Sony terus mencari berita tentang Brian, semakin hari rasa iri di hatinya semakin besar. Terlebih saat ia melihat satu berita tentang pencapaian yang telah Brian dapatkan, bahkan di negaranya sendiri pun semua orang tahu siapa Brian Dameer itu.
“Sialan! Aku harus bisa mengalahkannya, dengan begitu kasih sayang daddy hanya akan menjadi milikku.”
Sejak kecil, Sony sangat terobsesi dengan kasih sayang ayahnya. Ia selalu tak suka jika ayahnya membanggakan prestasi kakak tirinya.
Hanya boleh ada dirinya dalam pikiran ayahnya, hanya Sony dan bukan Brian.
“Atau aku kesana saja, sekalian aku bisa melihat seperti apa rupa asli kakak tiriku itu.”
Sony memang hanya anak tunggal di antara Lius juga Juli, namun hal itu tak membuat Lius mempercayakan perusahaannya pada putranya itu.
Lius tahu betul bagaimana putranya, hingga membuat ia enggan menyerahkan posisi penting itu pada sang putra.
Dan hal itu selalu menjadi pemicu p
Niat hati ingin menolong Nindya, namun sayangnya Brian juga sama tak imbangnya. Tubuh keduanya terpental kebelakang, dan bersamaan dengan itu Jo masuk ke dalam ruangan.“Permisi, Tuan-“Oh, maaf mengganggu.”Jo yang melihat keadaan segera undur diri dan kembali menutup pintu, ia pun memilih kembali ke dalam ruangannya.Nindya segera menyingkir dari tubuh Brian, berkali-kali ia membungkuk maaf atas kecerobohannya itu.“Sudah-sudah, kamu bisa kembali ke pantry.”Nindya pun segera keluar dan kembali ke pekerjaannya.Namun sepanjang hari hatinya merasa gelisah, Nindya melihat sendiri bagaimana wajah terkejut Jo saat itu.“Pasti dia salah paham, aku harus menjelaskannya.”Sejak kejadian itu, ia merasa sikap Jo berubah. Walah tak pernah tersenyum namun Jo selalu membalas sapaan semua orang, namun tidak dengan hari ini.Pria itu jauh lebih dingin dari sebelumnya, terkesan memenda
Nindya hanya bisa menatap tubuh tegap itu perlahan menghilang dari pandangannya, matanya memanas mengingat penolakan itu.“Ternyata tuan Jo marah, apa tadi bertengkar dengan tuan Brian gara-gara masalah itu?” menatap nanar darah Jo yang membekas di tembok.Dengan langkah lesu ia pun keluar dari ruangan Brian dan menutup nya, niat hati ingin membersihkan area sana namun ia urungkan karena sesak di hatinya.“Aku bersihkan nanti sepulang kerja saja, aku tidak ingin semakin sakit melihat tuan Jo yang masih dingin terhadapku.”Di dalam perjalanan, Brian berusaha tenang dan mengalihkan pikiran buruknya.Dalam sekejap mobil yang di kendarainya itu sudah tiba di pelataran rumah sakit yang disebutkan oleh ibunya.“Di mana IGD nya?”“Bapak bisa lurus saja, nanti belok kiri. Ada di sudut sebelah kanan.”Brian berlari sesuai dengan apa yang diarahkan, matanya menangkap sosok ibunya yang tenga
Lio bersiap untuk naik ke atas ranjang, namun dering ponsel membuatnya mengurungkan niatnya.“Siapa?”“Anak buahku, aku terima dulu ya?”Tanpa berpindah tempat, Lio menerima panggilan itu.Mulanya biasa saja, namun garis kening tergambar jelas di wajah Lio. Lea sedikit panik saat melihat wajah suaminya sudah mulai merah, ia tahu jika saat ini suaminya itu tengah menahan emosinya.“Sabar,” mengusap lengan Lio dengan bibir yang berkomat-kamit.Melihat tingkah lucu itu membuat emosinya sedikit berkurang, ia pun segera mengakhiri panggilan itu setelah memberikan anak buahnya itu tugas.“Kenapa lucu sekali sih tadi, bibirnya ini lo komat-kamit kayak mbah dukun.” Mengecupnya dengan gemas.“Ada apa? Kenapa marah?”“Putranya Lius, dia berencana kesini menemui Brian. Anak itu berencana meminta semua harta Lius yang ada pada Brian.”“Harta apa yan
Mata Lius menggelap, ia pun mengangkat dua tiket yang baru saja di temukannya.“Apa ini? Katakan!”Juli yang tak tahu apapun hanya bisa diam menatap putranya, sedang Sony sudah berkeringat dingin menghadapi kemarahan ayahnya.“I-itu, Dad.”“Katakan dengan jelas! Kau laki-laki, Sony!”Sony bingung, ia tak tahu harus berkata apa setelah melihat kemarahan ayahnya itu.Mengaku tak mungkin, berbohongpun semakin tak mungkin sebab bukti sudah ada ditangan ayahnya.“Sony!”“Aku hanya ingin bertemu dengan kakakku, apa itu salah?”Juli terkejut, ia tak menyangka jika putranya akan senekat itu. Hal yang bisa di lakukannya saat ini hanya menatap putra juga suaminya beradu emosi.“Jangan kau kira aku bodoh! Katakan, apa tujuan utamamu ingin datang kesana.”“Aku hanya ingin berkenalan dengan kakak tiriku, itu saja dan tidak lebih.”
Lius terbangun dari tidurnya, ia merasakan sakit yang begitu sangat menyerang kepalanya. Ia mencoba menghalau rasa itu, namun semakin dipaks semakin sakit yang di rasakannya.“Aku pasti mabuk, “ gumamnya.Namun tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu yang tak biasa.Matanya membola setelah menyadari apa yang saat ini di sentuhnya itu.“Stella?” gumamnya.Lius mengamati tubuhnya saat ini, ia pun mencoba mengingat tentang apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Stella malam itu.“Sial!”Beberapa potongan bayangan mulai mengisi ingatannya, “Kenapa aku bisa melakukannya lagi.”Ia berusaha bangkit, menahan sakit yang begitu menekan kepalanya.Namun gerakan yang dilakuakan Lius membuat Stella sadar dari tidurnya. Ia pun sama terkejutnya dengan Lius barusan.“Stella, tenang dulu. Aku bisa jelaskan semuanya.”Namun Stella hanya diam, ia pun menarik
Lea menatap suaminya, ia masih tak mengerti dengan ucapan suaminya tadi. Niat hati ingin bertanya namun diurungkan saat Lio begitu sibuk dengan pekerjaan.Sepanjang perjalanan ia pun hanya bisa diam, memendam rasa penasaran itu untuk dirinya sendiri.“Lius menikah lagi.”“Ha?”Lio menutup notebook nya, menangkup kedua disis wajah istrinya dengan begitu gemas.“Biasa aja kagetnya sayang, lucu banget sih.”“Ih, serius sayang. Kok bisa?”Lio pun menceritakan semua yang diketahuinya, termasuk kejadian yang mengharuskan Lius menikahi mantan asistennya itu.Ia juga menjelaskan jika sebenarnya ia sendiri sudah menyelidiki latar belakang dari istri baru nya Liu situ.“Kok ya bisa, gampang banget main nikahini anak orang.”Mendengar itu membuat Lio merasa tak suka, ia pun menatap istrinya dengan tatapan curiga.“Astaga, bukan begitu maksudnya. Aku han
Divya yang baru datang langsung disambut dengan pemandangan memilukan, dimana ibunya menangis dan ditertawakan dirumahnya.“Kurang ajar!”Gadis yang biasanya lemah lembut itu kini terlihat sangat bringas, matanya sudah sangat merah menahan emosinya.Berbeda dengan Sony, untuk pertama kalinya ia melihat Divya dan ia langsung jatuh cinta. Ia terus menatap Divya tanpa berkedip, bahkan ia tak membantu ibunya yang saat ini tengah berseteru dengan Divya.“Aku tidak akan keluar dari rumah ini, aku juga putraku juga berhak tinggal di rumah ini.” Dengan tidak tahu malunya.Lea berusaha menahan putrinya, namun sekali lagi Divya mengabaikan itu. Ia sudah terlalu muak dengan tingkah tamu tak diundang di rumahnya.“Tidak tahu malu, benar-benar layak dengan sebutan benalu.”“Kurang ajar sekali kau bocah!”“Jangan berteriak dengan putriku,” sahut Lea.Divya melihat dua buah koper yang tak jauh dari tempatnya, dengan cepat ia mengambiln
Setelah kejadian kemarin, Brian bersikap lebih posesif dari pada biasanya. Hal itu juga diikuti dengan perubahan Jo yang semakin mengawasi semua ruang gerak Divya, baik di luar maupun di rumah.“Dek, pusing tidak kepalanya?” tanyanya begitu lembut.Brian menatap manik mata milik adiknya, rasanya semua kegundahan hilang dalam sekejab.“Kamu memang selalu bisa menjadi obat untuk abang,” merapikan anak rambut Divya.Sedang Divya sendiri hanya diam menerima semua perlakuan manis itu, ia lebih memilih menikmati sarapan paginya dengan tenang.“Aku baik-baik saja, Abang.”“Abang tahu, adik abang ini memang luar biasa.”“Ya kalau gitu kasih tahu juga kak Jo, jangan terlalu cemas.”“Memang apa yang dilakukan anak itu?”Divya mulai bercerita, tentang Jo yang sejak pagi sudah heboh dengan kekhawatirannya. Laki-laki itu sudah mengeluarkan banyak larangan juga pe