kembali seperti tadi,
Setelah kejadian sore tadi—yang berujung Abby harus memuaskan suaminya dengan cara lain hingga membuat rahangnya sedikit keram, akhirnya mereka tiba di lokasi diadakannya pesta ulang tahun Paman Gama. “Apakah masih sakit?” Tanya Gama saat melihat beberapa kali Abby menyentuh pipinya. Abigail menatap suaminya sengit. “Menurutmu? Bukan sakit secara harafiah, tetapi aku hanya merasa seperti baru saja meniup beberapa balon. Benar-benar tidak nyaman.” Gama menghela nafas. “Maafkan aku. Jika kamu tidak menolak, mulutmu pasti tidak akan sakit.” Sudut bibir Abby bergerak-gerak. Ingin sekali dia menyemburkan racun mematikan, tetapi sekuat tenaga ia tahan. ‘Jika tidak menolak?’ Jika dia tidak menolak maka saat ini pastilah mereka masih bergelut di atas ranjang! Ck, benar-benar menyebalkan!Dengan diawali oleh helaan nafas, Abby memejamkan matanya. “Sudahlah jangan dibahas lagi. Anggap saja ini memang salahku.” Ballroom hotel yang telah disulap menjadi area pesta mewah dengan dominasi
“Ingat, pernikahan ini terjadi hanya karena perjanjian bodoh para leluhur. Jangan berharap terlalu banyak!”Abigail Collins memutar matanya malas, saat kembali mendengar kalimat yang sama, keluar dari mulut Gamaliel Evans. Pria yang baru beberapa saat lalu berubah status menjadi suaminya.Kalimat aneh berisi segudang peringatan tentang suatu hal bodoh yang disebut harapan.Ck, berharap? Berharap apa?! Jika boleh memilih, Abby–begitu ia disapa, juga tidak ingin menikah dengan Gama.Jika bukan karena terpaksa, dan nama besar Evans yang tersemat di belakang pria ini ... Pria yang memiliki track record buruk dalam hal wanita, Abigail juga tidak sudi berdiri seperti orang bodoh di sini, dan menyalami tamu yang bahkan tidak ia kenali.Tentang Track record buruk, Gama bukanlah seorang pria yang suka bergonta-ganti wanita. Dia juga bukan pria yang suka menghabiskan waktu di klub malam.Dalam hal dunia malam, Gamaliel Evans tergolong bersih. Namun, yang membuat namanya begitu buruk di mata par
Freya membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Hal itu ia ulang beberapa kali, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Lucy Abram–ibu dari Abby yang melihat kejadian ini bergegas mendekat, lalu menyentuh lembut tangan sang menantu. “Sepertinya ada kesalahpahaman di sini, Nak Gama.”Wanita paruh baya yang terlihat cantik itu, menjelaskan dengan suara yang sangat lembut. “Dia Freya. Sepupu Abby dari pihak Ayahnya, bukan pelayan.”Gamaliel mengerutkan keningnya. “Sepupu?” pria itu lalu kembali menatap sepupu dari istrinya itu. “Ibu tidak salah mengenali orang?”Lucy menggeleng pelan. “Tidak. Mereka memang bersaudara.”Dengan masih mengerutkan keningnya, dia memandang Lucy. “Tunggu sebentar, Ibu. Bukannya tidak percaya, tapi ....”Gama beralih pada Abby. “Aku mengikuti kasus ayahmu dulu.”Melihat tubuh sang istri yang tiba-tiba menegang, ia bergegas melanjutkan. “Persidangannya disiarkan Secara langsung. Aku salah satu yang menontonnya. Dan saat itu hanya kau, ibu dan kakak yang hadir. Itula
Abby mengangkat sudut bibirnya. “Sayangnya Kau harus menelan kekecewaan. Aku sedang berhalangan sekarang. Tidak mungkin melakukan itu, dengan keadaanku yang seperti ini.”Gamaliel menyeringai. Pria itu beranjak dari duduknya, lalu berdiri tepat di depan ranjang.Setelah mendapat atensi penuh dari Abigail, pria tampan itu lalu mengangkat agenda cokelat sebesar telapak tangan yang dibacanya sejak tadi. “Ibu mertua yang memberikannya padaku tadi.”Pria itu kemudian membuka agenda tersebut, dan membaca salah satu halaman dengan lantang. “Catatan tamu bulanan Abby; siklus tamu bulanan Abby selalu berlangsung di awal bulan. Dia akan merasa nyeri di area perut. Saat tengah datang bulan, tak jarang dia akan lebih sensitif, emosinya juga sedikit terganggu; marah karena hal tidak jelas adalah salah satunya. Jika mendapati semua itu, Nak Gama tolong maklum. Dia sedikit manja, jika tamu bulanannya datang.”Gamaliel menutup agenda tersebut dan menatap Abby, lalu melirik kalender yang berada di ata
Sepasang suami istri baru itu, turun dari mobil dengan keadaan tangan saling bertaut. Wajah Gama terlihat begitu serius. Dia juga terlihat sangat perhatian; saat akan menaiki tangga batu di dekat tempat parkir, ia dengan lembut menuntun Abby agar tidak tersandung. Abigail tidak tahu ini bagian dari akting atau bukan, tetapi dia cukup nyaman. Jika memiliki partner seperti Gama yang perhatian di depan umum, maka drama panjang ini tidak akan terlalu membosankan. Saat mengangkat wajahnya, Abby sedikit terkejut saat mendapati dua orang pria dan seorang wanita muda tengah menatap mereka dengan wajah berbinar. Tidak tiga-tiganya, karena satu orang pria yang berpenampilan sangat formal terus menampilkan raut datar. Sedangkan dua yang lain, mereka mengikuti langkah Abby dan Gama dengan senyum mengembang dan wajah berbinar. “Hentikan wajah bodoh itu. Kalian membuatnya takut!” Gama si pengacau membuat senyum dua orang yang terlihat mirip itu, menghilang seketika. “Maafkan kami, Nyonya.” Sa
“Anda mengatakan sesuatu, Tuan?” Pria paruh baya berwajah dingin yang sejak tadi berdiri di samping Gerald Evans itu, bertanya pelan. Kakek Gerald mengangguk. “Aku bilang, persilahkan mereka duduk.” Pelayan paruh baya tersebut mengangguk. “Baik, Tuan.” Dia lalu beralih pada Gama dan Abby. “Tuan Muda dan Nyonya bisa mengambil tempat.” Gama tersenyum pada sang kakek. “Terima kasih, Kek.” Pria itu terlihat senang, pasalnya sesuatu hal yang terbilang langka melihat Gerald Evans melunak seperti itu. Biasanya, dia akan berkeras, berpura-pura tidak melihat dan membiarkan mereka yang baru tiba berdiri untuk waktu yang lama. Hal itu juga berlaku pada Gama sang cucu kesayangan. Gerald Evans mengangguk. Pria tua itu mengalihkan pandangan pada Abby. “Seorang Collins? Aku tidak tahu Collins memiliki harta Karun.” Abigail yang baru saja duduk–dengan dibantu oleh Gama tersenyum. “Bukan darah murni. Ibuku seorang Abram, Kakek.” Gerald Evans mengangguk-anggukkan kepalanya. “Aa, tidak heran. Put