Cindy beberapa kali terus memperhatikan ponselnya yang bergetar. Sebastian menghubunginya tanpa henti selesai ia pergi begitu saja dari Moulson Enterprise. Dengan wajah murung, Cindy kembali mematikan ponselnya. Ibunya Dewi kemudian masuk ke kamar Cindy menghampiri putrinya. Cindy sudah tidak keluar kamar semenjak ia pulang.“Kamu kenapa toh, Nduk? Apa ada masalah?” tanya Budhe Dewi menegur Cindy. Cindy mengangkat pandangannya lalu menggeleng.“Gak ada, Ma. Aku ndak apa-apa.” Cindy menjawab dengan nada pelan.“Sedari pulang tadi, kamu ndak keluar kamar. Apa ada masalah sama kantor kamu? Kamu beneran sudah berhenti?” Cindy mengangguk pelan dan menunduk lagi.“Ada apa kok kamu malah berhenti?” Budhe Dewi bertanya dengan nada lembut.“Aku mau fokus kuliah saja, Ma.” Cindy beralasan. Budhe Dewi mengangguk lalu meluruskan pandangan.“Memang sebaiknya begitu. Kamu kan datang kemari untuk kuliah. Bukan Mama gak setuju kamu bekerja, tapi nanti kalau kuliahmu keteteran bagaimana? Mama sudah da
Steven mengindahkan semuanya. Kini ia adalah Dion yang merasa masih memiliki Venus sebagai istrinya. Sekalipun topeng yang membuat bekas gurat luka di separuh wajahnya masih tertempel, ia tak peduli.“Apa yang sudah kamu lakukan padaku, Venus?” gumam Steven alias Dion melenguh pelan. Venus tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sikap manja Venus keluar begitu saja seakan ia menikmati sentuhan Dion padanya.“Aku gak bersalah ...” kedua alis Steven naik bersamaan.“Oh ya?” Steven menyindir lembut lalu menaikkan pipi Venus dan mencumbu lembut bibirnya. Senyuman Venus perlahan memudar saat Steven makin mendesah lembut saat mencumbu. Lidah Steven perlahan masuk untuk membelai lidah hangat Venus yang meremas kaos di depan dada Steven. Tubuhnya pun makin menekan Venus yang semakin memasrahkan dirinya.Lama kelamaan, Steven menarik lalu mengaitkan jemarinya pada Venus yang diletakkan di sebelah tanpa melepaskan ciumannya sama sekali. Ranjang hangat itu pernah menghiasi cinta mereka dulunya.
Rex Milan resmi dipanggil oleh para pemegang saham atas laporan Sebastian Arson. Sebastian menuding Rex Milan sudah tidak lagi profesional atas pekerjaannya sebagai CEO sehingga tidak lagi dianggap mampu melakukannya pekerjaannya dengan baik.Dengan pengawalan NLE Black dan beberapa orangnya, Rex Milan datang ke Moulson Enterprise memenuhi undangan tersebut. Rex Milan tidak menyangka jika dirinya sedang dipertanyakan oleh para pemegang saham.“Aku sudah menjalankan semuanya dengan baik. Jika kalian tidak percaya, kaliab boleh mengauditku!” tantang Rex Milan tanpa takut.“Tuan Wilson, kami hanya ingin memastikan jika kinerja perusahaan tidak terganggu dengan urusan pribadimu. Proses tender proyek stadion sudah ditunda karena ketidakmampuanmu memimpin dengan baik!” sahut salah satu pengacara yang mewakili pemegang saham.“Itu jauh lebih baik dari pada kita kalah tender. Artinya kita masih punya banyak waktu untuk melobi,” sanggah Rex Milan membela diri.“Tuan Wilson, ini bukan hal yang
“Tuan Wilson?” pengacara yang memeriksa ruangan Rex Milan lantas masuk ke ruangan Sebastian. Rex Milan berbalik dengan sikap angkuh serta percaya diri yang tinggi.“Bagaimana? Apa sudah siap menerima tuntutanku?” sahut Rex Milan dengan angkuhnya. Pengacara itu lantas meletakkan bungkusan tas yang ia temukan di dalam laci. Rex Milan dan Sebastian sama-sama tercengang.“Apa ini?” tanya Sebastian mengernyit kaget.“Kokain ... dalam jumlah besar.”Rex Milan dan Sebastian sama-sama kaget. Wajah Rex Milan langsung berubah. Ia menggeleng cepat dan menghardik.“Tidak mungkin! Aku bukan pengguna, kalian bisa periksa darahku!” Sebastian langsung mengalihkan pandangan pada Rex Milan. Ternyata fitnahannya menjadi kenyataan─Rex Milan memang pemakai obat-obatan.“Sudah jangan berbohong lagi─” Sebastian balas berteriak.“Aku menemukan ini di dalam laci paling bawah tersimpan dengan baik. Ini bukan untuk pengguna, yang biasa memilikinya adalah bandar narkoba!” tukas pengacara itu ikut emosi menghadap
“Sepertinya kamu memang bukan orang asing, Tuan Caesar. Apa kita pernah saling mengenal sebelumnya?” tanya Venus memandang Aldrich yang mengulum senyuman padanya.“Tidak penting. Bagiku kita lebih dekat dari yang kamu pikirkan.” Aldrich menjawab dengan sikap netral. Venus makin mengernyitkan keningnya. Ia terus memandang Aldrich dan yakin jika memang mengenalnya. Perlahan ia mulai ingat jika dirinya pernah melihat Aldrich dalam mimpinya.“Aku tahu dirimu. Aku pernah melihatmu dalam mimpiku.” Aldrich tertegun menatap Venus yang tiba-tiba memegang tangannya.“Kamu adalah Aldrich yang menyelamatkanku saat Gareth Moultens akan membawaku pergi kan? Kamu yang membawaku pergi, kamu bilang saat itu jika aku akan bertemu suamiku, Mas Dion!” sahut Venus dengan antusias.Aldrich membuka mulutnya perlahan. Ia tersenyum dan langsung memeluk Venus. Venus pun memekik bahagia seperti baru saja menemukan jackpot dari semua kegelisahannya.“Oh Tuhan, akhirnya kamu mengingatku!” Aldrich ikut memekik bah
“Aku serius ingin menemukan makam Dion dan keluargaku kembali, Steve!” tukas Venus sepulang Aldrich. Steven tidak mengangguk karena ia memang belum mati sebagai Dion.“Aku tidak bisa melakukannya sekarang. Ada hal yang harus aku lakukan dulu,” jawab Steven.“Apa?”“Mengawalmu. Kamu akan segera bercerai dan bisa saja media mencium berita ini lalu mereka akan mengejarmu.” Steven memberikan alasan. Venus menggelengkan kepalanya. Ia tampak kecewa karena Steven seperti menolak permintaannya.“Aku pikir kamu akan melakukan yang aku inginkan.” Venus sedikit merajuk dengan sikap yang menggemaskan. Steven nyaris meledak tersenyum kala melihatnya. Ia mendekat lalu memegang tangan Venus dan mengecupnya lembut.“Tentu saja aku akan melakukan apa pun yang kamu inginkan, Dewiku. Tapi aku butuh waktu.”Venus kembali tersenyum tapi tidak mengangguk. Ia ingin Steven menepati janjinya. Venus tidak perlu bicara hanya harus menatap lekat pada Steven saja. Steven pun menarik napas panjang dan akhirnya men
Rasanya seperti ada batu yang menghantam kepala Dion kala mendengar pernyataan Aldrich tentang Venus. Pernikahan yang dikira oleh semua orang sudah pernah dilakukan ternyata adalah palsu semata.“A-Apa katamu?” tanya Dion terbata-bata.“Maafkan aku. Kurasa kita memang sudah ditipu mentah-mentah oleh Rex Milan. Dia memalsukan semuanya ....”“Bagaimana dia bisa melakukan itu? Venus pergi dengannya begitu saja? Semua media bahkan mengatakan jika mereka sudah menikah!” sahut Dion meninggikan suaranya. Ia sudah ingin meledak marah.“Aku rasa dia membayar banyak orang. Dion, ada kemungkinan besar jika Venus diculik sebelum berpisah denganmu. Apa kamu ingat jika Gareth Moultens pernah melakukan hal yang sama?” Dion terdiam lalu menatap Ares yang juga ikut mengernyit melihatnya.“Iya ....”“Aku akan memeriksa latar belakang Rex Milan Wilson. Mungkin saja nama dan identitasnya juga palsu. Dia punya masalah dengan kita atau Venus.” Dion masih diam sekaligus mengeraskan rahangnya. Rasanya sepert
Rex Milan datang ke pub tempatnya akan bertemu dengan Andrew Miller. Ia berharap jika Andrew Miller akan membantunya kali ini. Rex Milan harus memiliki koneksi yang kuat terutama seorang polisi. Andrew Miller baru datang setengah jam kemudian dan langsung mencari Rex Milan.“Maaf, aku terlambat.” Andrew langsung mengambil kursi di depan Rex Milan dan berbicara dengannya.“Tidak apa-apa. Aku memerlukan bantuanmu, Andrew.” Rex Milan kini mengakrabkan dirinya dengan memanggil nama depan. Andrew mengangguk saja. Ia memesan sambil mendengarkan curhatan Rex Milan.“Wakil CEO ku menendangku keluar dari Moulson Enterprise. Sekarang aku dipecat,” ujar Rex Milan membuka ceritanya. Kening Andrew mengernyit kaget meski tidak kentara.“Oh ya? Bagaimana bisa?”“Dia menjebakku dengan meletakkan sekantung besar kokain di dalam laci meja kerjaku. Bagaimana barang itu tiba-tiba bisa ada di sana kecuali dia yang melalukannya!” tukas Rex Milan mengomel.“Tunggu dulu, aku tidak mengerti. Kamu bilang kamu
Di belakang Dion menyerahkan tas milik Venus pada Jasman yang akan mengawal mereka. Dua pengawal lainnya ditempatkan oleh Dion di jalan depan saat keluar dari rumah sakit. Sedangkan sudah ada lima orang pengawal yang berdiri di dekat mobil yang akan membawa Venus pulang. Kali ini, Dion tidak ingin mengambil lagi risiko demi keselamatan Venus.Limosin yang membawa Dion, Venus, Arjoona dan Claire meluncur dengan baik saat keluar dari area rumah sakit. Mereka akan bersama-sama pulang ke rumah Dion karena anak-anak mereka sudah menunggu.“Bagaimana dengan masalah hukum kemarin, Dad? Apa kamu perlu bantuanku?” tanya Dion pada Arjoona yang duduk berhadapan dengannya. Venus menoleh cepat pada Dion dengan mata membesar. Ia tidak mengetahui jika ayahnya terlibat konsekuensi hukum.“Apa yang terjadi, Dad?” tanya Venus dengan raut cemas.“Gak ada. Daddy cuma harus membayar denda tilang saja kok. Namanya juga orang tua. Bisa ceroboh kala
Tidak seperti yang diharapkan oleh Steven alias Dion, Venus tidak ingin menoleh padanya saat ia masuk. Venus membuang muka tak mau menyapa.“Venus─” Dion baru bicara dan Venus langsung memotong.“Pembohong! Siapa kamu sebenarnya?” tukas Venus tanpa basa-basi langsung mendelik pada Dion. Dion terdiam di sisi tempat tidur Venus dan belum bergerak. Ia sedikit menundukkan kepala dan terlihat menyesal.“Aku bisa menjelaskan semuanya─”“Jawab saja pertanyaanku!” Venus langsung menyela dengan tajam.Meskipun Venus masih cedera setelah tercekik oleh belitan kain, tapi ia masih bisa memarahi Dion yang baru datang.“Aku ... aku adalah ....”“Kamu bukan Steven kan?” Venus menebak lagi dengan ketus. Dion menarik napas panjang dan sedikit menunduk.“Aku adalah Dion Juliandra. Aku sedang menyamar menjadi Steven.” Dion akhirnya mengaku. Venus tak bergerak menatap tajam pada Dion. Kali ini, Dion sudah sangat keterlaluan membohonginya. Dion yang menyadari kesalahannya lantas melepaskan topeng karet ya
Rex Milan berhasil dikeluarkan dari mobilnya yang ringsek akibat tabrakan dari jeep monster yang dikendarai oleh Arjoona Harristian. Ia segera dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri dan luka-luka. Sama dengan Venus Harristian, keduanya dibawa ke rumah sakit yang sama dan ditempatkan di bangunan yang berbeda.“Uncle, aku terpaksa harus menahanmu dulu sementara. Sampai aku selesai menemukan buktinya,” ujar Andrew menjelaskan pada Arjoona yang baru saja keluar dari kamar perawatan Venus. Arjoona meninggikan kedua alisnya mendelik pada Andrew yang hanya bisa menyengir.Dion datang menghampiri setelah membuka topengnya. Ia menarik napas panjang melihat Arjoona dan Andrew.“Sepertinya Venus tidak mau bertemu denganku,” ujarnya dengan raut sedikit meringis. Kening Andrew mengernyit memandang Dion dengan raut bertanya.“Tadi dia tidak mau kupegangi,” sambung Dion lesu. Andrew kemudian menoleh pada Arjoona yang masih diam saja.“Sebastian Arson sudah ditangkap. Rex Milan akan me
“Venus, Venus. Oh, sayang. Apa kamu bisa bernapas?” Dion segera menggendong Venus ke dalam kamar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Venus begitu kesulitan bernapas dan ia masih terengah kesulitan menarik atau mengeluarkan udara. “Cari tabung oksigen!” perintah Dion pada Arion. Arion pun masuk ke dalam walk in closet milik Venus untuk mencari tabung oksigen darurat. “Bernapaslah pelan-pelan, Sayang.” Dion menuntun Venus untuk bernapas satu-satu usai tercekik. Ia sudah tak peduli jika Rex Milan kabur. “Aku akan panggil Dokter,” ujar Divers pada Dion yang langsung mengangguk. Venus masih setengah semaput memandang Dion yang masih memakai topeng Steven. Ia merasa ada yang aneh tapi tak bisa bicara. Arion datang membawakan tabung oksigen darurat untuk Venus. Ia ikut membantu Venus mengenakan penutup untuk oksigen. Sementara itu, Rex Milan kabur lewat jalan samping dan langsung masuk ke mobilnya. Tidak ada yang sempat mengejar Rex Milan karena Dion dan teman-temannya sedang sibuk d
“Aku tidak membunuh Brema Mahendra. Aku bahkan tidak kenal siapa dia!” tegas Rex Milan masih bersikeras. Venus diam menatap Rex Milan yang tidak mau mengaku. Sambil menahan rasa berat di hatinya, Venus perlahan seperti melihat seperti apa Rex Milan yang sesungguhnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya itu adalah seorang pembohong. Sekalipun Rex Milan tidak mengakui, tetapi Venus bisa merasakan kebohongan tersebut.“Terserah jika kamu tidak mau mengaku. Jika aku bisa melepaskanmu, aku rasa Ayah dan Kakakku tidak.” Venus mengancam dengan nada sinis. Rex Milan makin mendekat dengan deru napas yang terdengar kasar. Sedangkan Venus sekalipun cemas, tidak mundur sama sekali. Tangannya meremas tas tangannya cukup keras dan siap mengayunkannya pada Rex Milan jika ada yang terjadi.“Jangan mengancamku!” Rex Milan menggeram pelan.“Aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak mengaku dan sepertinya kamu memang pantas untuk mendekam di penjara selamanya, Rex,” ujar Venus tak mengindahkan ancaman R
Sebastian diborgol di depan Cindy yang terpaku melihatnya. Ia sempat protes tapi FBI membeberkan semua bukti. Sebastian masih mengira jika Cindy tak tahu apa pun. Ia berbalik dan mencoba menjelaskan.“Cindy, ini gak bener. Jangan percaya mereka!” ucapnya menatap Cindy yang diam saja. Peter lalu masuk dan hendak membawa Cindy pergi. Di sanalah, Sebastian mengetahui jika Cindy terlibat dalam penangkapannya.“Sebentar. Kamu bekerja sama dengan Polisi? Kamu yang melakukan semua ini?” ujar Sebastian dengan raut tak percaya. Cindy masih diam saja menatapnya dengan mata berkaca-kaca.“Jangan dengarkan dia. Ayo!” ujar Peter dengan bahasa Indonesia. Mata Sebastian membesar. Ternyata yang sudah mengatur dan merencanakan semuanya adalah Cindy dan pria yang merupakan kekasihnya. Cindy menelan ludah dan berjalan melewati Sebastian. Ia akan keluar dari ruangan tersebut meninggalkan penangkapan tersebut di belakang.“Tunggu!” seru Sebastian menghentikan langkah Cindy. Cindy berbalik dan Sebastian me
Cindy melangkahkan kakinya masuk ke ruangan CEO sesuai janjinya dengan Sebastian. Cindy masih diam saja dan cenderung sedikit mengendap masuk. Ia melihat Sebastian sedang sibuk dengan beberapa pria yang ternyata adalah anggota direksi dan pemegang saham. Mata Sebastian tak lama menangkap sosok Cindy yang masuk tanpa pemberitahuan.“Cindy?” sebut Sebastian lalu tersenyum. Para pemegang saham itu lantas ikut menoleh ke belakang. Sebastian lalu meminta waktu sesaat.“Sebentar.” Sebastian menghampiri Cindy. Sebastian lantas menarik lengan Cindy ke salah satu sudut ruangan lalu separuh berbisik padanya.“Akhirnya kamu datang. Kamu duduk dulu ya, nanti kita bicara, Aku sedang menyelesaikan masalah sedikit.” Sebastian berujar masih dengan sikap lembut pada Cindy.“Masalah apa, Pak?” balas Cindy balik bertanya.“Uh, Oddysey menarik proyeknya dan menyerahkannya pada King Enterprise. Kita kalah.” Cindy hanya diam saja dan sedikit menundukkan wajahnya.“Jangan sedih, aku pasti bisa mengatasi ini
Venus Harristian masuk ke rumah yang sudah ia tinggalkan demi bisa menjebak Rex Milan Wilson. Begitu mendengar dari salah satu pelayan jika Venus sudah pulang, Rex Milan langsung keluar. Ia tersenyum datang menghampiri. Venus langsung menyusutkan langkahnya ke belakang. Rex Milan pun berhenti.“Venus,” sebutnya pelan.“Aku pulang karena Rei yang memintaku. Sekarang kita harus bicara,” ujar Venus menegaskan. Raut wajahnya tidak menyiratkan emosi sama sekali. Ia tidak mau lagi terenyuh pada apa yang akan dikatakan oleh Rex Milan.Jasman terlihat masih berada di salah satu ruangan bersama staf pembersih lainnya. Rex Milan melirik lalu memerintahkan agar semua keluar.“Kalian sudah selesai hari ini. Aku akan memanggil kalian lagi. Sekarang keluar,” ujar Rex Milan memberikan perintah. Venus sedikit memutar bola matanya melihat satu persatu staf keluar dari ruang tengah termasuk Jasman. Jasman telah memasang beberapa kamera di tempat yang lebih aman untuk memantau Venus.Dion masih terus me
“Kamu kenapa? Kamu dari mana?” Peter langsung bertanya banyak pada Cindy yang sedang menangis memeluknya. Cindy belum berani menjawab dan hanya bernapas satu-satu. Peter yang cemas sedikit melepaskan pelukannya pada Cindy untuk melihat keadaannya.“Kita bicara dulu.” Peter membujuk dan Cindy pun mengangguk. Mereka masuk ke halaman tanpa masuk ke rumah.“Sekarang kamu harus cerita sama aku apa yang terjadi. Jangan berbohong. Siapa tadi yang nganterin kamu?” Peter kembali mencecar Cindy dengan pertanyaan.“Mas Peter lihat?” Cindy sedikit mengangkat wajahnya.“Iya. Aku di belakang mobil itu dan melihat kamu keluar dari sana. Itu siapa, Cindy?”Cindy menarik napas yang masih sesak seraya menatap wajah Peter yang tampak dari bias lampu depan di atas teras.“Sebastian Arson.” Cindy menjawab dengan suara kecil. Wajah Peter langsung berubah tegang.“Apa?” sahutnya meninggikan suara. Peter langsung melihat ke arah pintu khawatir jika terbuka dan Budhe Dewi tiba-tiba muncul.“Lalu, apa dia meny