jangan lupa tinggalkan jejak kalian, setiap kritik dan saran dari kalian sengat berarti <3
Seorang pria dengan aura dingin berjalan melewati setiap karyawan di perusahaannya, mata elang itu dengan cepat menyihir setiap kaum hawa yang dilewatinya.Tak banyak bicara, namun sudah banyak kaum hawa yang tergila-gila dengannya. Namun laki-laki itu terlalu dingin untuk sekedar bertegur sapa.“Tuan, semuanya sudah siap.”“Ekm.” Singkatnya.Brian, sosok generasi muda yang sedang di elu-elu kan sebagai eksekutif muda yang berhasil mengembangkan namanya.Balita yang dulu begitu menggemaskan kini sudah menjelma menjadi pemuda yang begitu gagah seperti papanya.Langkah kaki yang begitu berderap membuat jantung tiap orang ikut berdetak tak karuan. Hanya derap langkah namun mampu membuat beberapa orang panas dingin.Kritt. [suara pintu dibuka]Jonathan, membuka pintu dan mempersilahkan tuan mudanya untuk melangkah masuk terlebih dahulu.Laki-laki yang biasa di sapa Jo itu dengan wajah dinginnya menata
Hari ini Lio nampak begitu bersemangat, sejak pagi ia sudah mempersiapkan diri dengan penampilan yang sangat menawan. Yah, walaupun setiap harinya Lio masih nampak tampan dengan usia matangnya.Walau sudah berumur namun Lio masih menjaga tubuh dan penampilannya, tak jarang ia nampak bak adik kakak ketika bersandingan dengan Brian yang adalah putra pertamanya.Sedikit cerita, Brian sudah mengetahui tentang siapa ayah kandungnya. Singkat cerita, hal itu bermula dari Lius yang mulai berani mengirim pesan pribadi ke ponsel Brian.Karena merasa tak diperhatikan putranya, Lius yang geram segera membuka jati dirinya pada sang putra. Hal itu sempat membuat keluarganya panik lantaran Brian yang berubah sangat dingin pada sekitarnya.Back to now,Brian menatap ayahnya dengan tatapan kekaguman. Sejak kecil, Lio selalu menjadi pahlawan juga panutan baginya.Brian tersenyum menatap pantulan ayahnya dari kaca, ia menggelengkan kepala merasa lucu dengan ti
Nindya kembali dengan dua kantung kresek ditangan, ia memasuki gedung perusahaan dengan wajah letihnya.Resepsionis yang melihat kedatangannya merasa iba, sebab hampir seluruh karyawan kantor tahu bagaimana para karyawan perusahaan lantai 10 memperlakukan Nindya disana.Bak pemilik gedung, mereka selalu bersikap semena-mena dengan beberapa orang disana. Tak jarang berita bully juga santer terdengaer diantara karyawan.“Nin, semangat ya.”Mendengar seruan tersebut, senyum indah merekah di wajah letihnya. Ia pun membalas dengan mengangkat kedua tangan yang penuh dengan bawaan itu.Ia pun segera melenggang menaiki lift, menuju tempat dimana ia harus menyerahkan semua makanan ditangannya.“Permisi, mbak. Ini pesanannya, sesuai dengan apa yang tadi dipesan.”Wanita itu mulai meneliti setiap makanan yang ada di dalam kantung, matanya sesekali juga melirik Nindya yang masih setia berdiri disampingnya itu.&ldqu
Untuk merayakan kepulangan putrinya, Lio sengaja mengadakan jamuan makan malam khusus keluarga juga seluruh pegawai rumah.Tak tanggung-tanggung, Lio menjamu mereka semua di sebuah restoran miliknya.Jo juga termasuk dalam daftar tamu undangan disana, bukan sebagai pegawai melainkan saudara dari Brian.Semua sudah rapi dengan pakaian masing-masing, Brian juga Lio begitu tampan dengan kemeja pastel yang dikenakannya. Begitu juga dengan Lea yang nampak sangat anggun dengan pakaian senada dengan milik suaminya.Namun sang bintang utama masih tak kunjung menampakkan batang hidungnya, sedang jam terus berlalu.“Kalian bisa pergi dulu, nanti disana ada orang yang menyambut kalian semua.” Ucap Lio.Para pelayan pun mulai pergi satu persatu meninggalkan rumah, mereka semua pergi dengan menggunakan dua mobil.Sedang nantinya, Lio sekeluarga akan pergi bersama dengan mobil Brian.“Adik kenapa lama sekali ya, Bu?”
Dalam perjalanan pulang tak ada yang membuka suara, mobil itu seakan berjalan dengan sangat lamban.Divya menatap suasana malam dari dalam mobil, ia enggan jika harus bersitatap dengan Jo dalam suasana seperti ini.Tak ada yang tahu, Divya sangat pintar dan bersih dalam menyembunyikan suasana hatinya.Setelah melewati jalan yang begitu panjang, tibalah mobil di halaman rumah. Namun tak ada pergerakan dari Divya, beberapa kali Jo memanggil namanya namun sama sekali tak ada sahutan.“Hah, ternyata tidur anaknya.”Dengan sekali gerak, tubuh Divya sudah ada dalam gendongannya.Dengan dibantu pelayan, Jo membawa tubuh Divya masuk ke dalam kamar.“Kalau begitu saya tinggal kebawah dulu, tuan Jo.” Pamit setelah membukakan pintu kamar.Dengan begitu hati-hati Jo meletakkan tubuh itu, sangat hati-hati seakan ia takut akan menyakitinya.Menarik selimut panjang, Jo membungkus tubuh Divya disana. Tak lupa ia juga menyesuaikan suhu k
Brian masih fokus dengan laptop di depan nya ketika samar-samar ia mendengar suara keribuatan dari luar.Tak ingin mengurusinya, namun semakin lama suara bising itu semakin nyaring terdengar oleh telinganya.Dengan rasa kesal, Brian keluar dan mencari sumber suara.Keluar dari ruangan, mata Brian memicing saat melihat dua orang wanita tengah berdiri membelakingnya dengan saling berbisik.“Kasian sih.”“Ia, selalu saja di bully begitu. Kasina banget.Brian semakin tak mengerti apa yang tengah mereka tonton sampai-sampai kehadirannya saja diabaikan.Namun semakin ia mendekat semakin terdengar jelas pula suara deru tangis seorang wanita disertai sentakan juga hinaan.Mendengar setiap hinaan itu darah Brian mendidih dibuatnya, bukan tentang siapa yang tengah dihina namun tentang hati manusia yang dirasanya sudah mati rasa.“Beginikah mulut karyawan teladan di perusahaan saya! Benar-benar busuk sekali,
Sekembalinya dari meeting, Jo menjadi lebih pendiam. Raganya mungkin sedang bekerja, namun jika di tanya pikirannya mungkin kini sedang berkelana entah kemana.Brian mengerutkan dahi, bukan hal aneh dengan sikap dingin asistennya itu. Namun ia merasa diamnya sang asisten kali ini berbeda, seakan ada sesuatu yang tengah di sembunyikannya.Namun Brian sama sekali tak berminat untuk menegur atau sekedar bertanya, ia sangat menghargai kehidupan privasi Jo lebih dari apapun. Tak pernah sekalipun ia ikut campur jika tak membahayakan asisten rasa saudara itu.“Asal kerjaannya beres juga tak masalah.”Jo sendiri sejak tadi tak bisa konsen dengan ketikan di laptopnya.Bayangan saat Divya meninggalkannya di jalan terus berputar seperti potongan film di bioskop. Tatapan mata kecewa, marah bahkan terkesan bosan.Jo merasa Divya berubah, tak seperti dulu sebelum. Setelah tragedi penolakan itu, memang Jo mengakui mengurangi komunikasi dan teru
Karena ucapan dari Jo, Brian melarang adiknya pergi ke café jika tanpa dampingan dari dirinya atau Jo. Sebab kedua orang tuanya jelas tak akan bisa mendampinginya karena urusan bisnis.Dan karena hal itu, wajah cantik Divya terus saja di tekuk sepanjang jalan. Tak ada celoteh atau sekedar senyum seperti setiap harinya.Katakanlah jika Brian posesif, namun hal itu juga bukan keinginannya semata. Bagi laki-laki dingin itu, keselamatan jauh lebih penting dari apapun itu.“Dek, nanti ikut sama abang dulu ketemu client baru kita pergi ke café. Ok?”“Hm.”Brian tahu adiknya merajuk, dan ia sama sekali tak berniat merayu. Beda hal dengan Jo yang tersenyum penuh kemenangan di hatinya.Tak kan ada yang tahu jika saat ini laki-laki itu tengah bergembira, sebab apapun perasaannya selalu dibungkus dengan wajah dinginnya.Tiba di tempat tujuan, Brian keluar lebih dulu lalu membukakan pintu untuk sang adik. Den