Dulu bagi Raffael pulang adalah, bertemu dengan Bella, entah itu di rumah, di apartemen atau bahkan di hotel yang kebetulan dekat dengan lokasi syuting Bella.
Tapi hal itu kini hanya kenangan, yah kenangan yang bagi Raffael tak pantas untuk diingat lagi.Rumah orang tuanya adalah tempat dia pulang, seperti saat dia masih belum menikah dulu, bahkan dia jarang sekali pulang ke rumahnya sendiri, meski di sana dia pasti akan diperlakukan seperti raja, di sana dia memiliki asisten yang sama dengan sekompi tentara.Kamar masa bujangnya yang dulu biasa dia gunakan untuk bermain game semalam suntuk atau melihat film-film yang dia inginkan menjadi sarangnya sekarang, bukan karena dia ingin melihat film atau apa akan tetapi di kamar inilah dia pernah tidur bersama dengan Ana, meski bukan kenangan manis yang tertinggal, tapi tetap saja itu sudah cukup untuknya.“Kamu melihat berita itu?” tanya sang ibu, meski sangat yakin kalau Raffael tak mungkin melewatBelajar dari pengalamannya yang waktu itu memperlakukan Ana dengan sangat kasar padahal wanita itu sama sekali tak bersalah, Raffael untuk mencoba untuk tidak langsung terbawa emosi. Dia membiarkan saja Bella memeluknya dengan erat. Raffael ingin mengukur kondisi hatinya sendiri, apa rasa itu masih ada, rasa yang dia jaga hampir seumur hidupnya hanya untuk satu wanita.Isak tangis Bella terdengar sangat menyedihkan, hal yang selama ini menjadi kelemahan Raffael, dia tidak suka melihat wanitanya menangis, jadi sedapat mungkin dia akan melakukan segala cara agar Bella bisa tersenyum kembali, yah ternyata rasa itu masih ada, apakah ini yang dikatakan cinta buta, tangan Raffael sudah terangkat untuk memeluk Bella seperti biasanya, ingin menenangkan wanita yang pastinya sedang menghadapi masalah besar itu, tapi kilasan tangis Ana malam itu berkelebat di depannya juga senyum ceria Romeo saat dia menemui anak itu, kemudian foto-foto Bella yang masuk hotel dengan seorang laki-laki
Penghuni rumah mewah itu langsung heboh begitu sang nyonya rumah datang dengan membawa artis cilik yang saat ini menjadi idola berbagai kalangan. Kelucuan, serta kecerdasan Romeo dipadukan dengan akting yang sangat bagus juga suara yang merdu membuat hampir semua orang mengaguminya, apalagi anak itu yang selalu terlihat santun dan tidak sombong menambah nilai lebih untuk anak itu. “Wah ternyata Romeo lebih tampan aslinya, astaga rasanya pingin banget cubit pipinya,” kata salah satu asisten rumah tangga dengan mencubit pipinya sendiri. Romeo memang artis, tapi selama ini penggemarnya rata-rata anak-anak seusianya meski mereka juga datang bersama orang dewasa, tapi di sini dia dikelilingi orang dewasa yang memandang kagum padanya. “Kamu mau makan kue, Romeo nanti bibi buatkan,” kata salah seorang chef pastry di rumah ini.Romeo memandang wanita itu sebentar, biasanya jika ditawari seperti itu dia akan ijin dulu pada mama, om Ada
Sebenarnya Raffael ingin membiarkan saja para bodyguardnya mengantar Bella ke rumahnya, tapi tentu saja dia tidak mau menambah daftar panjang perbuatan pengecut yang dia lakukan. Dulu dia meminta Bella secara baik-baik, bahkan jauh sebelum pernikahan itu hubungan mereka juga sangat erat sebagai sepasang sahabat, jadi kali ini dia ingin mengembalikan Bella dengan baik-baik juga. Berita yang sedang viral di media massa untuk menjadi daftar salah satu alasan yang akan dia pergunakan untuk menekan orang tua Bella. Butuh waktu setengah jam bagi orang suruhan Raffael untuk sampai di tempat ini. “Apa kamu sudah pastikan rumah Bella bersih dari wartawan?” tanya Raffael begitu orang yang dimaksud datang. “Sudah tuan, kami juga sudah menyebarkan gosip kalau Bella ada di tempat lain, rumah itu sekarang bersih.” Raffael mengangguk dan menaiki salah satu mobil yang dibawa anak buahnya dan meminta dua orang yang lain untuk menaiki mo
Ibunya memang tak mengatakan apapun, tapi anggukan itu sudah cukup memberinya jawaban.Raffael berjalan lunglai ke sofa yang ada di dekatnya, dia takut kalau berdiri lebih lama akan terjatuh. Syukurlah Romeo sudah kembali masuk ke dalam di temani salah satu asisten mamanya, sehingga anak itu tidak melihatnya yang shock seperti ini. Dia saja yang laki-laki dewasa terkejut seperti ini, apalagi Romeo yang hanya anak-anak.Selama tujuh tahun ini dia selalu membayangkan bagaimana rupa anak yang gugur dalam kandungan Ana. Rasa bersalah itu terus saja menghantuinya membuatnya seperti orang gila. Raffael meremas rambutnya dengan kasar, dia bingung tak tahu harus menyikapi hal ini seperti apa. Dia bahkan tak tahu apa rasa di hatinya saat ini, kejutan ini begitu tiba-tiba. “A...apa ibu tahu sejak awal?” tanya Raffael dengan suara bergetar. “Iya, ibu bertanya langsung pada dokter, waktu itu dokter be
“Romeo!” Ana langsung mendorong tubuh Adam yang menghalangi pintu, dia langsung merebut putranya yang ada dalam gendongan Raffael. “Hati-hati,” kata Raffael sambil memegang pinggang Ana, saat wanita itu akan terjatuh karena bobot tubuh Romeo yang terlalu berat untuknya. Mungkin untuk laki-laki dewasa seperti Raffael ataupun Adam mungkin bobot anak itu yang hampir dua puluh lima kilo gram tidak terlalu berat, akan tetapi bagi Ana yang bertubuh mungil akan sangat berat, mungkin dia lupa kalau putranya itu bukan lagi bayi yang biasanya di gendong. Adam menghela napas, Romeo yang memang sedang tertidur lelap tampak tak terganggu dengan perebutan itu. “Biar aku yang membawa Romeo ke dalam kalian butuh bicara.” “Tidak biar aku saja yang membawanya ke dalam.” Raffael terlihat tak terima dan akan mengambil Romeo kembali dari tangan Ana. Adam menyipitkan matanya, melihat reaksi Raffael sepertinya laki-laki itu sudah tahu kenyataan
Ana segera berlari masuk ke dalam rumah begitu di dengar suara tangis Romeo di dalam kamarnya, tidak biasanya anak itu menangis seperti itu, Romeo cenderung pendiam dan bersikap dewasa, kalau dia menangis pasti ada hal buruk yang terjadi. Di dalam kamar Romeo, Ana melihat Sasi yang sedang membujuk anak itu, Ana langsung melangkah dan menggantikan Sasi. Dipeluknya Romeo dengan sayang, sebenarnya dia ingin menggendong anak itu seperti dulu saat masih kecil, tapi dia sadar kalau badan Romeo sudah sangat besar dan ada kemungkinan mereka bisa terjatuh bersama jika nekad menggendongnya. “Romeo ini mama, kamu kenapa?” tanya Ana dengan khawatir. “Kenapa bisa nangis, Sas?" Ana menoleh pada Sasi tapi wanita muda itu juga terlihat kebingungan. “Aku juga tidak tahu, Mbak tadi aku masak di dapur tiba-tiba saja Romeo sudah nangis, sudah aku bujuk-bujuk tetap saja nangis,” jawab Sasi yang juga sama bingungnya. “Stt... anak ganteng mama, kenapa nang
Ana pikir ucapan Raffael yang akan ‘pedekate’ pada Romeo adalah isapan jempol belaka, tapi ternyata laki-laki itu serius dengan ucapannya, sudah satu minggu ini laki-laki itu mengantar jemput Romeo baik itu ke lokasi syuting atau pun ke sekolahnya. Manager Romeo sampai berkomentar. “Kurasa sopir Romeo akan minta berhenti kalau setiap hari dia tidak ada kerjaan seperti ini.” Ana hanya berdecak saja waktu itu, dia tahu kalau sopir yang dikatakan untuk Romeo tidak hanya mengantar putranya itu saja, tapi kadang juga mengantarkannya yang memang sangat malas untuk membawa mobil.Tapi yang paling membuat Ana kesal adalah waktu kebersamaannya dengan Romeo yang berkurang, biasanya dia akan mengantarkan Romeo ke sekolahnya dan sekaligus berbincang dengan putranya itu, akan tetapi sejak Romeo memiliki sopir gratisan itu Ana tentu saja enggan untuk ikut mengantar ke sekolah, karena sudah bisa dipastikan setelah itu Raffael akan pergi ke kantor. Waktu bert
Butuh waktu satu jam bagi Romeo untuk bersiap-siap, bahkan dia lebih memilih untuk hanya memimun susunya saja dan tidak menyentuh sama sekali makanan yang dibuatkan oleh ibunya. Ana yang terlalu antusias untuk segera ‘pergi’ dari rumah ini memutuskan untuk saat ini tidak akan mempermasalahkan hal itu, dia langsung membawa makanan nasi goreng yang dia buat dalam wadah, mungkin di rumah Adam nanti dia bisa sekalian menyuapi putranya. Masa kecil yang jarang sekali bertemu makanan yang layak untuk di makan membuatnya tidak ingin membuang-buang makanan, hidupnya memang sudah lebih baik, dia mempunyai tabungan yang cukup banyak dari hasil kerja kerasnya selama ini ditambah lagi tanpa sepengetahuan Ana ternyata Raffael masih rutin mengirimkan uang dalam jumlah yang banyak ke dalam rekening pribadinya sebagai uang nafkah. Ana memang sudah menolaknya, tapi Raffael selalu berkata kalau itu adalah kewajibannya, meski Ana tak tahu apa tujuan laki-laki itu sebenarnya dengan melak