“Jika kita kita membuang banyak waktu hanya untuk mengambil keputusan, Sepertinya itu akan sangat merugikan untuk kondisi Johnson, Aruna. Jangan lupa, Nyonya Alenta dan juga Tuan Edward harus terlibat dalam hal ini mengingat Johnson juga adalah cucu kandung mereka, bukan?” ucap Karem, berharap Aruna bisa lebih cepat mengambil keputusan karena keadaan Johnson juga bisa terbilang tidak baik-baik saja. Sejak bangun pagi tadi, tubuh Johnson ada beberapa bagian yang lebam, itu adalah salah satu pertanda dari leukimia. Aruna memejamkan matanya sejenak, mencoba mencari ketenangan diri, mengedepankan Johnson di atas segalanya. Benar, Johnson adalah kehidupannya, bagian terpenting dalam hidupannya. “Baiklah, aku akan melakukannya. Aku bersumpah akan melakukan segalanya, yang paling penting Johnson bisa mendapatkan kesembuhan, dan bisa menjalani kehidupan tanpa meras
Ron memegangi pipinya yang terasa sangat sakit, sebuah bogem mentah dilayangkan ke wajahnya oleh Edward beberapa saat lalu. Saat ini mereka tengah berada di ruang tengah, saling berhadapan dengan pemikiran masing-masing. “Ayah benar-benar sangat heran padamu, Ron. Bagaimana bisa kau yang selalu Ayah bangga-banggakan di setiap waktu, nyatanya justru semakin menjadi brengsek.” ujar Edward. Alenta menarik nafasnya, terlalu malas membuang waktu lagi. “Kau sibuk mabuk, tidak peduli apapun, tapi apakah kau tahu bahwa saat ini seseorang sedang sangat membutuhkan bantuanmu, hah?!” kesal Edward. Ron sama sekali tidak tertarik mendengar apa yang diucapkan oleh Edward, dia terlalu malas untuk mendapatkan sesuatu yang menurutnya tidak menarik sama sekali. “Ron, tegakkan wajahmu, ada hal penting yang harus kita bahas sekarang ini!” tegas Alenta. Ron memicingkan matanya, menatap jam din
Aruna menghentikan langkahnya, matanya terarahkan kepada sosok yang membuat hidupnya bagaikan naik rollercoaster. Di tangannya, Johnson masih erat dia gendong. Karem dan istrinya pun sama, kini perasaannya seperti membeku tanpa kata. Tak jauh dari mereka, ada Ron, Alenta dan Edward yang menantikan kehadiran mereka di bandara. “Ayo, nak!” ajak Karem dan istrinya kepada Aruna. Aruna menganggukkan kepalanya, kembali melangkahkan kakinya begitu juga Ron, Alenta, dan Edward. begitu mereka dekat, Alenta langsung memeluk Aruna dan Johnson, mereka saling melepaskan rindu satu sama lain, begitu juga dengan Jena. Karem dan Edward berjabat tangan, sedangkan Ron terdiam membeku menatap Aruna yang masih menggendong Johnson. Ada perasaan aneh yang sungguh luar biasa, hal itu bahkan suli
“Aku bersedia, tapi aku juga tidak ingin jawabanku menjadi beban untuk Aruna. Jadi, jika Aruna tetap memilih untuk tidak mengambil pernikahan ini, maka aku juga akan tetap menghormati keputusannya.” jawab Ron. Kedua orang tua Aruna benar-benar tak percaya bahwa Ron seperti bukan pria yang selama ini telah menyakiti putrinya. Aruna pun merasakan yang sama, kesan, sikap, dan tatapan mata Ron seperti bukan pria jahat yang Aruna kenal dulu. Aruna tertunduk, memejamkan matanya sejenak sembari berpikir. “Johnson....” gumam Aruna. Aruna mengangkat wajahnya sembari membuang nafas panjangnya. Menatap Alenta dan juga Edward, lalu menatap kedua orang tuanya dengan tatapan matanya yang serius Aruna pun akhirnya menjawab, “Baiklah, aku akan mengambil keputusan untuk menikah dengan Tuan Ron. Tapi, aku ingin memastikan bahwa kedepannya aku tidak akan pernah mendapatkan kekerasan fisik maupun mental dari
Aruna dan Ron saling menatap, perasaan tidak percaya begitu jelas dirasakan oleh Aruna. “Bagaimana bisa setelah beberapa saat berpisah dengan James, sekarang aku bahkan sudah menikah lagi dengan pria lain? Jika orang lain mengetahui hal ini, aku benar-benar akan dianggap perempuan brengsek, kan?” batin Aruna keheranannya sendiri. “Dengan ini, kalian berdua sah dinyatakan sebagai suami dan istri!” seru seseorang yang bertugas untuk menikahkan mereka. Ron, pria itu benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa. Bohong kalau dia merasa keberatan dengan pernikahan ini meskipun dihatinya masih begitu bingung dengan apa yang terjadi. Bahagia, hanya tidak tahu bagaimana caranya mengekspresikan, ditambah lagi Ron juga takut kalau dia tersenyum, maka itu akan membuat Aruna merasa tidak nyaman.
Dokter itu memandang Ron dan Aruna dengan pandangan penuh tanya, mencoba memahami situasi yang baru saja terungkap di hadapannya. “Jadi, Nyonya Aruna, Anda barusan mengatakan bahwa selama lebih dari dua tahun ini tidak ada aktivitas seksual antara Anda dan suami?” tanya dokter tersebut dengan nada yang mencoba tetap profesional meski terkejut. Aruna yang mulai merasa canggung, mengangguk pelan. Matanya menunduk, merasa sedikit malu karena telah membuka rahasia yang seharusnya pribadi itu di hadapan dokter dan Ron. “Iya, Dok,” jawabnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Mau bagaimana lagi, ini semua demi Johnson. Mau tidak mau, Aruna akan melakukan segalanya dengan jujur dan terbuka. Ron, yang duduk di samping Aruna, tampak pucat. Pikirannya melayang ke masa-masa yang telah berlalu, mengira bahwa Aruna dan James mungkin t
“Sebenarnya, perasaan apa yang aku miliki terhadapmu, Aruna? Aku sulit melupakan mu, tapi tiba-tiba saja kau datang dengan satu anak, berada di sisiku, dan membuatku masih kebingungan.” batin Ron. Duduk di pinggir tempat tidur, ia tengah memperhatikan wajah Aruna yang tertidur pulas. Dalam keheningan malam yang hanya dipecah oleh suara hujan yang menderu, Ron merenungkan perubahan sikapnya. Ia mengelus lembut rambut Aruna meski sempat ragu untuk melakukannya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya terhadap wanita manapun juga. Rasa penyesalan mulai kembali menyusup ke dalam hatinya atas perlakuan kasarnya di masa lalu. “Kebodohan itu mengunci akal sehatku, aku berharap tidak akan terjadi lagi di kemudian hari,” harap Ron. Aruna, dengan napas yang teratur, tampak begitu damai, kontras dengan kenangan pahit yang sempa
Ucapan Ron sebelum dia pergi tadi benar-benar membuat Aruna merasa sangat aneh. “Kenapa ya Tuan Ron berubah total seperti itu?” Aruna menggigit bibir bawahnya, menyipitkan matanya sembari terus mencoba untuk menebak-nebak alasan di balik berubahnya sikap Ron yang sangat signifikan itu. “Apa karena ancaman dari Nyonya Alenta? Ah, tapi sepertinya tidak juga, deh.” Aruna menggelengkan kepalanya, memikirkan sampai sejuta kali pun sepertinya dia tidak akan mendapatkan jawaban. Kembali dia mulai fokus dengan Johnson, menunggu Alenta dan juga Edward yang kini sedang di dalam perjalanan. Sementara itu di restoran, ruang VVIP. Pertemuan bisnis Ron bersama asisten, dan juga pria bernama Hansel, pria yang memiliki bisnis sukses di bidang properti. Pembicaraan bisnis telah selesai, namun jelas Ron tidak bisa meninggalkan mitra bisnisnya begitu saja mengingat Hansel juga datang jauh-jauh dari luar nege