Sebuah Rencana Jahat
Nyonya Sisca terlihat mengangkat beberapa piring dan gelas kotor, meletakkannya di tempat cucian piring yang di sana sudah terdapat beberapa piring kotor yang sepertinya adalah bekas piring makan tadi pagi."Lalu siapa yang membersihkan semua ini ibu?" tanya Ayra."Hmmm, saya dan Ardian, dia cukup ahli untuk urusan seperti ini. Dia sangat menjaga kebersihan dan selama satu minggu ini terpaksa dia yang harus membantu pekerjaan rumah,""Ibu, biar saya saja yang membersihkannya," ucap Ayra yang melihat nyonya Sisca bersiap membersihkan piring kotor tersebut. Nyonya Sisca menjawab ucapan Ayra dengan senyum kelegaan, ternyata Ayra cukup bisa membantu, padahal itu adalah pertemuan pertama mereka."Kamu tidak keberatan?" tanya nyonya Sisca."Tidak ibu, ini bukan masalah besar," ucap Sisca yang bersiap dengan sarung tangan panjang berwarna merah muda, yang digunakan khusus untuk mencuci piring.Tangannya begitu terampil dan cekatan dalam mencuci semua piring piring kotor tersebut. Nyonya Sisca terpukau dengan pekerjaan Ayra, gadis ini tidak hanya cukup cantik, namun benar benar terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah, cocok seperti apa yang mereka inginkan.***Nyonya Sisca dan Ayra selesai dengan piring kotor mereka, lalu berjalan ke ruang tengah untuk bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Terdengar Ardian tertawa bersama ayahnya, sepertinya ada cerita seru yang baru saja diceritakan oleh pak Herlambang kepada kedua anaknya."Ayra, kamu sudah selesai membantu ibu, kamu tidak seharusnya membantunya, kamu tamu di sini," ucap ayah Ardian. "Tidak apa apa ayah," ucap Ayra seraya duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Ardian, sofa berwarna merah tua yang ditata memanjang, menghadap ke arah televisi berukuran besar."Ayah senang kalian bisa sedekat ini, bagaimana jika kita percepat pernikahan kalian?" tanya pak besar Herlambang. "Semua terserah Ayra, aku tidak masalah ayah," ucap Ardian."Tapi sebelumnya, ada yang perlu ayah sampaikan, Ayra apa kamu bersedia menjadi istri Ardian? jika kamu bersedia, ayah berharap Ardian menikah dengan wanita yang bisa menjadi istri seutuhnya," ucap Ayah Ardian yang sepertinya terlalu langsung pada pokok pembicaraan."Menjadi istri seutuhnya? Saya tidak mengerti pak, eh ayah," ucap Ayra gugup."Menjadi istri seutuhnya, berada di rumah, menyiapkan semua kebutuhan suami, mengurusnya sebaik mungkin dan segala hal yang menjadi tugas seorang istri," ucap pak Herlambang. Mendengar hal itu Ayra terlihat diam, bingung dengan apa yang harus diucapkan."A-ayah, sebelumnya saya minta maaf, saya memiliki orang tua yang masih harus menerima nafkah dari saya, karena saya adalah anak satu satunya," ucap Ayra menjelaskan."Berapa yang kamu kirim untuk orang tuamu setiap bulannya?" tanya pak Herlambang."Se-sekitar Lima juta rupiah ayah," ucap Ayra sedikit gugup."Baiklah, ayah akan mengirimkan sepuluh juta setiap bulannya untuk ayah dan ibumu, kamu tidak perlu bekerja lagi, jadilah menantu di rumah ini," ucap pak Herlambang."Bagaimana Ayra, kamu bersedia, jika kamu menolak sampaikan saja, kalian bisa menjadi teman, belum jodoh untuk menjadi pasangan hidup," ucap nyonya Sisca yang seolah tidak memberi waktu Ayra untuk berpikir.“Lagipula menjadi dokter itu pekerjaan yang cukup berat, kamu harus mengurus pasien tanpa kenal waktu. Apa jadinya suamimu nanti? Apa kamu yakin dia akan terurus dengan baik?” ucap nyonya Sisca seolah menyindir.“Ta-tapi, i-ibu, saya baru saja menyelesaikan program co-as, saya baru akan memulai karir saya,” ucap Ayra lirih.“Halah, kamu ini, apa enaknya bekerja, kamu cukup menjadi istri, duduk manis di rumah, suamimu yang akan bekerja,” ucap nyonya Sisca.“Itu adalah sesuatu yang diimpikan banyak orang,” lanjut nyonya Sisca dengan pandangan serius."Aku rasa itu tidak berat, kamu cukup menjadi istri dan juga kakakku," ucap Rose.Aira masih terdiam, dia seolah terintimidasi, dia sendiri, mempertimbangkan segala hal dengan cepat, tanpa memiliki waktu untuk berdiskusi."Sudahlah ibu, mungkin Ayra masih ingin bekerja, kita tidak boleh membebaninya dengan permintaan yang mungkin cukup berat seperti itu, mungkin mereka belum jodoh," ucap Ardian seraya melirik ke arah Ayra.Ayra menghela nafas panjang. Dia coba menggali dengan cepat di dalam pikirannya. Apa benar dia mencintai Ardian? Dan apa benar Ardian adalah jodoh terbaik yang dikirimkan Tuhan untuknya?"Sa-saya sangat berterima kasih ayah sudah mau memikirkan orang tua saya, ta-tapi," ucap Ayra terhenti."Tapi apa Ayra, apa itu kurang?" tanya nyonya Sisca. "Bu-bukan ibu, itu sudah lebih dari cukup, saya hanya tidak ingin menjadi beban," ucap Ayra lirih. "Beban?" ucap Rose lalu setelahnya dia terdengar tertawa dengan begitu lepasnya."Ayra, kamu tau, kamu sedang bicara dengan Herlambang Mahendra, pemilik Abadi Group, presdir rumah sakit Abadi sehat juga perusahaan lainnya, perusahaan yang merupakan perusahaan ternama di Jakarta," ucap Rose."Itu bukan masalah besar, justru jika kamu masih bekerja, apa yang orang orang pikirkan, menantu Herlambang Mahendra bekerja di tempat yang berada di bawah kekuasaan Abadi Group, aneh sekali," ucap Rose menyampaikan pendapatnya.“Lagipula kamu bisa menjadi dokter untuk keluargamu sendiri,” lanjut Rose.“Kamu bias mempersiapkan diri untuk menjadi ibu, apa kamu tidak akan memiliki anak dengan kakakku? Ibu dan ayah anti pengasuh,” ucap Rose yakin."Apa yang Rose sampaikan itu benar sekali Ayra, bagaimana, Kamu setuju untuk segera melangsungkan pernikahan? Kamu tidak perlu repot repot memikirkan mengenai pernikahan, semuanya akan ibu urus, kamu tinggal beritahu orang tuamu, bawa mereka ke Jakarta, semuanya akan beres dengan sempurna," ucap nyonya Sisca.Ayra semakin tersudut. Dia tidak bisa memungkiri, benih cinta itu ada, dia tidak ingin membuat orang yang ingin menikahinya terluka. Memang bukan penolakan, namun bisa jadi ini akan dianggap sebagai penolakan.Ayra menghela nafas panjang."Baiklah ibu, sebaik baiknya istri adalah yang menginguti apa yang menjadi kehendak suaminya, selama itu adalah hal baik, tidak ada alasan untuk menolak," ucap Ayra berusaha memahami setiap situasi.Nyonya Sisca melihat kearah Ayra, lalu tersenyum."Baiklah, sepertinya keputusan yang benar telah diambil," ucap nyonya Sisca.“Kita akan segera menyiapkan pernikahan besar, pernikahan paling megah tahun ini,” lanjut nyonya Sisca.“Iya ibu, pernikahan yang tidak akan terlupakan,” ucap Rose dengan pandangan tajam, juga senyum yang menyimpan misteri.Sejak hari itu, pertemuan pertama, mereka semua mulai sibuk menyiapkan pernikahan. Mungkin semua orang berfikir jika ini adalah awal yang baik bagi Ayra, menjadi menantu seorang miliarder kaya raya, hidup nyaman dengan geLimang harta, tidak perlu bekerja keras dan hanya menjadi seorang istri yang memiliki seutuhnya waktu untuk mengurus suaminya juga anak anaknya kelak.Semua orang menganggap Ayra beruntung, gadis paling beruntung tahun ini. Cinderella nyata, yang benar benar hidup di dunia ini.***Di kediaman keluarga Herlambang, Rose terlihat bercakap dengan ibunya, nyonya Sisca."Ibu, sepuluh juta itu terlalu sedikit, pengasuh pribadi Loly saja mendapat gaji hampir sepuluh juta perbulan, belum lagi perawatnya yang rutin memeriksa kesehatannya dan belum lagi pembantu kita juga mendapat lebih dari Lima juta," ucap Rose pada ibunya ketika mereka berdiri bersebelahan setelah mengantar Ayra dan Ardian meninggalkan kediaman mereka."Kamu samakan Ayra dengan perawat dan pembantu? Wah kamu ini luar biasa," ucap nyonya Sisca dengan mata terbuka penuh."Ah ibu tidak perlu berlagak seperti itu, memang itu tujuan kita bukan? Mendapat pembantu gratis, sekaligus pengasuh gratis untuk Loly," ucap Rose sinis."Tapi dia akan menjadi istri kakakmu, dia akan mendapat lebih dari itu," ucap nyonya Sisca."Ibu menyukai Ayra?" tanya Rose menelisik.“Aku lihat tadi ibu tersenyum padanya,” ucap Rose.“Itu karena dia adalah seorang dokter, dia bisa menjadi dokter keluarga kita, merawat keluarga kita, juga mengurus rumah ini,” ucap nyonya Sisca.“Jika ingin mencari pembantu atau pengurus rumah, kenapa itu tidak mencari pembantu lagi?” tanya Rose.Nyonya Sisca terlihat mengeluarkan matanya pada Rose, melotot, kesal.“Ibu sudah mengganti tiga pembantu dalam beberapa hari ini, apa tidak cukup?” ucap nyonya Sisca kesal.“Ya, karena ibu menerapkan standar yang tinggi, ibu harus menurunkan standar ibu,” ucap Rose.Rose terlihat menghela nafas.“Apa ibu yakin wanita itu akan betah tinggal di rumah kita? Sepertinya dia datang bukan untuk menjadi menantu ibu, melainkan pembantu ibu,” ucap Rose."Jaga ucapanmu,” ucap nyonya Sisca kesal.“Kita lihat saja nanti, apa dia akan bertahan, dia memiliki sifat baik," ucap nyonya Sisca seraya tersenyum sinis ke arah Ayra dan Ardian pergi.Melepas KarirAyra terlihat mengemas semua barang barangnya yang ada di ruang jaga dokter. Dia memasukkan semua buku, beberapa perlengkapan kedokterannya dan perlengkapan pribadi."Ayra, apa itu benar? Apa itu benar?" Tanya Niluh gugup, dokter muda yang merupakan teman satu angkatan Ayra.Ayra terlihat sibuk berkemas, seolah tidak mempedulikan apa yang Niluh tanyakan. "Ayra, ayolah, apa rumor itu benar? Kamu akan menikah dengan putra presdir itu?" Tanya Niluh semakin gugup.Ayra menghela nafas panjang, lalu tersenyum. "Niluh, tenangkan dirimu, tenang," pinta Ayra."Bagaimana aku bisa tenang? Kamu akan menikah dengan putra presdir, aku pernah bertemu dengannya, sekali dan dia orang yang sangat dingin," ucap Niluh."Benarkah? ya begitulah, itu memang benar," ucap Ayra santai."Ayra, ayolah, sejak kapan kamu mengenalnya. Apa jangan jangan kalian baru berkenalan? bagaimana bisa memutuskan menikah," tanya Niluh cemas."Iya Niluh, Terimakasih karena kamu mengkhawatirkanku, aku tahu itu. A
Pertemuan BerikutnyaKedua orang tua Ayra sampai di Jakarta, menggunakan pesawat Keris Indonesia, kelas bisnis, tiket khusus yang dibeli Ardian untuk calon mertuanya. Semua sudah disiapkan oleh keluarga Ardian, Ayra hanya tinggal menjalankan semuanya, tidak perlu memikirkan apapun selain kesiapan diri. Ayra terlihat menunggu kedatangan orang tuanya di lobby bandara, lobby kedatangan penerbangan domestik. Ada rasa cemas, karna ini adalah pernerbangan pertama orang tuanya, namun dia juga bahagia karena bisa bertemu dengan kedua orang tuanya yang sudah hampir satu tahun tidak bertemu. Kesibukan Ayra sebagai dokter, apalagi masa masa koas adalah hari hari sibuknya, dia bahkan tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.***Ayra melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya, segera mendekat, mencium tangan dua orang yang sangat dihormati itu. Ayra memeluk mereka erat erat."Bapak, ibu, bagaimana perjalannya?" tanya Ayra setelah bertemu dengan kedua orang tuanya. "Nduk, sekaya apa calon su
Butik TernamaAyra dan kedua orang nyaya menaiki anak tangga yang ada di depan butik, ini adalah butik yang begitu terkenal di Jakarta, langganan para artis dan juga pesohor kelas atas.Ayra membuka pintu butik, pintu yang memiliki sensor canggih, mampu mendeteksi setiap orang yang masuk."Selamat datang," suara yang terdengar dari pengeras suara otomatis."Selamat datang," sapa Karyawan butik yang di dadanya tertulis nama Mahesa Ayu."Ada yang bisa saya bantu?" tanya Mahesa."Saya sudah ada janji bertemu dengan pak Rudy Hun, saya dari keluarga Mahendra," ucap Ayra memberi informasi."Baiklah nona, saya akan mengantarkan anda dan keluarga anda ke ruang VIP," ucap Mahesa yang kemudian dia mempersilahkan Ayra dan kedua orang tuanya untuk mengikuti langkahnya menuju ke sebuah ruangan terbuka di sisi lain dari bagian depan butik itu.Di dalam ruangan VIP itu terdapat sebuah sofa berwarna putih bersih, cukup mewah. "Silahkan duduk nona, saya akan memanggilkan pak Rudy Hun," ucap Mahesa.
Gaun Super MahalRudy Hun terlihat sedikit bingung, beberapa kali melihat ke arah Ayra. "I-itu, gaun ibu dan jas bapak sekitar seratus," ucap Rudy Hun memberi informasi."Seratus? Ah itu murah sekali untuk baju sebagus ini, benar kan Ayra? tau begitu ibu bisa membelikan juga untuk bulek dan om kamu di kampung, mereka pasti akan sangat senang sekali," ucap Ibu Ayra, mendengar itu Ayra hanya tersenyum penuh kebingungan, senyum yang disertai kerutan dahi."Benarkah bu? Syukurlah jika tidak terlalu mahal untuk nyonya, gaun dan jas ini akan menjadikan bapak dan nyonya terlihat seperti raja dan ratu," ucap Rudy Hun."Ayra, ibu membawa uang Lima ratus ribu, bisa dapat Lima pasang baju, wah pasti bibi dan pamanmu senang sekali dapat oleh oleh baju dari desainer," ucap ibu Ayra dengan begitu polosnya.Rudy Hun terlihat mengerutkan dahi."Maaf ibu, yang saya maksudkan adalah seratus juta rupiah, satu dengan angka nol sebanyak delapan buah," ucap Rudy Hun seraya tersenyum sumringah dengan geraka
Menjadi Orang KayaIbu Ayra memang lebih banyak bicara ketimbang ayahnya, sering bergaul dengan ibu ibu lingkungan rumahnya, membicarakan banyak hal, membahas masalah yang tidak penting seperti gosip artis dan berita viral. Seperti ibu ibu pada umumnya, walaupun berasal dari tingkat ekonomi yang biasa saja, bahkan cenderung rendah, namun karena kecanggihan teknologi, membuatnya paham mengenai situasi dan berita terkini."Ah itu hanya perasaan ibu saja, anak kita cantik, berpendidikan tinggi, pandai, pekerja keras, mungkin itu yang menjadi nilainya," ucap ayah Ayra.“Merekaa sudah kaya, jadi untuk apa mencari menantu kaya,” lanjut ayah Ayra."Tapi tetap saja ibu merasa khawatir, sepertinya ada sesuatu yang janggal," ucap ibu Ayra seraya menampilkan posisi berfikir, alis berkerut, mulut sedikit menyamping, dengan jari telunjuk bergerak mengetuk ngetuk kepalanya"Sudahlah bu, jangan berpikir terlalu jauh, kita doakan yang terbaik untuk anak kita, semoga semua baik baik saja, lancar, kita
Menjadi Orang Kaya Part 2Keluarga Ayra akan bertemu dengan keluarga Ardian, mereka akan menjadi satu keluarga dalam ikatan pernikahan. Ayah Ayra berusaha untuk menepiskan kekhawatirannya, berusaha untuk percaya bahwa ini adalah takdir baik untuk anaknya."Ayra bagaimana penampilan ayah?" Tanya ayah Ayra yang sudah terbalut jas mewah dan sisiran rambut rapi bergel sedikit mengkilap."Wah, bapak tampan sekali, Ayra bahkan nyaris tidak mengenali bapak," ucap Ayra memuji penampilan ayahnya. "Ayra bagaimana dengan penampilan ibu?" tanya ibu Ayra yang sudah terlihat begitu cantik dengan dress mahal buah karya desainer ternama Rudy Hun. Wajahnya terlihat segar atau bahkan lebih muda dari usianya, berkat keajaiban tangan Paramita Hanum, make up artist ternama di Jakarta. "Ibu, wow, ibu seperti bidadari, sangat cantik dan mempesona," ucap Ayra. "Iya Ayra, seumur hidup bapak baru kali ini melihat ibumu secantik itu," ucap ayah Ayra memuji. "Bapak ini, ibu jadi malu," ucap Ibu Ayra seraya m
Jebakan PernikahanAyra dan kedua orang tuanya masuk ke dalam ruangan yang bertuliskan ruangan mempelai wanita. Betapa kagetnya dia setelah mendapati di dalam ruangan ada Paramita Hanum dan juga Rudy Hun. Bukankah mereka sudah bertemu dengan Rudy Hun kemarin? Bukankah beberapa jam lalu mereka juga bertemu Paramita Hanum? Ada apa ini? Ayra dan kedua orang tuanya belum mengerti."A-ada apa ini sebenarnya?" tanya Ayra bingung. "Sebelah sini nona, saya akan segera merias nona," ucap Paramita Hanum seraya mengisyaratkan supaya Ayra duduk di kursi yang telah di persiapkannya. "Nona Paramita Hanum, apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah kamu sudah merias wajahku tadi? Bahkan riasan ini masih utuh," tanya Ayra bingung. "Silahkan nona, saya akan menjelaskan sembari memoleskan make up, waktu kita hanya empat puluh menit nona, maafkan saya, saya harus memulainya dengan segera," ucap Paramita Hanum. Dengan gesit Paramita Hanum memasang beberapa jepit rambut, menutup dada Ayra dengan kain hi
Jebakan Pernikahan Part 2Ayra berjalan dengan begitu anggun, diapit oleh ayah dan ibunya, memasuki gedung pernikahan yang dihias mewah. Di dalam gedung sudah penuh dengan tamu undangan. Ini bukan pernikahan sederhana, seluruh sudut dihiasi dengan bunga bunga mewah, bunga asli, yang tentu memiliki harga fantastis. Ayra masih bergelut dengan kebingungannya, semua ini tidak akan mungkin direncanakan dengan mendadak, semuanya pasti sudah dipikirkan matang matang dan direncanakan, minimal beberapa hari yang lalu. Ini tidak mungkin terjadi dalam semalam, dekorasi, segala kelengkapan pernikahan, ini terencana dengan matang.Ayra berjalan dengan anggun, dia melihat beberapa tamu menatapnya dengan takjub. Ayra memang memiliki kecantikan alami, apalagi dengan tangan ajaib make up artis Paramita Hanum, kecantikannya akan semakin terpancar walaupun hanya dengan bubuhan riasan sederhana. Dia menjadi bintang, ratu yang tercantik, pusat perhatian.Ayra terlihat begitu anggun dan cantik, berjalan l
Masa Masa Sulit “Bu Ayra adalah orang yang kuat,” ucap sekretaris Edo."Ya, dia memang wanita yang kuat," ucap Arsen.“Baiklah pak, saya pulang dulu,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, maaf mengganggu waktu liburmu,” ucap Arsen.“Tidak apa apa pak, hubungi saya jika ada yang bapak perlukan,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, terima kasih,” ucap Arsen. Sekretaris Edo bergegas pergi, Arsen membawa beberapa paper bag bingkisan itu ke kamar di mana Ayra berada.“Ayra, aku membawakan semua kebutuhanmu, jika ada yang kurang sampaikan saja,” ucap Arsen pada Ayra yang terlihat mengamati pemandangan diluar jendela kamarnya. Arsen meletakkan semua bingkisan itu di lantai.“I-iya,” ucap Ayra singkat. Arsen tahu, segala hal yang menimpa Ayra tidak bisa semudah itu diterima, dia masih terguncang dan Arsen berusaha memberi Ayra ruang. "Aku ada di luar, jika kamu
Setelah peristiwa itu Pagi hari, Ayra tersadar, dia mendapati tubuhnya sudah berganti pakaian dengan pakaian hangat, tertutup selimut tebal, tangannya juga terpasang selang yang terhubung dengan cairan infus. Dia berada di sebuah kamar yang nyaman. Kepalanya terasa sakit, ada perban menempel di sana, mungkin itu adalah luka yang dihasilkan dari pertengkaran sengit tadi malam. Ayra yang masih begitu lemah hanya bisa menghela nafas lega, bersyukur Tuhan memberinya hidup kedua walaupun belum bisa membedakan ini semua hanya mimpi atau kenyataan. Samar samar dia melihat sosok yang sudah tidak asing lagi, dia adalah Arsen, iya Arsen. teman Ayra sewaktu masih duduk di bangku kuliah, yang selalu menjadi sahabat baiknya, hingga saat ini. Arsen duduk di kursi yang ada di kamar itu, tertidur, terlihat sangat kelelahan. Arsen yang menyelamatkannya, memberikan hidup kedua bagin
Misi Penyelamatan Di dalam mobil, suasana tegang benar benar terasa.“Kemana kita harus membawanya?” Tanya Ardian.“Kita buang saja, kita hanyutkan di sungai,” ucap Isabela memberi ide.“Apa?” Tanya Ardian tidak percaya.“Tidak, di jembatan akan sangat ramai sekali, kita tidak bisa membuangnya di kota,” ucap Ardian“Apa kamu yakin dia sudah mati?” tanya Ardian.“Dia masih hidup, nafasnya tipis. Kamu tidak melihat darah yang keluar dari kepalanya? Aku yakin dia tidak akan bertahan,” ucap Isabela.“Apa yang kita lakukan, kita sudah menjadi pemb-unuh,” ucap Ardian gugup dan juga takut. Isabela menggenggam tangan suaminya, berusaha memberi kekuatan.“Ini yang terbaik, kita harus menyingkirkannya, tidak ada pilihan lain,” ucap Isabela.“Pikirkan anak kita, apa kamu yakin rela menukar hidupmu yang penuh dengan kemewahan dengan hidup di penjara?” Tanya Isabela.
Medan Perang Ardian membawa Ayra ke apartemennya, penthouse mewah yang bahkan memiliki lift sendiri. Ayra hanya diam, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia bahkan belum percaya bahwa dirinya akan mengalami hal semacam ini, bertemu dengan selingkuhan suaminya. Mereka sampai di depan pintu apartemen, Ardian membuka pintu itu.Di dalam apartemen sudah ada Isabela, duduk dengan santainya di sofa yang ada di sana.Hati Ayra bergetar hebat.“Wanita itu,” gumam Ayra. Ayra menatap wanita itu dalam dalam, bahkan matanya nyaris keluar. Isabela mengulaskan senyum, seolah sengaja melakukan itu. Dia berdiri, lalu mendekat kearah Ayra.“Apa kamu kaget?” Tanya Isabela, berusaha terlihat tenang.“Kamu?” Tanya Ayra.“Isabela?” tebak Ayra. Ardian mengerutkan dahi, dia bahkan tidak menyangka jika Ayra mengenal Isabela.“Ya, orang yang selalu kalah dari
Peristiwa Mengerikan Mulai TerjadiPart 2 Mobil Ardian masuk ke dalam lingkungan apartemen.“Itu mobil mas Ardian, ya, itu mobilnya,” ucap Ayra yakin.Ayra segera berlari mengikuti mobil itu hingga ke area parkir bawah tanah dan berhenti. Dengan nafas tersengal sengal, Ayra berhenti tepat di depan mobil Ardian.“Ar-Ardian,” ucap Isabela gugup.“Ada apa?” Tanya Ardian yang belum menyadari kehadiran Ayra.“Di-dia,” ucap Isabela seraya menunjuk ke arah Ayra berdiri. Ardian melihat kearah itu, dia kaget, ada istrinya di sana.“A-Ayra,” ucap Ardian.“Isabela, sebaiknya kamu bawa Amora naik, aku akan menemuinya,” pinta Ardian.“I-iya,” ucap Isabela yang segera keluar dari mobil, berusaha menyembunyikan wajahnya dan masuk ke dalam area apartemen. Ayra melihat wanita itu, dengan perasaan campur aduk yang luar biasa. Ayra berusaha menstabilka
Peristiwa Mengerikan Mulai Terjadi Ayra menginjakkan kaki di apartemen itu, apartemen mewah yang harganya pun tidak biasa. Ayra memegang dadanya, menguatkan hati juga pikirannya. Jantung itu berdegup dengan kencang, seperti genderang perang, dia bahkan kesulitan untuk menstabilkan deru jantungnya.“Kamu harus kuat Ayra, apapun yang akan kamu dapatkan di tempat ini,” ucap Ayra. Dengan yakin dia memasuki apartemen itu, mendekat ke arah resepsionis sebagai jalan pintas dari pada harus mencari cari tidak jelas.“Se-selamat siang,” sapa Ayra.“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” Tanya resepsionis yang terdengar begitu ramah.“Ma-maaf saya mau Tanya, apa benar bapak Ardian Herlambang tinggal di salah satu unit penthouse?” Tanya Ayra. Mendengar hal itu, petugas resepsionis bernama Naira itu mengerutkan dahi. Ayra menangkap sinyal keragu raguan.“Oh, maaf, saya hanya mau mengantarkan pesanan kado,
Curiga yang mengakar Arsen sampai di rumah tante Farida, dia terlihat duduk di ruang tengah dengan perasaan kesal tergambar jelas di wajahnya."Arsen sayang, kamu sudah datang," sapa nyonya Farida."Iya tante, ini Arsen bawakan cake coklat dari JIM Mall," ucap Arsen seraya menunjukkan cake coklat yang dibawanya."Terimakasih Arsen, itu cake kesukaan tante," ucap nyonys Farida sumringah. Tante Farida melihat ke arah Arsen, sepertinya ada yang aneh, wajah Arsen mengisyaratkan kekesalan juga kesedihan."Arsen, ada apa? Apa ada masalah di kantor?” Tanya tante Farida.“Apa kamu ingin kembali menjadi dokter? Apa menjadi presdir rumah sakit dan hotel sangat melelahkan?” Tanya nyonya Farida menelisik.“Tapi, di hotel, banyak yang membantumu, kamu hanya menjadi presdir, semua staff adalah professional,” gumam nyonya Farida.“Tante,” ucap Arsen.“Jangan mengkhawatirkan Arsen, Arsen
Mirip Pembantu Pagi harinya, tepat pukul sepuluh pagi, Ayra sudah berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga, kali ini dia berusaha dengan cepat supaya dia masih memiliki waktu untuk mengunjungi pusat kecantikan, itu yang direncanakan."Aku harus cepat, aku sudah melakukan ini selama bertahun tahun, aku bisa melakukannya walau dengan mata tertutup," ucap Ayra yakin. Dengan cekatan, Ayra mengambil seluruh barang yang akan dibeli, barang kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan juga kebutuhan lain yang seluruh anggota keluarga butuhkan. "Semua sudah beres, bahan makanan, perlengkapan kebersihan, aneka makanan ringan, aneka minuman, minyak goreng, hmmm sudah semuanya," gumam Ayra. Lalu dia bergegas mendorong troli ke arah kasir. Dari jauh Arsen terlihat mengamati Ayra, hal ini sudah Arsen lakukan sejak lama. Dia tahu jadwal Ayra, kapan dia akan mengunjungi supermarket. Arsen bahkan ta
Berusaha Menahan Sesak Ayra sibuk menyiapkan makan malam di dapur, dia masih menjalankan semua kewajibannya, berusaha tidak mengingat hal buruk yang baru saja menimpanya. Ayra menyentuh pipinya, rasa nyeri, panas dan perih mungkin sudah memudar, tidak lagi dia rasakan, namun luka di dalam hatinya sungguh itu tidak lagi menemukan obat yang tepat. "A-Ayra," ucap nyonya Sisca lirih. Nyonya Ayra terlihat mendekat kearah Ayra berdiri."I-ibu, ibu perlu apa? apa ibu mau air dingin? Ayra akan mengambilkannya," ucap Ayra, selalu dengan sikap sigapnya dalam memberikan pelayanan pada semua orang."Ti-tidak, ibu tidak butuh apa apa, ibu hanya ingin minta maaf karena ibu sudah sangat keterlaluan, mungkin karena sebelumnya ibu sudah sangat emosi dengan masalah ibu sendiri, ibu benar benar minta maaf, ibu tidak seharusnya mengatakan hal buruk seperti itu," ucap nyonya Sisca seraya menggenggam tangan Ayra.“Ibu benar ben