sampai jumpa di tanggal 16 kawan, nantikan bab selanjutnya yang semakin seru ..
Semua orang tercengang dengan apa yang saat ini telah terjadi, Toni dengan sigap segera melerai pertikaian itu.Leo yang melihat adikanya tak sadarkan diri segera menghampirinya dan membawa Lea dalam dekapannya. “Adik, bangun. Ini kakak, dek.”“Tuan Leo,” cicit Naila.“Tuan, tuan Leo.”Hingga tiga kali panggilan barulah Leo merespon Naila, dan pandangannya pun mengikuti arah pandang Naila.“Darah, tuan.”Semua orang terkejut, semua panik seketika. Darah segar mengalir dari sela kaki LeaSekar menatap panik menantunya, ia tahu darah apa itu dan berteriak pada semua orang disana.“Cepat bawa ke rumah sakit!” hal itu membuyarkan lamunan Lio yang sempat syok.Dengan cepat Lio mengikuti kemana Leo membawa tubuh istrinya.Wilman ikut bersama putranya begitupun dengan Toni yang ikut serta membawa sang istri guna untuk diobat.Dan tersisa hanya keluarga Antonio disana.Plak!“Apa yang sudah kamu lakukan! Lihat perbuatanmu ini!” amuk Sekar. Mengingat wajah Lea membuat Sekar diliputi amarah.“I
Seorang pria dengan aura dingin berjalan melewati setiap karyawan di perusahaannya, mata elang itu dengan cepat menyihir setiap kaum hawa yang dilewatinya.Tak banyak bicara, namun sudah banyak kaum hawa yang tergila-gila dengannya. Namun laki-laki itu terlalu dingin untuk sekedar bertegur sapa.“Tuan, semuanya sudah siap.”“Ekm.” Singkatnya.Brian, sosok generasi muda yang sedang di elu-elu kan sebagai eksekutif muda yang berhasil mengembangkan namanya.Balita yang dulu begitu menggemaskan kini sudah menjelma menjadi pemuda yang begitu gagah seperti papanya.Langkah kaki yang begitu berderap membuat jantung tiap orang ikut berdetak tak karuan. Hanya derap langkah namun mampu membuat beberapa orang panas dingin.Kritt. [suara pintu dibuka]Jonathan, membuka pintu dan mempersilahkan tuan mudanya untuk melangkah masuk terlebih dahulu.Laki-laki yang biasa di sapa Jo itu dengan wajah dinginnya menata
Hari ini Lio nampak begitu bersemangat, sejak pagi ia sudah mempersiapkan diri dengan penampilan yang sangat menawan. Yah, walaupun setiap harinya Lio masih nampak tampan dengan usia matangnya.Walau sudah berumur namun Lio masih menjaga tubuh dan penampilannya, tak jarang ia nampak bak adik kakak ketika bersandingan dengan Brian yang adalah putra pertamanya.Sedikit cerita, Brian sudah mengetahui tentang siapa ayah kandungnya. Singkat cerita, hal itu bermula dari Lius yang mulai berani mengirim pesan pribadi ke ponsel Brian.Karena merasa tak diperhatikan putranya, Lius yang geram segera membuka jati dirinya pada sang putra. Hal itu sempat membuat keluarganya panik lantaran Brian yang berubah sangat dingin pada sekitarnya.Back to now,Brian menatap ayahnya dengan tatapan kekaguman. Sejak kecil, Lio selalu menjadi pahlawan juga panutan baginya.Brian tersenyum menatap pantulan ayahnya dari kaca, ia menggelengkan kepala merasa lucu dengan ti
Nindya kembali dengan dua kantung kresek ditangan, ia memasuki gedung perusahaan dengan wajah letihnya.Resepsionis yang melihat kedatangannya merasa iba, sebab hampir seluruh karyawan kantor tahu bagaimana para karyawan perusahaan lantai 10 memperlakukan Nindya disana.Bak pemilik gedung, mereka selalu bersikap semena-mena dengan beberapa orang disana. Tak jarang berita bully juga santer terdengaer diantara karyawan.“Nin, semangat ya.”Mendengar seruan tersebut, senyum indah merekah di wajah letihnya. Ia pun membalas dengan mengangkat kedua tangan yang penuh dengan bawaan itu.Ia pun segera melenggang menaiki lift, menuju tempat dimana ia harus menyerahkan semua makanan ditangannya.“Permisi, mbak. Ini pesanannya, sesuai dengan apa yang tadi dipesan.”Wanita itu mulai meneliti setiap makanan yang ada di dalam kantung, matanya sesekali juga melirik Nindya yang masih setia berdiri disampingnya itu.&ldqu
Untuk merayakan kepulangan putrinya, Lio sengaja mengadakan jamuan makan malam khusus keluarga juga seluruh pegawai rumah.Tak tanggung-tanggung, Lio menjamu mereka semua di sebuah restoran miliknya.Jo juga termasuk dalam daftar tamu undangan disana, bukan sebagai pegawai melainkan saudara dari Brian.Semua sudah rapi dengan pakaian masing-masing, Brian juga Lio begitu tampan dengan kemeja pastel yang dikenakannya. Begitu juga dengan Lea yang nampak sangat anggun dengan pakaian senada dengan milik suaminya.Namun sang bintang utama masih tak kunjung menampakkan batang hidungnya, sedang jam terus berlalu.“Kalian bisa pergi dulu, nanti disana ada orang yang menyambut kalian semua.” Ucap Lio.Para pelayan pun mulai pergi satu persatu meninggalkan rumah, mereka semua pergi dengan menggunakan dua mobil.Sedang nantinya, Lio sekeluarga akan pergi bersama dengan mobil Brian.“Adik kenapa lama sekali ya, Bu?”
Dalam perjalanan pulang tak ada yang membuka suara, mobil itu seakan berjalan dengan sangat lamban.Divya menatap suasana malam dari dalam mobil, ia enggan jika harus bersitatap dengan Jo dalam suasana seperti ini.Tak ada yang tahu, Divya sangat pintar dan bersih dalam menyembunyikan suasana hatinya.Setelah melewati jalan yang begitu panjang, tibalah mobil di halaman rumah. Namun tak ada pergerakan dari Divya, beberapa kali Jo memanggil namanya namun sama sekali tak ada sahutan.“Hah, ternyata tidur anaknya.”Dengan sekali gerak, tubuh Divya sudah ada dalam gendongannya.Dengan dibantu pelayan, Jo membawa tubuh Divya masuk ke dalam kamar.“Kalau begitu saya tinggal kebawah dulu, tuan Jo.” Pamit setelah membukakan pintu kamar.Dengan begitu hati-hati Jo meletakkan tubuh itu, sangat hati-hati seakan ia takut akan menyakitinya.Menarik selimut panjang, Jo membungkus tubuh Divya disana. Tak lupa ia juga menyesuaikan suhu k
Brian masih fokus dengan laptop di depan nya ketika samar-samar ia mendengar suara keribuatan dari luar.Tak ingin mengurusinya, namun semakin lama suara bising itu semakin nyaring terdengar oleh telinganya.Dengan rasa kesal, Brian keluar dan mencari sumber suara.Keluar dari ruangan, mata Brian memicing saat melihat dua orang wanita tengah berdiri membelakingnya dengan saling berbisik.“Kasian sih.”“Ia, selalu saja di bully begitu. Kasina banget.Brian semakin tak mengerti apa yang tengah mereka tonton sampai-sampai kehadirannya saja diabaikan.Namun semakin ia mendekat semakin terdengar jelas pula suara deru tangis seorang wanita disertai sentakan juga hinaan.Mendengar setiap hinaan itu darah Brian mendidih dibuatnya, bukan tentang siapa yang tengah dihina namun tentang hati manusia yang dirasanya sudah mati rasa.“Beginikah mulut karyawan teladan di perusahaan saya! Benar-benar busuk sekali,
Sekembalinya dari meeting, Jo menjadi lebih pendiam. Raganya mungkin sedang bekerja, namun jika di tanya pikirannya mungkin kini sedang berkelana entah kemana.Brian mengerutkan dahi, bukan hal aneh dengan sikap dingin asistennya itu. Namun ia merasa diamnya sang asisten kali ini berbeda, seakan ada sesuatu yang tengah di sembunyikannya.Namun Brian sama sekali tak berminat untuk menegur atau sekedar bertanya, ia sangat menghargai kehidupan privasi Jo lebih dari apapun. Tak pernah sekalipun ia ikut campur jika tak membahayakan asisten rasa saudara itu.“Asal kerjaannya beres juga tak masalah.”Jo sendiri sejak tadi tak bisa konsen dengan ketikan di laptopnya.Bayangan saat Divya meninggalkannya di jalan terus berputar seperti potongan film di bioskop. Tatapan mata kecewa, marah bahkan terkesan bosan.Jo merasa Divya berubah, tak seperti dulu sebelum. Setelah tragedi penolakan itu, memang Jo mengakui mengurangi komunikasi dan teru
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.“Berani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.”Divya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.“Kalian biadab, binatang kalian semua.” Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti
Divya berusaha melangkahkan kakinya, namun rasanya begitu berat. Belum lagi air matanya yang tak berhenti mengalir deras di pipi, membuat dirinya bingung sendiri.“Nggak mungkin, semuanya hanya salah paham.” Gumamnya sembari melangkah perlahan.Brian tak sanggup melihat adiknya terluka, namun ia juga tak sanggup jika harus masuk dan melihat semuanya.Begitu juga dengan Daniel, laki-laki itu hanya diam menyesali semua yang sudah terjadi.“Seharusnya dari awal kita memberitahunya, kalau begini kita sama saja menusuknya.”Brian hanya diam, menundukkan kepala tanpa tahu apa yang dikatakan.Divya semakin dekat dengan pintu, jantungnya semakin berdetak dengan begitu tak menentu. Begitu sakit, seakan ada sesuatu yang menghantam dadanya.Suasana begitu berbeda, kini di depannya banyak berbaring jasad yang sudah tak bernyawa.Tubuh Divya luruh ke bawah, air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya. Isakan
Rahasia yang selama ini coba di lupakan pada akhirnya terbongkar dengan cara yang tak terduga. Sekar yang sudah lama memendam rasa bersalah membongkar semua kejahatan putra keduanya di depan semua orang.Lio tak tahu apapun tentang itu semua, ia sama terkejutnya dengan Brian yang masih bersitegang dengan Lius.“Maksud oma?” tanya Brian.“Ayah kandungmu lah penyebab kakek Wilson meninggal.” Seru Sekar tanpa ingin menutup-nutupinya lagi.“Mom,” teriak Lius.Lio terduduk lemas, ia tak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya ini. Selama ini ia tak tahu apapuun tentang kesakitan dan fakta yang dirasakan oleh istrinya.“Bagaimana bisa, bukankah ayah Wilson meninggal karena jatuh dari tangga?”“Ayah mertuamu tidak jatuh dari tangga, tapi jatuh dari lantai dua rumah lama kita.” Sahut Antonio.Lebih lanjut Antonio juga menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan kemaraha
Nindya kembali ke rumah, ia segera mengemas semua pakaian dan berniat meninggalkan semuanya.Ia merasa puas terakhir kali melihat keadaan Jo yang mengenaskan, ada rasa bahagia dan terluka dalam satu waktu bersamaan.Nindya menangis, ia menatap kedua tangan yang sudah dengan tega melukai Jo hingga seperti tadi. Menyesal?Tidak, sama sekali Nindya tak merasa menyesal dengan apa yang sudah diperbuatnya. Hanya saja hatinya ikut terluka saat melihat air mata yang mengalir keluar dari mata indah pujaan hatinya.“Andai bapak menerima cinta saya, andai bapak tidak terpengaruh dengan wanita licik itu maka semuanya tidak akan jadi seperti ini.”Cepat-cepat Nindya mengemas barang bawaannya, juga beberap obat yang diperlukannya saat ini.Membuka pintu lemari, Nindya mengambil semua uang yang ada disana.“Dengan uang ini aku bisa mengembalikan wajahku seperti semula, maafkan Nindya nek karena menjual rumah itu.”Deng