Share

Bab 5

Author: Rakyat Jelata
last update Last Updated: 2025-03-14 15:33:32

Elina terdiam dalam kebingungan. “Bukannya tadi Mas Adam sudah pergi, sama Milea?!" batin wanita itu sembari berpikir. Ia juga buru-buru menghapus air matanya dengan cepat karena takut Adam membuka selimutnya. Bukan apa, dia tidak mau terlihat lemah dihadapan lelaki itu.

Sementara itu, Adam segera mendekati Elina yang kini terdiam di balik selimut. Ia duduk di tepi ranjang, lalu perlahan membuka selimut yang menutupi wajah Elina dengan gerakan pelan. Tidak dapat dipungkiri, ada perasaan cemas saat mendengar Elina mengaku sedang pusing.

"El. Apa kamu sakit?" tanyanya lagi saat melihat kedua mata Elina tengah terpejam. Suaranya itu terdengar khawatir, membuat hati Elina berdesir mendengarnya.

Adam menajamkan penglihatannya saat menyadari kedua mata Elina terlihat sembab. Tanpa bertanya pun, dia sudah bisa menyimpulkan, jika wanita itu habis menangis. Lelaki itu pun menghela napas serta menatap wajah Elina dengan perasaan campur aduk.

Perlahan tangan kanan Adam terulur, untuk menyentuh wanita itu. "El. Badan kamu panas," ucap Adam saat meletakkan telapak tangannya di atas dahi Elina. Suara Adam mengandung sedikit kepanikan. Lelaki itu jadi merasa bersalah, karena sejak kemarin ia telah mengabaikan Elina.

Elina masih terdiam, ia enggan untuk membuka mata atau merespon ucapan Adam. Dirinya sedang mengatur pernapasannya yang masih memburu lantaran habis menangis. Ia juga masih terkejut dengan kehadiran Adam yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Dia pikir, lelaki itu sudah pergi karena tadi sempat terdengar suara mobil meninggalkan rumah ini.

Adam mengusap lengan Elina yang terbalut selimut dengan lembut, lalu berkata, "ayo aku antar kamu ke rumah sakit," ajak Adam akhirnya, dengan perasaan cemas meliputi. Tidak dapat dipungkiri, hatinya masih peduli dengan wanita itu.

Hening, Elina masih mempertahankan diamnya. Hatinya masih terasa sakit, rasanya ingin memarahi lelaki di sampingnya ini untuk meluapkan rasa kecewa dan sakitnya. Akan tetapi, rasa sakit itu membuat dadanya sesak dengan lidah terasa kelu, sulit untuk berkata-kata.

Kini, Elina dapat merasakan pergerakan tangan Adam yang mengusap lembut kepalanya. Usapan itu mengandung perhatian dan kecemasan, membuat Elina membuka mata pada akhirnya. "Mas belum berangkat ke kantor?" tanya Elina dengan suara masih terdengar serak. Ia menatap kedua manik Adam minta penjelasan.

Adam membalas tatapan itu, ia bisa melihat luka di kedua mata istri keduanya. Sedetik kemudian ia melengos dengan perasaan tak enak karena tatapan Elina beralih ke lehernya yang penuh tanda merah. Dengan canggung ia menarik kerah bajunya untuk menutupi tanda itu.

Melihat gerakan itu, kedua mata Elina pun berkedip dengan hati berdesir nyeri. Napasnya sempat tertahan sesaat dengan dada terasa penuh. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengalihkan tatapannya ke arah lain.

“Belum,” jawab Adam lambat dengan wajah terlihat kikuk.

Elina mengedarkan pandangan ke arah pintu, mencari sosok lain selain suaminya. Dia tidak ingin Milea mendapati Adam berada di dalam kamarnya seperti ini karena itu bisa membuat dirinya dikeluarkan dari rumah itu.

"Milea gak ada di rumah. Dia sudah pergi," beritahu Adam yang dapat membaca kekhawatiran di kedua mata Elina.

“Temannya tadi ada yang nelpon, ngajak Milea untuk jalan bareng. Milea memutuskan untuk pergi jalan bersama teman-temannya, dia gak jadi ikut aku ke kantor,” lanjut Adam menjelaskan.

Elina pun menatap lelaki itu lagi dan berkata, “oh. Kenapa Mas belum pergi juga?"

Adam tidak langsung menjawab, ia menatap Elina dengan tatapan tak terbaca. “Aku akan pergi nanti. Setelah mengantar kamu ke rumah sakit," jawab Adam akhirnya, sedikit lambat.

Elina mengatupkan bibir, wanita itu kembali terdiam dengan mata menatap dinding kamar. Ia memang merasakan tubuhnya sedikit demam. Mungkin karena semalam tidak bisa tidur dan juga kecapean, menjadikan dirinya jatuh sakit saat ini. Akan tetapi, Elina masih kuat menahan rasa sakit itu, daripada menahan rasa sakit yang ada di dalam hatinya.

Beberapa detik kemudian, Elina kembali menatap wajah tampan suaminya, ia berusaha menerbitkan senyum di kedua bibirnya lalu berkata, “aku gak papa kok Mas. Nanti juga sembuh kalau sudah minum obat," ucapnya dengan bibir tersenyum tipis. Ia mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Meskipun, sebenarnya dirinya bukan hanya sedang demam. Namun, hatinya pun sedang terluka dan begitu rapuh. Ia butuh bahu untuk bersandar.

Adam segera menggeleng. “Obat apa, El? Kamu lagi hamil saat ini. Jangan sembarangan minum obat kalau bukan resep dari Dokter," balas Adam dengan tegas.

Mendengar itu, Elina lagi-lagi tersenyum tipis. Ada yang menghangat di dalam jiwa yang terluka itu, kala mendapat perhatian dari sang suami, Adam.

Adam menatap lekat wajah Elina yang masih terlihat sembab. "Ayo kita pergi berobat, aku gak mau sesuatu terjadi pada bayiku,” lanjut Adam dengan wajah tegasnya.

Hati Elina bergetar dengan rasa hangat menjalar. Ini pertama kalinya Adam menyebut bayi yang tengah dikandung adalah bayinya. Akhirnya, lelaki itu mengakui bayi itu pikir Elina dengan perasaan haru.

Elina menatap Adam dengan mata berkaca.

Melihat wajah tegas suaminya yang tidak mau mendapatkan penolakan. Elina pun menganggukkan kepala pada akhirnya. "Baiklah. Aku akan bersiap.”

Adam pun tersenyum senang mendengar hal itu. "Aku tunggu di luar, ya," ucap Adam seraya mengusap ujung kepala Elina dengan lembut. Membuat Elina memejamkan mata dengan hati berdesir.

Adam segera berdiri dan langsung keluar tanpa mengucapkan apapun lagi.

Elina membuka mata, menatap punggung Adam yang menghilang di balik pintu dengan perasaan senang. Pengakuan Adam terhadap bayinya sedikit mengobati luka di hatinya. “Aku harap, kamu bisa berlaku seperti ini terus, Mas,” lirih Elina dengan wajah penuh harap.

**

Malam harinya.

Elina menghentikan langkah kaki bibi yang hendak memanggil Adam dan Milea untuk makan malam. "Biar aku saja Bi," kata Elina.

Ia pun segera menaiki anak tangga untuk menuju lantai dua. Wanita itu berjalan dengan langkah ringan. Hatinya sedikit gembira karena tadi pagi Adam menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap dirinya dan juga bayinya yang tengah dikandung.

“Aku harus bisa mengerti posisi Mas Adam. Aku yakin, lambat laun Mas Adam bisa bersikap adil pada kami,” batin Elina saat kedua kakinya menaiki anak tangga. Satu tangannya terulur, untuk menyentuh perutnya yang masih rata. “Tumbuhlah dengan baik ya sayang. Bunda menantimu, kamu tau?! Berkat dirimu, Bunda bisa menikah dengan lelaki yang Bunda cinta.”

Elina yakin, dia bisa menjalani kehidupanya saat ini. Ia akan berusaha menerima posisinya sebagai istri kedua dan menerima kakak madunya.

Wanita itu berjalan dengan bibir terus tersungging. Hingga kedua kakinya tiba di lantai dua, tepatnya di depan pintu kamar suaminya.

"Ah … sayang. Aku mencintaimu!"

"Aku juga mencintaimu, Mas!"

“Le-lebih dalam la-gi, Mas ….”

“Ahhh!”

"Sa-sayang … aku mau keluar."

“Keluarkan di dalam, Mas.”

“Ahhh!”

Deg.

Senyum di kedua bibir Elina perlahan memudar, tubuhnya membeku mendengar desahan dan juga erangan dua orang yang sedang memadu kasih.

Napasnya sempat tertahan, lalu perlahan memburu dengan dada terasa penuh dan panas, seperti ada kobaran api di dalam sana. Kedua tangannya terkepal di sisih tubuh dengan hati berdesir perih, seperti luka yang disiram air garam.

Nyatanya, berbagi suami itu tidaklah mudah seperti bayangannya tadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 1

    Butiran bening mengalir dari kedua sudut mata seorang gadis di bawah kungkungan sang kekasih saat menyadari sudah berbuat kesalahan. "Kalau aku hamil bagaimana, Mas?!” lirihnya dengan suara tercekat di tenggorokan. Setelah si lelaki mengeluarkan benih di dalam sana, gadis itu dapat merasakan cairan hangat yang mengalir, membasahi rahimnya. Seketika itu, pikiran-pikiran buruk pun memenuhi isi kepalanya. “Bagaimana, kalau lelaki ini tidak mau tanggung jawab?!” “Bagaimana kalau dia hamil, tapi tanpa seorang suami?!” Pertanyaan-pertanyaan itu muncul memenuhi isi kepala dan dibarengi rasa takut luar biasa. Adam menatap gadis itu dengan wajah penuh kenikmatan. "Kamu tenang saja sayang, aku akan tanggung jawab," ucapnya dengan mata sayu di sela napas yang memburu. Dirinya terus memacu gadis itu hingga mendapatkan pelepasan untuk yang kedua kalinya. “Ahh!” erang Adam dengan suara tertahan. Raut wajahnya menampilkan kepuasan. Kedua matanya terpejam dalam menikmati puncak yang telah sam

    Last Updated : 2025-03-13
  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 2

    “Tapi secara sembunyi-sembunyi. Aku gak mau ada yang tahu soal pernikahan kita. Setelah menikah kamu bisa tinggal di sini bersamaku.” Adam menjeda ucapannya, ia bisa melihat luka itu di kedua mata Elina. “Tapi … kalau Istriku sudah kembali pulang ke rumah ini. Maka bersikaplah seperti layaknya seorang pembantu, dan jangan pernah tunjukkan kalau kita ada hubungan. Aku gak mau pernikahan kita diketahui istri pertamaku, dan membuat hatinya terluka.” Elina meremas kuat ujung sofa dekatnya duduk. Hatinya benar-benar sakit mendengar setiap kata yang Adam ucapkan barusan. Matanya terasa panas dengan dada menyesak, seperti ada yang menghantamnya dengan batu besar. Wanita itu menggigit bibir bawahnya guna menahan tangisnya agar tidak meledak. Sungguh, hatinya hancur dan kecewa. “El, ini adalah keputusan besar. Kamu bisa pikir-pikir dulu. Apa kamu bisa hidup satu atap denganku dan bersama istriku yang lain? Meskipun kamu juga istriku, tapi kamu hanya akan dianggap sebagai pembantu di rumah

    Last Updated : 2025-03-13
  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 3

    Adam gelagapan mendapat tatapan sang istri penuh selidik dengan wajah terlihat dingin seperti itu. “Mmm, Mas juga nggak tau kalau dia masih muda, sayang. Mas cuma menyuruh Bibi untuk mencari satu orang lagi buat kerja di sini,” kata Adam, terpaksa berbohong. Ia berharap Milea percaya dengan keterangan yang dibuatnya itu. Adam tak mau istrinya menaruh rasa curiga padanya. Milea pun membuang napas kasar. “Ya sudah kalau begitu. Awas kamu kalau berani macam-macam di belakang aku,” ancam Milea dengan wajah tegasnya. “Tidak akan, percaya sama Mas. Mas nggak akan tergoda sama pembantu,” balas Adam dengan cepat. Membuat hati Elina berdenyut nyeri mendengarnya. “Mas sangat mencintaimu, sayang. Mas sangat bersyukur bisa memilikimu. Mana mungkin Mas menduakanmu?! Apalagi sama pembantu, yang jelas-jalas beda level sama kita,” tambah Adam meyakinkan. Mendengar itu Melia pun tersenyum tipis pada akhirnya. Sementara Elina berdiri dengan tubuh menegang. Kata-kata yang terlontar dari mulut suam

    Last Updated : 2025-03-14
  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 4

    "Elina!" panggil Milea pada Elina yang sedang menyapu halaman rumah besar milik Adam. Dalam hati dia terus merutuk, kenapa Adam merekrut pembantu yang masih muda dan memiliki paras cantik seperti Elina. Kenapa bukan yang tua saja seperti Bibi pikirnya. Elina pun langsung menoleh, seketika itu Milea melambaikan tangan kanannya, meminta Elina untuk mendekat. “Iya, Non,” jawab Elina mengangguk patuh. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menyimpan sapunya lebih dulu sebelum menghampiri Milea yang berdiri di teras rumah. Milea menatap Elina yang mendekat dengan tatapan penuh arti. "Pakaikan sepatu," suruh Milea seraya menjatuhkan sepasang sepatu dari tangan kirinya, sepatu itu jatuh tepat di hadapan Elina. Setelah itu Milea mendudukan tubuhnya di kursi yang ada dengan wajah terlihat angkuh. Kedua mata Elina terpana, menatap sepasang sepatu warna putih itu dengan hati berdenyut nyeri. Dia benar-benar dijadikan pembantu di rumah suaminya ini. Bahkan, kakak madunya itu tak segan-segan me

    Last Updated : 2025-03-14

Latest chapter

  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 5

    Elina terdiam dalam kebingungan. “Bukannya tadi Mas Adam sudah pergi, sama Milea?!" batin wanita itu sembari berpikir. Ia juga buru-buru menghapus air matanya dengan cepat karena takut Adam membuka selimutnya. Bukan apa, dia tidak mau terlihat lemah dihadapan lelaki itu. Sementara itu, Adam segera mendekati Elina yang kini terdiam di balik selimut. Ia duduk di tepi ranjang, lalu perlahan membuka selimut yang menutupi wajah Elina dengan gerakan pelan. Tidak dapat dipungkiri, ada perasaan cemas saat mendengar Elina mengaku sedang pusing. "El. Apa kamu sakit?" tanyanya lagi saat melihat kedua mata Elina tengah terpejam. Suaranya itu terdengar khawatir, membuat hati Elina berdesir mendengarnya. Adam menajamkan penglihatannya saat menyadari kedua mata Elina terlihat sembab. Tanpa bertanya pun, dia sudah bisa menyimpulkan, jika wanita itu habis menangis. Lelaki itu pun menghela napas serta menatap wajah Elina dengan perasaan campur aduk. Perlahan tangan kanan Adam terulur, untuk meny

  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 4

    "Elina!" panggil Milea pada Elina yang sedang menyapu halaman rumah besar milik Adam. Dalam hati dia terus merutuk, kenapa Adam merekrut pembantu yang masih muda dan memiliki paras cantik seperti Elina. Kenapa bukan yang tua saja seperti Bibi pikirnya. Elina pun langsung menoleh, seketika itu Milea melambaikan tangan kanannya, meminta Elina untuk mendekat. “Iya, Non,” jawab Elina mengangguk patuh. Ia menghentikan aktivitasnya. Lalu menyimpan sapunya lebih dulu sebelum menghampiri Milea yang berdiri di teras rumah. Milea menatap Elina yang mendekat dengan tatapan penuh arti. "Pakaikan sepatu," suruh Milea seraya menjatuhkan sepasang sepatu dari tangan kirinya, sepatu itu jatuh tepat di hadapan Elina. Setelah itu Milea mendudukan tubuhnya di kursi yang ada dengan wajah terlihat angkuh. Kedua mata Elina terpana, menatap sepasang sepatu warna putih itu dengan hati berdenyut nyeri. Dia benar-benar dijadikan pembantu di rumah suaminya ini. Bahkan, kakak madunya itu tak segan-segan me

  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 3

    Adam gelagapan mendapat tatapan sang istri penuh selidik dengan wajah terlihat dingin seperti itu. “Mmm, Mas juga nggak tau kalau dia masih muda, sayang. Mas cuma menyuruh Bibi untuk mencari satu orang lagi buat kerja di sini,” kata Adam, terpaksa berbohong. Ia berharap Milea percaya dengan keterangan yang dibuatnya itu. Adam tak mau istrinya menaruh rasa curiga padanya. Milea pun membuang napas kasar. “Ya sudah kalau begitu. Awas kamu kalau berani macam-macam di belakang aku,” ancam Milea dengan wajah tegasnya. “Tidak akan, percaya sama Mas. Mas nggak akan tergoda sama pembantu,” balas Adam dengan cepat. Membuat hati Elina berdenyut nyeri mendengarnya. “Mas sangat mencintaimu, sayang. Mas sangat bersyukur bisa memilikimu. Mana mungkin Mas menduakanmu?! Apalagi sama pembantu, yang jelas-jalas beda level sama kita,” tambah Adam meyakinkan. Mendengar itu Melia pun tersenyum tipis pada akhirnya. Sementara Elina berdiri dengan tubuh menegang. Kata-kata yang terlontar dari mulut suam

  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 2

    “Tapi secara sembunyi-sembunyi. Aku gak mau ada yang tahu soal pernikahan kita. Setelah menikah kamu bisa tinggal di sini bersamaku.” Adam menjeda ucapannya, ia bisa melihat luka itu di kedua mata Elina. “Tapi … kalau Istriku sudah kembali pulang ke rumah ini. Maka bersikaplah seperti layaknya seorang pembantu, dan jangan pernah tunjukkan kalau kita ada hubungan. Aku gak mau pernikahan kita diketahui istri pertamaku, dan membuat hatinya terluka.” Elina meremas kuat ujung sofa dekatnya duduk. Hatinya benar-benar sakit mendengar setiap kata yang Adam ucapkan barusan. Matanya terasa panas dengan dada menyesak, seperti ada yang menghantamnya dengan batu besar. Wanita itu menggigit bibir bawahnya guna menahan tangisnya agar tidak meledak. Sungguh, hatinya hancur dan kecewa. “El, ini adalah keputusan besar. Kamu bisa pikir-pikir dulu. Apa kamu bisa hidup satu atap denganku dan bersama istriku yang lain? Meskipun kamu juga istriku, tapi kamu hanya akan dianggap sebagai pembantu di rumah

  • Istri Siri Yang Ternodai   Bab 1

    Butiran bening mengalir dari kedua sudut mata seorang gadis di bawah kungkungan sang kekasih saat menyadari sudah berbuat kesalahan. "Kalau aku hamil bagaimana, Mas?!” lirihnya dengan suara tercekat di tenggorokan. Setelah si lelaki mengeluarkan benih di dalam sana, gadis itu dapat merasakan cairan hangat yang mengalir, membasahi rahimnya. Seketika itu, pikiran-pikiran buruk pun memenuhi isi kepalanya. “Bagaimana, kalau lelaki ini tidak mau tanggung jawab?!” “Bagaimana kalau dia hamil, tapi tanpa seorang suami?!” Pertanyaan-pertanyaan itu muncul memenuhi isi kepala dan dibarengi rasa takut luar biasa. Adam menatap gadis itu dengan wajah penuh kenikmatan. "Kamu tenang saja sayang, aku akan tanggung jawab," ucapnya dengan mata sayu di sela napas yang memburu. Dirinya terus memacu gadis itu hingga mendapatkan pelepasan untuk yang kedua kalinya. “Ahh!” erang Adam dengan suara tertahan. Raut wajahnya menampilkan kepuasan. Kedua matanya terpejam dalam menikmati puncak yang telah sam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status