Nindya kembali dengan dua kantung kresek ditangan, ia memasuki gedung perusahaan dengan wajah letihnya.
Resepsionis yang melihat kedatangannya merasa iba, sebab hampir seluruh karyawan kantor tahu bagaimana para karyawan perusahaan lantai 10 memperlakukan Nindya disana.
Bak pemilik gedung, mereka selalu bersikap semena-mena dengan beberapa orang disana. Tak jarang berita bully juga santer terdengaer diantara karyawan.
“Nin, semangat ya.”
Mendengar seruan tersebut, senyum indah merekah di wajah letihnya. Ia pun membalas dengan mengangkat kedua tangan yang penuh dengan bawaan itu.
Ia pun segera melenggang menaiki lift, menuju tempat dimana ia harus menyerahkan semua makanan ditangannya.
“Permisi, mbak. Ini pesanannya, sesuai dengan apa yang tadi dipesan.”
Wanita itu mulai meneliti setiap makanan yang ada di dalam kantung, matanya sesekali juga melirik Nindya yang masih setia berdiri disampingnya itu.
&ldqu
Untuk merayakan kepulangan putrinya, Lio sengaja mengadakan jamuan makan malam khusus keluarga juga seluruh pegawai rumah.Tak tanggung-tanggung, Lio menjamu mereka semua di sebuah restoran miliknya.Jo juga termasuk dalam daftar tamu undangan disana, bukan sebagai pegawai melainkan saudara dari Brian.Semua sudah rapi dengan pakaian masing-masing, Brian juga Lio begitu tampan dengan kemeja pastel yang dikenakannya. Begitu juga dengan Lea yang nampak sangat anggun dengan pakaian senada dengan milik suaminya.Namun sang bintang utama masih tak kunjung menampakkan batang hidungnya, sedang jam terus berlalu.“Kalian bisa pergi dulu, nanti disana ada orang yang menyambut kalian semua.” Ucap Lio.Para pelayan pun mulai pergi satu persatu meninggalkan rumah, mereka semua pergi dengan menggunakan dua mobil.Sedang nantinya, Lio sekeluarga akan pergi bersama dengan mobil Brian.“Adik kenapa lama sekali ya, Bu?”
Dalam perjalanan pulang tak ada yang membuka suara, mobil itu seakan berjalan dengan sangat lamban.Divya menatap suasana malam dari dalam mobil, ia enggan jika harus bersitatap dengan Jo dalam suasana seperti ini.Tak ada yang tahu, Divya sangat pintar dan bersih dalam menyembunyikan suasana hatinya.Setelah melewati jalan yang begitu panjang, tibalah mobil di halaman rumah. Namun tak ada pergerakan dari Divya, beberapa kali Jo memanggil namanya namun sama sekali tak ada sahutan.“Hah, ternyata tidur anaknya.”Dengan sekali gerak, tubuh Divya sudah ada dalam gendongannya.Dengan dibantu pelayan, Jo membawa tubuh Divya masuk ke dalam kamar.“Kalau begitu saya tinggal kebawah dulu, tuan Jo.” Pamit setelah membukakan pintu kamar.Dengan begitu hati-hati Jo meletakkan tubuh itu, sangat hati-hati seakan ia takut akan menyakitinya.Menarik selimut panjang, Jo membungkus tubuh Divya disana. Tak lupa ia juga menyesuaikan suhu k
Brian masih fokus dengan laptop di depan nya ketika samar-samar ia mendengar suara keribuatan dari luar.Tak ingin mengurusinya, namun semakin lama suara bising itu semakin nyaring terdengar oleh telinganya.Dengan rasa kesal, Brian keluar dan mencari sumber suara.Keluar dari ruangan, mata Brian memicing saat melihat dua orang wanita tengah berdiri membelakingnya dengan saling berbisik.“Kasian sih.”“Ia, selalu saja di bully begitu. Kasina banget.Brian semakin tak mengerti apa yang tengah mereka tonton sampai-sampai kehadirannya saja diabaikan.Namun semakin ia mendekat semakin terdengar jelas pula suara deru tangis seorang wanita disertai sentakan juga hinaan.Mendengar setiap hinaan itu darah Brian mendidih dibuatnya, bukan tentang siapa yang tengah dihina namun tentang hati manusia yang dirasanya sudah mati rasa.“Beginikah mulut karyawan teladan di perusahaan saya! Benar-benar busuk sekali,
Sekembalinya dari meeting, Jo menjadi lebih pendiam. Raganya mungkin sedang bekerja, namun jika di tanya pikirannya mungkin kini sedang berkelana entah kemana.Brian mengerutkan dahi, bukan hal aneh dengan sikap dingin asistennya itu. Namun ia merasa diamnya sang asisten kali ini berbeda, seakan ada sesuatu yang tengah di sembunyikannya.Namun Brian sama sekali tak berminat untuk menegur atau sekedar bertanya, ia sangat menghargai kehidupan privasi Jo lebih dari apapun. Tak pernah sekalipun ia ikut campur jika tak membahayakan asisten rasa saudara itu.“Asal kerjaannya beres juga tak masalah.”Jo sendiri sejak tadi tak bisa konsen dengan ketikan di laptopnya.Bayangan saat Divya meninggalkannya di jalan terus berputar seperti potongan film di bioskop. Tatapan mata kecewa, marah bahkan terkesan bosan.Jo merasa Divya berubah, tak seperti dulu sebelum. Setelah tragedi penolakan itu, memang Jo mengakui mengurangi komunikasi dan teru
Karena ucapan dari Jo, Brian melarang adiknya pergi ke café jika tanpa dampingan dari dirinya atau Jo. Sebab kedua orang tuanya jelas tak akan bisa mendampinginya karena urusan bisnis.Dan karena hal itu, wajah cantik Divya terus saja di tekuk sepanjang jalan. Tak ada celoteh atau sekedar senyum seperti setiap harinya.Katakanlah jika Brian posesif, namun hal itu juga bukan keinginannya semata. Bagi laki-laki dingin itu, keselamatan jauh lebih penting dari apapun itu.“Dek, nanti ikut sama abang dulu ketemu client baru kita pergi ke café. Ok?”“Hm.”Brian tahu adiknya merajuk, dan ia sama sekali tak berniat merayu. Beda hal dengan Jo yang tersenyum penuh kemenangan di hatinya.Tak kan ada yang tahu jika saat ini laki-laki itu tengah bergembira, sebab apapun perasaannya selalu dibungkus dengan wajah dinginnya.Tiba di tempat tujuan, Brian keluar lebih dulu lalu membukakan pintu untuk sang adik. Den
Lius memilih taman kota untuk melepas stress dan penat dalam kepalanya. Seorang diri duduk di depan taman, menatap lalu lalang orang-orang yang tengah sibuk dengan kegiatannya.“Andai aku bisa menikmati hariku seperti mereka,” desahnya.Ingin sekali Lius mengajak serta keluarganya menikmati indahnya taman kota di negaranya, namun sang istri selalu menolak dengan berbagai alasan.Lius duduk seorang diri, menikmati hangatnya terik mentari yang menusuk kulit putihnya.“Tuan Adelius?”“Stella? Kebetulan sekali kita bertemu disini,” ucap Lius.Wanita bernama Stella itu tersenyum menatap mantan bos besarnya itu. Wajah cantik nan teduh itu selalu mampu membuat Lius damai dalam hitungan menit.“Duduklah, kau dari mana? Kenapa bisa sampai disini?” sekali lagi bertanya.“Saya baru saja mengantarkan pesanan, tidak jauh dari sini tempatnya.” Jelas Stella.Dulu bekerja sebag
Film terus menampakan adegan demi adegan yang sangat menegangkan, namun tiba-tiba saja adegan menyeramkan itu berubah romantis ketika sepasang kekasih berdua didalam ruangan.Tubuh Jo menengang, begitu juga dengan Divya. Keduanya sama-sama diam dengan mata menatap lurus kedepan.Divya merasakan tangannya di genggam, ia pun memutar kepala dan menatap pemilik tangan tersebut.Tidak di duga, Divya tiba-tiba saja menyerang Jo kecupan bibir.Melihat reaksi diam Jo membuat Divya menyeringai, walau dalam hatinya ia begitu cemas.“Kau yang memulainya, baby.”Dengan sekali tarik tubuh keduanya saling merapat, Jo segera menempelkan kembali bibirnya dengan bibir ranum Divya.Suasana bioskop benar-benar mendukung apa yang saat ini tengah dilakukan dua sejoli tanpa hubungan itu. Jo bahkan sudah tidak perduli lagi dengan konsekuensi yang akan di terimanya nanti jika Brian tahu perbuatannya.Terus melumat bibir ranum Divya dengan
Sony terus mencari berita tentang Brian, semakin hari rasa iri di hatinya semakin besar. Terlebih saat ia melihat satu berita tentang pencapaian yang telah Brian dapatkan, bahkan di negaranya sendiri pun semua orang tahu siapa Brian Dameer itu.“Sialan! Aku harus bisa mengalahkannya, dengan begitu kasih sayang daddy hanya akan menjadi milikku.”Sejak kecil, Sony sangat terobsesi dengan kasih sayang ayahnya. Ia selalu tak suka jika ayahnya membanggakan prestasi kakak tirinya.Hanya boleh ada dirinya dalam pikiran ayahnya, hanya Sony dan bukan Brian.“Atau aku kesana saja, sekalian aku bisa melihat seperti apa rupa asli kakak tiriku itu.”Sony memang hanya anak tunggal di antara Lius juga Juli, namun hal itu tak membuat Lius mempercayakan perusahaannya pada putranya itu.Lius tahu betul bagaimana putranya, hingga membuat ia enggan menyerahkan posisi penting itu pada sang putra.Dan hal itu selalu menjadi pemicu p