Steven alias Dion masih menatap dalam pada Venus yang bercerita tentang adiknya Brema yang tewas dibunuh oleh Rex Milan serta komplotannya.“Wajahnya terlihat begitu jelas. Sampai saat ini aku tidak bisa melupakannya. Brema adalah salah satu Adikku. Dan Dion pernah mengatakan jika Brema dibunuh,” ujar Venus masih bercerita. Air matanya menetes begitu saja dan Steven hanya bisa menundukkan wajahnya. Steven harus menyembunyikan air matanya agar Venus tidak curiga. Sangat sulit tidak ikut merasakan sakit kala Venus bercerita.“Aku harus mencari tahu apa yang terjadi pada Brema. Siapa yang sudah membunuhnya─”“Dokter Thorn mengatakan jika kamu tidak boleh memaksakan dirimu untuk mengingat semuanya sekaligus. Jika terjadi lagi maka kamu akan mengalami hal yang sama seperti yang terjadi hari ini,” ujar Steven memotong dengan cepat.“Tapi Steve, jika aku tidak melakukannya, ingatanku tidak akan kembali,” kilah Venus membantah.“Seharusnya aku tidak melakukan hal seperti itu.”“Seperti apa?”
“Berhentilah membawa-bawa Putraku. Aku tahu apa yang sedang aku lakukan sekarang!” ujar Rex Milan kesal. Padahal ia baru saja mengalami kesenangan usai berhubungan dengan Daniella. Sekarang kekasih gelapnya itu malah membicarakan hal yang sangat mengganggunya.“Apa yang kamu lakukan? Kamu menikah dengan wanita kaya itu karena ingin balas dendam atau merebut kembali harta keluargamu?” tukas Daniella ikut emosi. Rex Milan bangun dari posisi berbaring dan duduk. Jejak keringatnya belum selesai tapi ia sudah harus berdebat lagi dengan Daniella.“Dan, aku mencari ketenangan dengan datang kemari. Kenapa kamu terus menerus membuat aku marah? Apa kamu senang jika hubungan kita terus memburuk?” sahut Rex Milan dengan nada tinggi.“Aku ...” Rex Milan tak peduli dan berbalik. Ia memungut celananya lalu mengenakannya. Rex Milan berdiri sambil mengancingkan celananya ke depan balkon kamar.Daniella pun seketika merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Ia ikut memungut pakaian tidurnya lalu berjala
Waktu istirahat mulai datang. Steven mempersiapkan selimut untuk Venus agar ia makin nyaman. Steven sudah melepaskan jasnya dan jauh lebih santai. Masalahnya ia tidak bisa melepaskan topengnya seharian ini. Rasanya memang tidak nyaman tapi Steven sudah biasa.“Kemarilah, Steve,” ajak Venus menarik tangan Steven. Steven tersenyum dan ikut naik ke ranjang milik Venus dan duduk bersandar. Venus lalu mendekat dan Steven pun membuka lengannya untuk memeluk. Sebuah kecupan diberikan oleh Stevan untuk Venus agar ia semakin tenang.“Aku selalu merasa tenang jika bersamamu. Apa kamu tahu alasannya?” ujar Venus lalu menaikkan pandangannya pada Steven. Steven tersenyum tak menjawab.“Itu karena kamu adalah pria yang memperlakukanku dengan sangat baik, Steve. Jika aku bertemu denganmu lebih dulu, maka aku pasti lebih mau pacaran denganmu saja.” Venus kembali memeluk Steven yang mengeratkan rangkulannya.Steven menyandarkan sisi kepalanya pada Venus. Mereka separuh berbaring bersama.“Sejujurnya a
Dugaan Steven alias Dion jika Sebastian memiliki niat lain pada Rex Milan akhirnya terbukti. Sebastian memang sedang menjebak Sebastian sebagai pecandu. Sebagai Steven, Dion bisa lebih mudah memata-matai Sebastian yang sedang membuat laporan palsu tentang hasil tes darah milik Rex Milan.“Jika ketahuan, maka karierku akan habis. Ini akan sangat berbahaya─”“Apa ini adalah hasil tes darah Rex Milan dahulu?” Dokter itu mengangguk dengan perasaan cemas. Ia menoleh ke semua arah takut ketahuan.“Tenang saja. Ini juga bisa─”“Tapi ini tetap palsu. Ini bukan hasil tes yang sesungguhnya saat ini!” Dokter itu bersikeras.“Kamu punya hutang budi pada keluarga Arson, jangan lupa itu. Aku akan hubungi kamu lagi nanti. Sampai jumpa.”Sebastian memasukkan dokumen tersebut ke dalam jasnya dan pergi meninggalkan dokter yang sudah membantunya. Steven menyusupkan dirinya agar tidak ketahuan oleh Sebastian. Begitu pula dengan Cindy yang ikut mendengar rencana jahat Sebastian.Setelah aman, barulah kedu
Rei datang dan memergoki Venus memeluk pengawalnya Steven dengan penuh kemesraan. Pelukan itu bukanlah pelukan hangatnya persahabatan melainkan pelukan cinta. Terlebih setelahnya Venus malah meminta agar Rei membelikannya apartemen baru.“Apa kamu yakin mau bercerai? Maksudku berpisah?” tanya Rei pada Venus setelah mereka duduk bersama. Venus tersenyum lalu mengangguk.“Aku sudah memutuskannya.” Mata Rei lalu melirik pada Steven yang sedang berdiri tidak jauh dari mereka.“Lalu dia? Apa kamu pacaran dengan dia?” pungkas Rei dengan nada sedikit menyudutkan. Venus sempat menoleh pada Steven lalu kembali pada Rei.“Aku sayang pada Steven─”“Apa kamu berpisah dari Rex Milan karena dia?” Rei kembali memotong.“Bukan. Aku berpisah dari Rex Milan bukan karena siapa pun, Kak. Aku tidak merasakan hal yang seharusnya aku rasakan jika dia memang kekasih atau suamiku,” jawab Venus mengungkapkan perasaannya.“Apa Rex Milan menyakiti kamu selama ini? Apa dia memukul atau melakukan kekerasan?” Venus
“Sekarang kamu punya alasan untuk memecat Steven dan Emerson kan? Mereka sudah membawa lari Istriku!” tukas Rex Milan menunjuk wajah NLE Black. NLE hanya diam dengan rahang mengeras. Ia benar-benar tidak menyangka jika kini dua anak buahnya berbalik mengkhianatinya.“Aku akan bicara pada mereka─”“Kau ini bodoh atau apa, hah? Aku sudah mengatakan padamu untuk memecat si muka parut itu tapi kau malah mempertahankannya. Sekarang pengawal lain jadi ikut-ikutan melakukan hal seperti ini dan kau masih mau bicara!” hardik Rex Milan makin emosi. NLE membuang wajahnya sekilas mendengus.“Aku yakin ada yang sudah terjadi!”“Yang terjadi adalah si muka parut itu membawa lari istriku!”“Nyonya Venus belum tentu hilang, Tuan. Bisa saja dia ke rumah orang tuanya,” sahut NLE Black.“Aku tidak akan pernah datang lagi ke rumah Harristian. Kali ini Arjoona Harristian tidak akan melepaskanku jika dia tahu yang terjadi pada Venus.”“Tapi jika dia di sana, apa setidaknya orang tuanya mungkin menghubungim
Rei Harristian membawa adiknya, Venus kembali ke apartemen lamanya di Manhattan dari rumah sakit. Sesuai dengan permintaan, Rei akan menyediakan tempat tinggal sementara Venus mengurus perceraiannya dengan Rex Milan. Steven ikut masuk ke dalam apartemen yang dulunya memberikan banyak kenangan manis dan pahit pada hubungannya dan Venus.“Ini apartemenku dulu?” tanya Venus seperti meragukan. Rei tersenyum kecil lalu mengangguk.“Apa kamu ingat? Kamu tinggal di sini sebelum kamu menikah. Ya sekarang, interiornya sedikit berubah kurasa,” ujar Rei ikut melihat ke sekitar.Venus berjalan masuk ke dalam lalu menyentuh semua perabotan dari kursi, sofa sampai ujung penutup lampu. Keningnya mengernyit setelahnya lalu ia berbalik pada Rei.“Ke mana semua furniturnya? Bukan ini kursinya─” Venus menunjuk pada salah satu sofa.Rei dan Steven saling menoleh berpandangan lalu kembali menatap Venus. Apa Venus bisa mengingat sedikit dari kenangannya soal apartemen lamanya?“Apa kamu ingat seperti apa a
Venus merasakan kesedihan yang tidak ia mengerti kala melihat balkon kamarnya. Seakan seperti ada yang menariknya, Venus pun berjalan perlahan. Ia menoleh dan melihat dirinya sedang menangis hebat.“Apa yang terjadi?” gumam Venus pelan. Ia mengikuti bayangannya menuju balkon tersebut. Venus berjalan sampai pembatas balkon dan menatap ke depan. Angin yang membelai rambut panjang Venus yang tergerai.“Apa yang kulakukan di sana?” ujar Venus mendekat. Ingatannya perlahan kembali saat dirinya kemudian berbalik dan masuk ke kamar mandi. Venus menyalakan shower air dingin dan menyirami dirinya.Dalam tangisnya, ia meringkuk di bawah kucuran shower sekian lama, kedinginan dan terluka.Pintu kamar Venus kemudian berhasil dirusak oleh Rei sebelum asisten Venus berhasil menemukan kunci cadangannya. Begitu terbuka, Rei langsung menerobos masuk tanpa peduli apa pun. Ia memanggil adiknya dan langsung berlari ke arah balkon kamar.Tirai balkon melayang dihembus angin karena pintunya yang terbuka. R
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny