Rebecca merasa diremehkan. Meskipun Eva telah pergi, Rebecca menatap tajam isi loker Eva.Aiden mandi dengan cepat lalu berpakaian dan bersantai di sofa beludru di aula hotel. Bahkan dengan rambut basah, dia terlihat segar dan rapi serta memancarkan aura kekuatan dan kendali. Staf hotel mau tidak mau menatap Aiden saat mereka lewat."Tuan Aiden, ini semua informasi tentang karyawan Hotel Empire saat ini," kata Alfred sambil menyerahkan selembar kertas kepada Aiden."Hanya segini?" tanya Aiden tidak percaya."Ya, Tuan Aiden. Hotel sudah kekurangan staf, ditambah insiden mata air panas menyebabkan lebih banyak karyawan berhenti, Tuan Aiden," kata Alfred meminta maaf lalu pergi.Aiden melirik ke sekelilingnya dan menyadari kalau hotel itu sangat kosong. Bahkan meja resepsionis di lobi tidak memiliki staf.Aiden mengerutkan dahi dan berpikir.Hotel Empire akan segera berhutang banyak, tapi Eva tampaknya sama sekali tidak peduli. Mengapa dia begitu tenang tentang hal itu? Apa Eva sengaja m
Rebecca memeriksa labelnya. Tulisannya elegan namun maskulin, dan kata-kata yang tertulis di sana hampir membuat Rebecca terengah-engah.Jika kau jatuh cinta padaku, aku akan bersama denganmu selamanya.Jantung Rebecca berdebar kencang saat dia membuka kotak itu, dan hampir berhenti ketika dia melihat cincin berlian merah muda tersebut. Batu besar itu telah dipotong dan dipasang dengan sempurna, setiap sudutnya berkilau dan memantulkan cahaya merah jambu yang menyilaukan. Rebecca hanya bisa membayangkan berapa harga berlian besar dan langka seperti itu. Kecemburuan muncul di perutnya.Pikiran kalau Aiden ingin memberikan cincin yang begitu indah dan berharga kepada wanita lain membuatnya ingin berteriak kesal. Rebecca tidak tahan memikirkan cincin sempurna ini berada di jari wanita lain, bahkan jika wanita itu adalah saudara perempuannya sendiri. Yang pantas mengenakan cincin ini adalah dirinya, Rebecca Jonas dan bukan wanita lain.Sebelum Rebecca bisa menghentikan dirinya sendiri, di
Eva mengepalkan tinjunya lalu memukul pintu itu lagi dan lagi. Meski tangannya sakit dan tenggorokannya serak, tapi tidak ada seorangpun yang menjawab. Eva mengutuk fakta kalau hotel itu hampir kosong, ditinggalkan oleh para tamu dan staf. Mungkin perlu berjam-jam sebelum seseorang mendengarku, pikirnya muram. Eva mencoba menghibur dirinya sendiri dengan pemikiran kalau Aiden tahu di mana dirinya berada.Aiden bertingkah sangat cemburu akhir-akhir ini, pikir Eva, Aiden pasti akan segera datang mencariku.Air dingin dari alat penyiram api terus menghujaninya membuat Eva menggigil. Masih lemah karena demam, Eva tahu kalau air yang membekukan bisa berbahaya.Bertekad untuk menemukan tempat yang lebih kering, Eva mengulurkan tangan ke arah depan lalu dengan membabi buta berjalan melewati ruangan yang gelap.Eva menginjak sesuatu yang keras dan menyentakkan kakinya menjauh. Gerakan tiba-tiba menyebabkan dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke ubin yang licin. Eva mencoba mendorong dirinya
Aiden mencoba membuka pintu ruang ganti tetapi ternyata terkunci. Dia mengangkat kaki lalu menendang hingga pintu bergetar di kusennya. Aiden menendang lagi dan lagi hingga pintu itu pecah dan terbuka dengan benturan keras pada lantai.Alfred dan para pengawal yang baru tiba berlari ke pintu, hampir menabrak Aiden dengan tergesa-gesa. Untung mereka berhasil mengerem dengan cepat hingga tidak terjadi tabrakan beruntun. Aiden memasuki ruangan dan langsung merasakan air sedingin es menyembur kepalanya."Temukan katup darurat dan matikan," perintahnya."Cepat temukan!" Beo pengawal yang lain.Para pengawal bergegas pergi dan air berhenti mengalir dari langit-langit. Aiden melihat ke seberang ruangan, matanya berjuang untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan. Aiden mendengar erangan lembut dan melihat Eva meringkuk dalam posisi janin di lantai.Istrinya benar-benar telanjang dengan tubuh setengah tenggelam dalam genangan air es. Aiden menyipitkan mata, dia melihat kalau air itu telah berca
"Pergi dan beli pakaian yang cocok untuk istriku," Aiden memerintahkan Alfred.Petugas apotek dan Alfred sama-sama bergegas keluar dari kamar, Aiden lantas menutup pintu. Mendengar pintu ditutup, Eva merasa tercekik. Dia tidak ingin sendirian dengan Aiden di kamar sekecil ini.Setelah mengetahui kalau Eva baik-baik saja, kekhawatiran Aiden berubah menjadi kemarahan yang membara."Kenapa kau mengirimiku pesan seperti itu, Eva? Katakan padaku!""Pesan apa? Kapan aku mengirimnya?" tanya Eva bingung."Jam tiga lebih empat puluh lima," kata Aiden lebih tenang. Dia menemukan kebingungan Eva yang anehnya meyakinkan di mata Aiden."Itu tidak benar. Aku tidak mengirimimu pesan," kata Eva, "Saat itu aku sedang mandi dan tidak membawa ponsel."Aiden mengeluarkan ponsel, membuka menu pesan, lalu menunjukkannya pada Eva."Tidak, aku tidak mengirim pesan itu, Aiden," kata Eva sembari menggelengkan kepala, "Aku meninggalkan ponselku di loker ruang ganti sebelum pergi ke kamar mandi. Aku bahkan belum
Eva bisa merasakan bagian tertentu dari tubuhnya menjadi bersemangat, Eva tahu kalau kebasahan itu bukan hanya karena menstruasi. Eva ingin menampar dirinya sendiri karena menanggapi sentuhannya tanpa malu-malu. Eva ingin berteriak pada Aiden untuk membuatnya berhenti mengobatinya, tetapi seseorang mengetuk pintu."Tuan Aiden, pakaiannya untuk Nyonya Eva sudah ada di sini," kata Alfred.Aiden mengambil pakaian itu lalu menyerahkannya pada Eva sebelum meninggalkannya sendirian di kamar itu. Setelah beberapa menit, petugas kembali membawa kantong kertas."Pacarmu mengatakan kalau kamu mungkin kesulitan berpakaian karena cedera. Jadi, dia memintaku untuk membantu berpakaian. Aku juga membawakan pembalut untuk menstruasi kamu."Eva mendesah."Aku bisa melihat kalau pacarmu itu peduli padamu," kata petugas itu."Benarkah?" Eva bertanya, dia terkejut."Ya. Pacarmu tampak sangat ketakutan ketika membawamu ke sini. Kami semua mengira kamu mengalami kecelakaan yang mengerikan melihat dari eksp
Eva tiba-tiba teringat pria dari klub malam yang kakinya dikuliti oleh pengawal Aiden dan dia merasa mual. Eva meletakkan kepalanya ke bantal sofa lalu menutup mata.Melihat Eva sedang beristirahat dan Loki bersikap baik, Aiden lantas membisikkan sesuatu kepada salah satu pelayan lalu pergi bersama Alfred.Beberapa pengawal keluar dari pintu depan rumah sembari membawa dua koper besar. Mereka lalu membuang barang bawaan ke tanah. Rebecca mengikuti barang bawaannya sembari menangis dengan nada yang memilukan. Saat Rebecca melihat Aiden, dia berlutut di tanah di depan Aiden."Aiden, kenapa kau membuang koperku?" tanya Rebecca. Setelah Aiden mengusir Rebecca keluar dari mobil, gadis itu naik taksi lalu kembali ke mansion Malik.Rebecca segera pergi mencari Victoria untuk mendapatkan belas kasihannya tetapi Rebecca baru mengetahui kalau Victoria telah pergi keluar untuk bermain dengan teman-temannya. Rebecca merajuk di kamar tetapi diganggu oleh beberapa pengawal yang mulai mengemasi bara
"Nyonya Eva, tolong jangan banyak bergerak. Tuan Aiden akan menghukum kami dengan keras," pelayan itu memohon, "Selain itu, situasi ini sudah berakhir. Saya akan memberi tahu Nyonya apa yang terjadi. Tuan Aiden membuang barang bawaan Nona Rebecca keluar mansion, tapi kemudian, Nyonya Victoria tiba."Eva mengangkat alisnya. Tentu saja, Victoria Malik akan berada di sisi Rebecca."Jadi, dia melindungi Rebecca?" tanya Eva."Ya. Dia menutupi tubuh Nona Rebecca dengan tubuhnya sendiri dan bersikeras kalau Nona Rebecca tidak bersalah," pelayan itu menjelaskan, "Kemudian Alfred mengatakan kalau Nona Rebecca tidak melakukannya, sebaliknya, seseorang yang bekerja di hotel yang melakukan hal tersebut.""Nona Rebecca adalah orang yang baik. Tentu saja mudah baginya menemukan seseorang yang mau membelanya."Eva mendesah. Dia tahu kalau Aiden tidak akan melawan neneknya. Terlebih lagi, jika Victoria terus memperjuangkan Rebecca, segalanya mungkin menjadi lebih berbahaya bagi Eva. Eva tahu kalau se