“Eh, Kak Ayana udah pulang?“Rara yang melihat Ayana baru kembali ke rumah mereka dengan cepat mendekat. Senyumnya mengembang dan ia tidak bisa menahan diri untuk berlari menghampiri kakak iparnya itu.Rara mungkin terlalu antusias sampai-sampai ia hampir terpeleset saat mencoba berhenti di depan Ayana. Leon yang melihat hal itu dengan gesit berdiri di depan Ayana dan menahan tangan Rara.“Astaga Rara, hati-hati! Kalau kamu ceroboh kayak gitu, nanti kamu bisa melukai Ayana.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Leon yang mulai protektif.Rara menaikkan satu alisnya heran, kemudian merotasikan bola matanya malas.‘Sejak kapan Kak Leon jadi seperhatian ini sampai-sampai jadi over protektif?’Rara sebenarnya merasa gemas dan geli di saat bersamaan. Walaupun, tidak bisa dipungkiri bahwa ia menyukai perubahan sikap Leon pada Ayana yang tidak lagi kasar.“Iya, iya, Rara juga tau kok, Kak. Mana mungkin Rara mau nyelakain Kak Ayana,” ucap Rara. Ia bukan Chelsi yang selalu bermuka dua
“Le-leon?”Chelsi terbelalak kaget dan napasnya tercekat. Tubuhnya menegang, sementara degup jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dan seperti akan meledak. Dalam sekejap, tangannya mendingin dan ia gugup bukan main.‘Sial! Kenapa Leon tiba-tiba muncul di sini?’Chelsi mencoba mengatur ekspresi dan napasnya yang memburu. Ia tidak menyangka kalau Leon akan melihatnya ketika hendak menampar Ayana. Ia bahkan tidak mendengar suara langkah kaki pria itu di belakangnya.‘Apakah mungkin Leon mengikutiku sejak tadi sampai ke sini? Astaga, bagaimana ini? Aku bisa mati!’ Chelsi menjerit dalam hati.Sebisa mungkin ia menjaga ekspresinya terlihat tetap tenang, meskipun ia mulai merasa kelabakan di tempat. Terlebih dengan tatapan membara penuh amarah yang dilayangkan Leon padanya. Sementara itu, Ayana yang tadinya memejamkan mata perlahan membuka matanya mendengar suara Chelsi. Ia tadinya bingung karena tidak merasakan apa pun, tetapi kemudian Chelsi menyebut nama Leon. Suaranya terdengar sang
“Mama!” Chelsi segera menghampiri Rita saat melihat sang ibu mertua yang terus berteriak memanggil Leon. “Mama udahlah, Leon nggak akan dengar.”Dengan lembut, Chelsi membalik tubuh Rita dan mencoba menenangkannya. Rita terus berdecak kesal dengan wajah memerah padam karena amarah yang tidak bisa dia kontrol.“Nggak bisa, Sayang! Mama nggak habis pikir sama Leon! Dia berubah! Dan itu pasti karena wanita miskin nggak tahu diri itu, ck!” Rita mendecak dengan emosi yang membumbung tinggi.Rita masih saja tidak bisa berhenti mengomel. Kemarahannya sudah berada di puncak dan baru kali ini Leon tidak mendengar ucapannya. Dan ia yakin itu semua pasti karena pengaruh Ayana.“Ma, udahlah. Apa yang dikatakan sama Leon itu benar, itu semua sudah menjadi keputusan kami,” kata Chelsi dan dalam sedetik kemudian memasang wajah sendunya. Ia mendadak melepaskan tangannya dari pundak ibu mertuanya, lalu mengusap kedua matanya dengan dramatis. “Ya, walaupun Chelsi sebenarnya nggak rela, tapi mau bagaima
Ayana meremas kuat tas belanjanya dengan perasaan sedih, sementara Leon mengepalkan tangannya dengan geram.Apa mereka baru saja menggosispi istrinya di depan matanya sendiri? Apa kebiasaan tetangga Ayana memang seperti ini?Leon menatap tajam sekumpulan orang-orang itu dan tawa mereka seketika berhenti. Mereka saling menyenggol satu sama lain, baru sadar kalau Leon benar-benar emosi mendengar ucapan mereka.“Apa kalian bilang?!”Leon melangkah mendekat dengan cepat dan ibu-ibu yang tadinya mengosipi Ayana langsung duduk dengan tegang. Mereka merapatkan diri satu sama lain melihat ekspresi Leon yang murka dan seolah akan meledak. “Beraninya kalian menggosipi istriku seperti itu! Memangnya apa yang sudah dia lakukan pada kalian, hah?!”Ibu-ibu itu menciut di tempat dan beberapa mulai menunduk. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menjawab Leon.‘Ibu-ibu penggosip seperti ini hanya bisa berkicau dan menggonggong! Kalau sudah didekati nyalinya malah mengkerut!’ batin Leon kesal.Jik
Darel mendekat dan menatap tumpukan barang di atas mobil pick up. “Wah, ada apa ini? Kenapa ada banyak sekali barang-barang di sini?” tanya Darel seraya memperhatikan tumpukan kardus dan kantong di hadapannya.“Itu ... Nak Leon yang membelikannya Nak Darel,” sahut Hana, menunjuk Leon yang terang-terangan menatap Darel tidak suka. “Jadi, Nak Leon akan tinggal di sini selama seminggu ke depan bersama Ayana. Hari ini Nak Leon baru aja kembali dari pasar bersama Ayana,” jelas Hana tanpa diminta.“Ah, begitu rupanya,” ucap Darel sembari mengangguk mengerti. Ia beralih pada Leon dan memberi tatapan tajam yang sama. “Baiklah, kalau begitu, biar Darel bantu masukin barang-barangnya ke rumah ya, Tante.”Hana mengangguk senang dengan senyum kecil. “Terima kasih banyak ya Nak Darel atas bantuannya.”“Iya, tidak masalah, Tante,” kata Darel dengan senyum simpul.Darel lantas mendekat dan mengabaikan sejenak permusuhannya dengan Leon agar keduanya bisa bersama-sama mengangkat barang dari atas mobil
Rita menatap sekeliling rumah yang sepi dan mengerutkan kening heran. Sejak pagi setelah bangun dan berkeliling, ia merasa bingung karena tidak melihat Chelsi di mana pun.Ke mana wanita itu?Rita bertanya-tanya sendiri. Sebelumnya, Rita mengira kalau Chelsi mengurung diri di kamar karena merasa sedih dengan kepergian Leon, tetapi sekarang, jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Biasanya, Chelsi selalu bangun jam lima atau enam pagi.‘Apa Chelsi masih di kamar, ya? Kasihan menantuku itu. Apa sebaiknya aku bangunkan saja, ya?’Rita terdiam dan menimbang-nimbang untuk melakukan hal itu. Ia hendak melangkah ke kamar Chelsi ketika pintu depan terdengar terbuka, disusul suara hak sepatu yang mengetuk lantai dengan keras.“Chelsi?” gumam Rita seraya melangkah ke pintu utama. Dan benar saja, itu adalah Chelsi. Rita menaikkan satu alisnya bingung. “Chelsi, Nak? Kamu dari mana saja? Kenapa kamu muncul dari sana?” tanya Rita secara beruntun.Chelsi yang telah menyiapkan alasan sejak semalam pu
Ayana berdiri di dekat jendela sembari menatap halaman samping rumah yang disinari cahaya bulan. Bunga-bunga liar yang tumbuh di sana tampak bergoyang ringan tertiup angin. Wajah Ayana mulai terasa dingin, tetapi ia merasa enggan untuk beranjak dari tempatnya.Sejujurnya, ia merasa gugup.Leon tampak sibuk dengan laptopnya, sementara Ayana ingin membicarakan sesuatu dengannya.Dengan sabar, Ayana menunggu di tempatnya sampai terdengar suara laptop yang ditutup. Ayana lantas menoleh pada sang suami.“Mas Leon,” panggilnya dengan hati-hati.Leon mendongak dari tempatnya dan menatap Ayana. “Iya?”“Aku mau bicara sesuatu, Mas. Apa boleh?” tanya Ayana dengan lembut. Ia tahu Leon merasa sangat lelah setelah seharian bekerja, dan jika pria itu ingin langsung tidur, maka Ayana takut akan mengganggunya.“Tentu saja boleh,” kata Leon, menatap Ayana tidak habis pikir. “Kamu bisa bicara kapan saja.”Ayana mengangguk dan menempatkan diri di samping Leon. Pandangan Leon seketika tertuju pada bekas
‘Itu pasti Raka. Memangnya siapa lagi?’Leon tetap berdiri di depan pintu dalam diam dan terus mendengarkan segala hal yang Chelsi ucapkan selama beberapa menit. Ia merasa akan mual saat mendengar betapa manisnya nada suara Chelsi saat mengatakan ‘Sayang’ pada selingkuhannya itu.Tidak ada lagi sakit hati yang ia rasakan, hanya amarah dan keinginan untuk membalas Chelsi dengan apa yang telah ia rencanakan. Tetapi sekarang, amarahnya kian memuncak saat mengetahui bagaimana Chelsi ikut mengancam Ayana.Dia juga pasti yang telah mempengaruhi ibunya, pikir Leon.“Sayang, aku akan ke sana sekarang. Kamu tunggu aku, aku nggak bakal lama!” sahut Chelsi, terdengar panik di dalam kamar.Suara langkah terdengar mendekat dan Leon buru-buru bersembunyi dibalik tembok. Ia memperhatikan betapa gelisah dan buru-burunya Chelsi saat setengah berlari menyusuri lorong.“Apakah ada sesuatu yang terjadi? Kenapa dia tergesa-gesa sekali ...?” gumam Leon dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Kening