“Apa kamu sudah benar-benar mencari dia ke dalam?” tanya Sebastian dengan kening mengernyit. Ia seperti kurang bisa mempercayai Seth yang datang memberikan laporan.“Iya. Aku bahkan menanyakan pada teman-temannya, Tuan. Aku sudah mencarinya ke seluruh gedung dan tidak menemukannya.” Sebastian menghela napas panjang serta kecewa. Ia melihat ke semua arah sebelum kemudian masuk ke mobilnya.Dari kejauhan, di dalam taksi, Cindy melihat Sebastian yang sedang mencarinya. Peter lalu memerintahkan sopir taksi agar segera pergi sebelum Sebastian mencurigai sesuatu.“Kamu seharusnya mengangkat panggilan telepon dariku, Cin. Pak Arion juga nelepon kamu tapi kamu gak angkat,” gerutu Peter masih separuh memarahi Cindy. Cindy balik menoleh pada Peter dengan kening mengernyit. Ia tidak suka dengan cara Peter yang seperti memiliki kuasa atas dirinya.“Kok Mas Peter begini sih? Aku kan sedang di kampus. Aku memang gak mengangkat panggilan kalau sedang kuliah,” sahut Cindy membela dirinya. Peter menga
Setelah Venus terlelap, Steven mengambil kesempatannya untuk bicara pada Andrew Miller. Steven menyudutkan diri di ruangan tersebut sambil terus mengawasi Venus di ranjangnya.“Emerson sudah memberikan kunci mobilnya padaku. Mobil itu ada di samping gang dekat rumah Wilson. Ponsel dan dompet juga ada di dalam,” ujar Steven alias Dion melaporkan pada Andrew.“Aku akan ke sana untuk mengambilnya. Bagaimana keadaan di sana? Apa Rex Milan masih mengganggumu?”“Iya. Venus dengan lantang meminta cerai tadi pagi gara-gara ia memaksa masuk ke kamar dan ingin mencium Venus. Rasanya ingin kupatahkan lehernya,” rutuk Steven dengan geraman tertahan.“Iya, aku bisa bayangkan. Rex Milan pasti sedang sangat penasaran denganmu. Sebentar lagi dia pasti akan mencariku.”“Aku harap begitu. Aku ingin membawa Venus pergi secepatnya. Pria itu memang brengsek dan tidak bisa menjaga Istriku.” Steven melirik lagi
Pertanyaan Steven hanya membungkam Emerson sekali lagi. Tidak ada gunanya menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Cinta memang tidak memiliki logika. Akan tetapi, Emerson merasa jika Steven adalah temannya kini. Jika terjadi sesuatu padanya, maka ia pun tidak akan tenang.“Kamu sedang berselingkuh, Steve,” ujar Emerson dengan nada pasrah. Steven tersenyum lalu mengangguk.“Aku tahu. Aku jatuh cinta dan akan menjalani semuanya, Em. Aku akan menghadapi risikonya.”Emerson pun hanya bisa diam saja. Ia mencemaskan Steven tapi juga tidak ingin terlalu mencampuri urusannya.Satu jam kemudian, Emerson bergantian makan malam dengan Steven. Salah satu orang akan menjaga Venus sedangkan yang satunya akan makan di luar. Saat tiba giliran Steven, ia pun pergi sendiri.Ketika Steven berjalan ke parkiran, ia tidak sengaja melihat Sebastian Arson keluar dari mobilnya. Steven langsung bersembunyi. Sebastian keluar sendirian, dua pengawalnya tidak bersamanya.“Apa yang dia lakukan di sini?” gumam St
Andrew cukup kaget mendengar penuturan Rex Milan soal Venus Harristian. Entah karena pria itu sedang mabuk atau karena ia memang sudah sangat kesal.“Apa kalian akan bercerai?” Andrew balik bertanya dengan raut wajah bodoh nan polos. Ia kembali menyesap minumannya pelan. Musik berdentum makin panas disertai gerakan erotis para gadis penari yang meliuk-liukkan tubuhnya.“Aku tidak tahu.” Rex Milan kembali minum dan tertawa setelahnya. Nadanya seperti sedang stres dengan hubungannya dan Venus. Andrew bisa merasakannya. Tetapi bukan rasa kasihan serta iba yang menyertai hatinya. Baginya, inilah kesempatan besar melepaskan Venus dari Rex Milan.“Sepertinya hubungan kalian bermasalah. Aku baru sekali ke rumahmu tapi aku bisa merasakan itu,” ujar Andrew lagi. Rex Milan lantas menoleh pada Andrew.“Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?” balas Rex Milan kembali bertanya.“Aku pernah menikah, jadi aku tahu persis saat istri tidak lagi merasakan cinta. Aku tahu rasanya,” ujar Andrew berbohong. Rex
Venus sedikit mengernyit saat mendapati menu yang disediakan untuknya agak berbeda. untuk sarapan terlebih dahulu. Rasanya sarapan seperti ini tidaklah asing.“Setelah makan, kita akan jalan-jalan!” ujar Gareth tersenyum dan memegang tangan Venus. Venus menoleh lalu mengernyit. Pria yang tersenyum itu adalah Gareth Moultens, mantan tunangannya. Venus menarik tangannya dari Gareth.“Kenapa aku di sini?” tanya Venus kebingungan. Bukankah Gareth sudah meninggal?“Kamu ke sini bersamaku.” Pandangan Venus kembali mengarah pada bubur lembut yang dihidangkan di depannya.“Ini ....” Venus menyentuh ujung mangkuk bubur.“Seorang chef menghidangkannya untukmu, aku yang memesannya.”Venus lalu menoleh pada Gareth yang menikmati sarapan paginya berupa roti dengan lahap.“Brema,” sebut Venus dalam hatinya. Brema pasti akan menghidangkan bubur yang hangat dengan rempah khas Indonesia demi menghangatkan perut. Venus merasa jika tubuhnya mulai demam dan pucat tapi ia tetap makan sebisanya. Masakan Br
Venus dibantu oleh alat bantu pernapasan setelah bangun dengan syok dari tidurnya. Ia mimpi buruk dan itu mempercepat kinerja jantungnya dari normal. Steven yang semula memegang Venus untuk menyadarkannya kemudian menyingkir perlahan dan keluar dari ruangan tersebut. Jason akan menangani Venus dan melakukan yang terbaik.“Bagaimana Nyonya Venus? Apa yang terjadi?” tanya Emerson pada Steven yang baru keluar dari ruangan utama. Steven menyugar rambutnya dengan gusar.“Dia bermimpi buruk tapi seperti kejang-kejang. Oh, Tuhan.” Steven mendesah gusar lalu duduk sambil memegang kepalanya. Emerson pun tak bisa berbuat apa pun. Ia ikut duduk di sebelah Steven lalu meminta pendapatnya.“Apa menurutmu kita harus menghubungi Tuan Wilson?” Steven spontan mengangkat kepalanya.“Untuk apa?”“Kita beritahukan masalah ini pada Tuan Wilson. Jika terjadi sesuatu pada Nyonya Venus, kita akan dimintai pertanggungjawabannya, Steve!”“Apa kamu tidak mau mendampingi Nyonya Venus dan membantunya? Kamu ingin
Steven alias Dion masih menatap dalam pada Venus yang bercerita tentang adiknya Brema yang tewas dibunuh oleh Rex Milan serta komplotannya.“Wajahnya terlihat begitu jelas. Sampai saat ini aku tidak bisa melupakannya. Brema adalah salah satu Adikku. Dan Dion pernah mengatakan jika Brema dibunuh,” ujar Venus masih bercerita. Air matanya menetes begitu saja dan Steven hanya bisa menundukkan wajahnya. Steven harus menyembunyikan air matanya agar Venus tidak curiga. Sangat sulit tidak ikut merasakan sakit kala Venus bercerita.“Aku harus mencari tahu apa yang terjadi pada Brema. Siapa yang sudah membunuhnya─”“Dokter Thorn mengatakan jika kamu tidak boleh memaksakan dirimu untuk mengingat semuanya sekaligus. Jika terjadi lagi maka kamu akan mengalami hal yang sama seperti yang terjadi hari ini,” ujar Steven memotong dengan cepat.“Tapi Steve, jika aku tidak melakukannya, ingatanku tidak akan kembali,” kilah Venus membantah.“Seharusnya aku tidak melakukan hal seperti itu.”“Seperti apa?”
“Berhentilah membawa-bawa Putraku. Aku tahu apa yang sedang aku lakukan sekarang!” ujar Rex Milan kesal. Padahal ia baru saja mengalami kesenangan usai berhubungan dengan Daniella. Sekarang kekasih gelapnya itu malah membicarakan hal yang sangat mengganggunya.“Apa yang kamu lakukan? Kamu menikah dengan wanita kaya itu karena ingin balas dendam atau merebut kembali harta keluargamu?” tukas Daniella ikut emosi. Rex Milan bangun dari posisi berbaring dan duduk. Jejak keringatnya belum selesai tapi ia sudah harus berdebat lagi dengan Daniella.“Dan, aku mencari ketenangan dengan datang kemari. Kenapa kamu terus menerus membuat aku marah? Apa kamu senang jika hubungan kita terus memburuk?” sahut Rex Milan dengan nada tinggi.“Aku ...” Rex Milan tak peduli dan berbalik. Ia memungut celananya lalu mengenakannya. Rex Milan berdiri sambil mengancingkan celananya ke depan balkon kamar.Daniella pun seketika merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Ia ikut memungut pakaian tidurnya lalu berjala
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny