Share

24. IRP

Penulis: Zaidhiya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 17:47:11

Kaif mendekatkan wajahnya, ujung jarinya dengan hati-hati menyentuh bibir Salwa, sentuhan tersebut begitu lembut, namun membawa getaran yang memilukan.

"Salwa, kau tahu, kalau cinta saya hanya untuk Hana. Saya tidak akan bisa membuka hati untumu," bisik Kaif, terdengar menyesakkan bagi Salwa.

"Beritahu aku saat kamu siap kembali ke kampung halamanmu." Kaif kembali menambhakan ucapannya, membuat Salwa mendongak.

Salwa menahan napas, matanya berat menyembunyikan rasa sakit. "Aku belum siap, Tuan. Biarkan saja seperti ini dulu, aku masih mampu untuk bertahan di sisimu" katanya dengan lemah.

Selain itu Salwa juga tidak ingin orang-orang yang dicintainya di kampung mengetahui penderitaan yang ia alami. Lebih dari itu, dia terbebani oleh kesedihan yang akan ditanggung ibunya jika mengetahui kenyataan dalam pernikahannya yang tidak sesuai dengan yang terlihat.

Akan tetapi di suatu hari nanti, Salwa pasti akan berusaha mengumpulkan kekuatan untuk berbicara pada ibunya kelak, sedikit demi sedi
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuningsih
terlalu banyak iklan untuk membuka bab baru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Rasa Pembantu    25. IRP

    Kaif diam, tangannya bergetar, hingga akhirnya, pria itu dikalahkan oleh egonya."Salwa, waktunya pergi, nanti kita terlambat," ucap Kaif akhirnya tanpa menuruti keinginan Salwa.Salwa hanya tersenyum miris, iapun melepas pelukannya, mundur beberapa langkah dari hadapan Kaif. Sebuah kenyataan pahit, sampai kapanpun Kaif tidak akan pernah menganggapnya ada.Netra mereka sempat bertemu tapi Salwa yang lebih dulu mengalihkan pandangan, lalu keluar dari kamar Kaif. Di gedung mewah yang terhias indah, suasana bertambah ramai saat tamu-tamu terhormat yang merupakan rekan bisnis Kaif dan kerabatnya mulai berdatangan.Kaif, yang tampak gagah dengan setelan jas putih, duduk di hadapan penghulu bersama seorang gadis cantik yang sangat mempesona. Kebaya putih yang senada, rambut yang terbungkus indah dalam sanggul dan mahkota yang bersinar di atas kepalanya.Aura kecantikan mempelai perempuan bagai pemandangan lukisan. Sedangkan Salwa, yang mengenakan busana yang tak kalah anggun, duduk bersama

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri Rasa Pembantu    25. IRP

    "Gak kemana-mana, cuman duduk di sana," jawab Salwa seraya menunjuk ke taman di samping gedung."Tak lama lagi hujan akan turun, ayo masuk," ajak Kaif.Sebelum Salwa sempat menanggapi, Kaif sudah memegang pergelangan tangannya. Sentuhan itu, entah kenapa, kali ini terasa begitu lembut di kulit Salwa, membuat bulu kuduknya berdiri.Mereka baru saja melangkah beberapa langkah ketika suara memanggil nama Kaif menggema, menghentikan langkah mereka berdua."Kakak, aku mencarimu kemana-mana," seru Eriana dengan suara mendesak."Ada apa?" tanya Kaif."Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu, ayo!" Eriana, dengan langkah yang tak terbendung, menarik tangan Kaif yang saat itu tengah memegang erat pergelangan tangan Salwa.Dengan gerakan cepat, Kaif terpaksa melepaskan genggaman tangannya pada Salwa. Eriana tidak memberi kesempatan Salwa untuk ikut serta, dan Kaif pun terbawa tanpa sempat menoleh kembali.Salwa, yang terpaksa ditinggal sendirian, hanya bisa berdiri terpaku menyaksikan punggun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri Rasa Pembantu    27. IRP

    Salwa menonton televisi di ruang tengah ketika tiba-tiba Kaif dan Hana memasuki rumah, mengagetkan Salwa. Karena setahu Salwa, pengantin baru itu akan menghabiskan waktu tiga hari di hotel. Dengan nada tegas, Kaif berkata, "Bi', bawa barang-barang Hana ke kamar saya. Hana mulai hari ini akan tinggal di rumah ini." Bi Maryam,hanya bisa menjawab, "Ba-baik, Tuan." Hana mengikuti Bi Maryam ke kamar Kaif sementara Kaif sendiri bersiap-siap untuk pergi. "Tuan, tunggu." Suara Salwa menghentikan langkah Kaif yang hendak menyeberangi pintu utama. Mereka berhadapan, Salwa menatap Kaif dengan penuh pertanyaan. "Kenapa dia tinggal di rumah ini? Perjanjiannya tidak seperti ini, Tuan. Mbak Hana seharusnya tidak tinggal di rumah kita, mengapa sekarang Tuan mengingkari itu?" protes Salwa, suaranya memecah keheningan yang menyesakkan dada. Kaif menghela napas, menatap Salwa dengan pandangan yang sulit dibaca. "Ini rumah saya, dan terserah saya untuk memutuskan siapa yang akan tinggal di rumah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Istri Rasa Pembantu    28. IRP

    "Bi' apa melihat berkas-berkas saya di meja, ruangan tengah?" tanya Kaif pada Bi Maryam."Tidak tuan, dari tadi saya ada di dapur," ujar Bu Maryam. "Mungkin di simpan sama nyonya Salwa, karena nyonya Salwa yang berkemas di ruangan itu, Tuan," lanjut bi Maryam."Baiklah, dimana dia?" "Ada di depan menyiram tanaman, Tuan," jawab Bi Maryam.Langsung saja Kaif melangkah menghampiri Salwa yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah."Salwa!!" teriak Kaif dengan suara menggelegar. "Kesini segera!" Mendengar namanya, Salwa segera meletakkan selang air dan berlari ke arah Kaif yang berdiri tegak di teras rumah, auranya memancarkan urgensi yang tak tertahankan. "Ada apa, Tuan?" tanya Salwa dengan napas terengah-engah. Kaif memandangnya dengan tatapan tajam yang menembus jiwa. "Kamu tahu di mana berkas-berkas penting saya yang semalam saya taruh di ruang tengah, tepat di depan televisi?" suaranya serak, terbebani kecemasan. Salwa mengernyitkan dahi, bingung. "Berkas apa, Tuan?" tanyany

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Istri Rasa Pembantu    29. IRP

    Salwa langsung membalikkan badan, dadanya terasa sangat sesak, melihat pemandangan itu."Apa yang kamu lakukan, Salwa!!" Bentak Kaif, darah pria itu mendidih karena Salwa sudah menganggu kebersamaannya bersama sang istri tercinta, sedangkan Hana menghala nafas, ia juga merasa kesal dengan Salwa yang dengan berani masuk ke kamarnya dengan sembarangan."Tu-tuan, aku ingin bicara," ucap Salwa, suaranya terdengar bergetar. Antara rasa sakit dihatinya dan kawatir akan keadaan ibunya di kampung.Kaif turun dari ranjang, hanya celana selutut yang melekat di tubuhnya."Apa tidak ada waktu lain? Sampai kamu menganggu malam saya dengan istri saya?" tekan Kaif.Salwa memejamkan mata sekejap, ia lalu memberanikan diri menatap Kaif."Ibu masuk rumah sakit, Tuan. Aku mau izin untuk pulang kampung. Jika tuan tidak bisa mengantar aku, apa boleh aku diantar oleh pak Toha?" tanya Salwa. Perempuan itu mengenyampingkan rasa sakitnya, ibunya lebih penting untuk difikirkan."Tidak! Kamu tetap di rumah ini.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Istri Rasa Pembantu    30. IRP

    Kaif menarik kursi dan duduk dengan aura kesunyian yang memenuhi ruang. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Salwa sibuk menyendok makanan ke piring Kaif, sementara tatapan Kaif yang intens membuat suasana menjadi semakin kaku. "Ayo temani saya makan," pinta Kaif dengan suara yang nyaris tak terdengar. Salwa hanya menggeleng, matanya dingin seperti balok es. "Aku tidak lapar," jawabnya dengan nada yang datar. Sejak kepergian ibunya, Salwa berubah menjadi sosok yang lebih tertutup, hampir tak pernah mengucapkan lebih dari sekadar kata-kata yang diperlukan. Kaif terus memperhatikan Salwa tanpa berkedip, membuat Salwa salah paham. Dengan gerakan yang hampir mekanik, Salwa mengambil sejumput makanan dari piring Kaif dan memasukkannya ke mulutnya sendiri. "Tidak ada racun di makanan ini, makanlah Tuan. Atau makanan akan dingin," ucapnya dengan suara yang sejuk membeku. Dalam kekikukan yang menyesakkan dada, Kaif mulai menyantap hidangan yang Salwa siapkan. Rasanya familiar, tak her

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Istri Rasa Pembantu    31. IRP

    Keterkejutan dan kekhawatiran tergambar jelas di wajah Salwa. Apa yang akan terjadi jika pria itu tahu jika saat ini ia Salwa sedang mengandung benihnya?"Siapkan air hangat untuk saya, saya ingin mandi," perintah Kaif dalam suara yang dalam kepada Salwa. Dengan mata yang bertemu serius, Salwa hanya mengangguk tanpa kata. "Saya akan mandi di sini malam ini," lanjut Kaif, suaranya serak, menghentikan langkah Salwa yang hendak keluar dari kamar. Bingung namun patuh, Salwa menyiapkan air hangat sebagaimana mestinya, rasa gelisah merayap dalam dadanya. Di dalam kamar mandi, ketika Kaif larut dalam busa sabun dan air hangat yang menenangkan, Salwa berjalan ringan menuju kamar Kaif, mengambil pakaian santainya. Salwa bergerak hati-hati, mencegah diri membuat suara yang bisa membangunkan madunya yang sudah tidur. Setelah mengganti pakaian, Kaif seharusnya kembali ke kamarnya sendiri, namun malam itu ia berubah pikiran. Dengan langkah hening, ia mendatangi Salwa yang tengah termenung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Istri Rasa Pembantu    32. IRP

    "Aku menyerah, Mas," bisik Salwa dengan suara yang hampir tak terdengar. Tubuh Kaif membeku, terpaku oleh kejutan yang tak terbayangkan. "Kenapa diam? Seharusnya ini menjadi berita yang membahagiakan bagimu, Tuan Kaif, karena aku akan pergi dari hidupmu," ujar Salwa dengan nada yang lebih tajam, mengiris ruang hening di antara mereka berdua. Kaif kehilangan kata-kata, sesak nafasnya menyesakkan dada. Dulu, ia memang pernah berharap Salwa akan mengucapkan kata-kata perpisahan itu, tapi sekarang, saat kata-kata itu benar-benar terucap, kenapa justru terasa seperti pisau yang menyayat hatinya? Ada perasaan penolakan yang mendalam yang tiba-tiba memenuhi relung-relung jiwanya. Melihat tidak ada jawaban dari Kaif, Salwa perlahan berdiri. Mukena putih yang dikenakannya menambah kesan suci pada sosoknya yang semakin terasa akan meninggalkannya. "Aku ingin pulang, antar aku—" "Saya akan ke kantor. Kita bicara lain waktu," potong Kaif tegas, walaupun nada suaranya bergetar dan matan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Istri Rasa Pembantu    70. IRP

    "Mau dibawa kemana istriku?" tanya Kaif menghalangi langkah Hasbi yang ingin beranjak dari tempat itu."Menyingkir, jangan sampai saya hilang kendali," tegas Hasbi dengan dingin. Hasbi menatap adiknya yang sedari tadi hanya membisu."Ayo adek, kita pulang," ajak Hasbi pada Salwa."Tidak! Salwa tidak boleh pergi kemana-mana tanpa izin dariku," tegas Kaif.Hasbi menatap Kaif dengan tatapan tajam."Siapa kamu!" "Aku suaminya, bang Hasbi paham Agama bukan? Kenapa sekarang malah ikut campur dalam rumah tangga kami." "Berani sekali kamu membawa-bawa Agama," tegas Hasbi. "Apa kamu sadar bagaimana kamu memperlakukan adik saya selama dua tahun ini, bahkan keluargamu memfitnah Salwa. Adikku adalah perempuan yang terjaga, saya selalu melindunginya, tapi rupanya kamu menyakiti adikku."Ucapan Hasbi membuat dada Kaif terasa sesak, ia menyesali semua yang dilakukan di masa lalu, ia menyesal karena baru menyadari jika Salwa adalah perempuan yang tulus, perempuan yang memang pantas untuk dimuliaka

  • Istri Rasa Pembantu    69. IRP

    "Apa kamu benar baik-baik saja? Katakan kalau sakit jangan dipendam. Dimana yang sakit? coba katakan pada Mas?" tanya Kaif penuh dengan kekawatiran.Salwa menggeleng, padahal kenyataannya perempuan itu merasakan perutnya keram dan juga pinggangnya.Kaif tidak percaya begitu saja, pria itu mendudukan bokongnya di pinggir ranjang, tangannya terulur menyentuh perut Salwa."Jauhkan tanganmu!!" ketus Salwa.DeghSeketika Salwa bungkam saat tangan besar Kaif mulai mengelus perutnya yang buncit. Kenapa rasanya begitu nyaman??Kaif mengalihkan pandangan pada wajah Salwa yang masih terpaku, tatapan mereka bertemu."Dari kemarin aku sangat ingin menyentuhnya, sampai detik inipun aku masih belum percaya jika aku akan segera menjadi seorang Ayah," ucap Kaif, suaranya bergetar menahan tangis."Jadi kamu gak percaya jika yang aku kandung ini anakmu?!" ketus Salwa, menatap Kaif dengan tatapan tidak suka."Astaghfirullahaladzim, tidak seperti itu Salwa. Tidak perlu adanya tes DNA, Mas sudah bisa mera

  • Istri Rasa Pembantu    68. IRP

    Ada rasa gugup saat Bu Nia mengatakan jika Salwa ingin bicara berdua, senang pasti tapi gugup juga ada. Ceklek ...Pintu kamar sempit itu terbuka perlahan, memperlihatkan Salwa yang duduk di pinggir ranjang, pandangannya jauh menerawang ke luar jendela. Kaif masuk, lalu langsung duduk di lantai dengan sikap yang terasa begitu berat. Salwa menghela nafas panjang, ia masih memiliki tatakrama. Air matanya menggenang, namun dia masih berusaha mempertahankan ketegaran di hadapannya. "Tidak, kamu tetap di situ, Salwa," ucap Kaif dengan suara serak. Namun, Salwa tidak menghiraukan. Dengan perlahan, ia turun dari ranjang, dan duduk di lantai, persis di depan Kaif, hingga mereka berdua duduk berhadapan dalam kesunyian yang melekat. Tidak ada yang membuka suara. Salwa menatap ke dinding dengan tatapan yang terasa membeku, sementara Kaif, dengan mata yang tergenang air mata, tidak bisa berhenti memandang wajah Salwa yang begitu ia rindukan. "Salwa." Suara Kaif akhirnya memecah kesunyian

  • Istri Rasa Pembantu    67. IRP

    "Saya atas nama warga di sini, dengan segala kerendahan hati memohon maaf, Pak Kaif. Kami seharusnya menyelidiki lebih dahulu sebelum berkata kasar pada Mbak Ana secara tidak adil," kata seorang wanita dengan mata berkaca-kaca dan nada suara bergetar yang menunjukkan penyesalan mendalam. "Kalian semua, bubar!" teriak Kaif, suaranya menggema, tegas dan tak terbantahkan. Namun, para warga masih berkerumun, harapan dan kecemasan terpatri di wajah mereka, takut bahwa Syakir mungkin akan menghentikan pembangunan masjid yang telah lama dinantikan."Apa tuan Kaif akan menghentikan pembangunan masjid di desa ini?" tanya seorang laki-laki paruh baya, terlihat kecemasan di wajahnya. "Lihat saja nanti , tapi jika kalian masih berdiri di depan rumah ini dipastikan bangunan itu akan saya hancurkan hari ini juga," ancam Kaif, pria itu masih kesal pada mereka.Segera para warga bubar, begitupun dengan Abdul. Dalam diam, dia menyimpan perasaan pada Salwa, wanita yang telah menolaknya beberapa har

  • Istri Rasa Pembantu    66. IRP

    "Kenapa Mbak Ana ada di rumah yang ditempati Pak Kaif?" tanya seorang warga dengan nada tinggi, mata membelalak penuh keheranan. Selama ini, Salwa, perempuan yang dikenal sebagai perempuan baik-baik dan taat dalam agamanya "Kenapa harus ditanya, sudah pasti janda ini berzina dengan Tuan kota itu. Padahal perutnya sudah membuncit, janda itu masih berani bermain api dengan Tuan kota!" sindir Abdul, pria muda yang baru kembali dari rantau, nada suaranya penuh kecaman. Pria itulah yang mengajak para warga untuk menggerebek mereka. "Astaghfirullahaladzim, hati-hati dengan ucapanmu, Abdul!" tegas Bu Nia, melindungi martabat anak angkatnya dari tuduhan yang menyakitkan. Namun, bisikan lain muncul, "Tapi Bu, yang Abdul katakan ada benarnya. Kenapa juga Ana berada di rumah Pak Kaif, mereka berduaan dalam rumah ini. Sementara supirnya berada di lokasi pembangunan masjid? " kecurigaan dan prasangka di antara mereka. Wajah-wajah penuh tanya, desas-desus yang tidak berkesudahan, semuanya

  • Istri Rasa Pembantu    65. IRP

    “Tolong biarkan seperti ini dulu, Sayang,” rayu Kaif dengan suara yang lembut tetapi penuh autoritas. Itu adalah tangan Kaif, pria itu sengaja membiarkan Salwa memasuki kamar pribadinya karena ia lebih dekat dengan istrinya, kesempatan seperti ini mungkin tidak akan datang lagi.Salwa berusaha melepaskan diri dari tangan besar itu, namun sia-sia. Tangan Kaif seakan dibuat dari baja, kuat dan tak tergoyahkan. Dalam keputusasaan, Salwa mencubit lengan Kaif, namun bukan kesakitan yang terpancar dari wajah pria itu, melainkan ketenangan yang mengganggu. Ia mulai mengelus perut besar Salwa dengan kelembutan, membuat Salwa dengan segala kebingungannya merasa nyaman di bawah sentuhan itu. "Bagaimana kabar anak Papa, hm?" suara Kaif lembut, berbicara kepada bayi dalam kandungan Salwa. "Maafkan Papa yang baru datang. Sungguh, Papa sangat bahagia karena bisa bertemu dengan kalian lagi" kata Kaif, matanya sesekali melirik wajah Salwa. "Bantu Papa untuk membujuk Mama, ya Sayang. Kamu dan Mama

  • Istri Rasa Pembantu    64. IRP

    Kegelisahan menguasai setiap sudut wajah Salwa. Di hadapannya, potongan mangga yang seharusnya menyegarkan hanya tersentuh angin. Pikirannya tidak dapat lepas dari Kaif, ia gelisah mengingat keadaan kaki pria itu, bayang-bayang kekhawatiran menghantuinya. Hati Salwa yang terpenjara rasa cemas, akhirnya mendorongnya berdiri, mengambil langkah demi langkah menuju rumah di sebelah, hanya beberapa langkah saja dari rumah yang ia tempati. Kebetulan saja, di depan pintu ia berpapasan dengan Pak Toha yang baru saja melangkah keluar. Dengan mata yang mencari, Salwa bertanya dengan nada sopan, "Dimana dia, Pak?" Mata Pak Toha berbinar penuh pengertian, "Eh, Tuan Kaif ya, Non?" Salwa hanya mengangguk, tak sabar menunggu jawaban. "Tuan ada di dalam, Non. Silahkan masuk." Pak Toha langsung membukakan pintu lebar-lebar bagi Salwa untuk lewat, setelah itu menutup pintu pelan di belakangnya. Pak Toha ersenyum simpul, ia berbisik pada diri sendiri, "Lebih baik aku jalan-jalan saja, hati Tua

  • Istri Rasa Pembantu    63. IRP

    "Hush, Nduk. Bicara baik-baik, ini Nak Kaif sudah berbaik hati akan mengambilkan mangga untukmu. Minta maaf sekarang," tegas Pak Mahdi. Salwa hanya menggeleng, bibirnya menggumam kesal. "Kenapa harus minta maaf, Pak. Aku tidak salah." "Kamu terus berkata kasar pada Nak Kaif, itu yang salah. Sekarang minta maaf padanya," Pak Mahdi memerintah lagi dengan nada yang lebih serius. "Iya, Bapak," ujar Salwa, menghela napas dalam-dalam, suaranya berat karena pasrah. Dalam diam, Kaif menahan senyum tipis, matanya tanpa sengaja menangkap ekspresi wajah Salwa, meskipun terlihat ditekuk tapi dimata Kaif terlihat begitu menggemaskan. Salwa memandang Kaif dengan tatapan tajam, bibirnya mulai berkata, "Maaf," suaranya terdengar ketus. "Tidak apa-apa," jawab Kaif, suaranya lembut menatap Salwa. Salwa menghela napas, matanya memutar dengan ekspresi kesal. 'Dia ke Jakarta pasti untuk mendatangi istri tersayangnya, kenapa juga masih harus datang ke sini, ngeselin banget,' batin Salwa

  • Istri Rasa Pembantu    62. IRP

    "Kasur ini adalah sebagai kata terima kasih karena ibu dan bapak memberikan tuan Kaif dan saya tempat tinggal di desa ini," tambah Pak Toha lagi.Kedua kasir itu segera dibawa ke dalam rumah Pak Mahdi, satu kasur diletakkan di kamar Pak Mahdi dan satunya lagi di kamar Salwa. Bu Nia tercengang, nyaris tidak percaya bahwa ia kini akan merasakan tidur di kasur yang begitu empuk. Sementara itu, Salwa hanya bisa menatap kasur yang teratur di kamarnya, rasanya ia tidak sanggup menyentuh kasur tersebut, seolah-olah segala kenangan akan terbang bersama sentuhannya. "Dia sudah kembali ke Jakarta, apa dia benar-benar pergi? " Gumam Salwa. "Baguslah kalau dia pergi dari desa ini, tapi kenapa aku merasa sedih?"Salwa mulai teringat dengan ucapannya tadi malam pada Kaif, ia akui ucapannya itu begitu tajam. Mungkinkah pria itu tersinggung dengan ucapan Salwa?Salwa terus bertanya-tanya, bahkan seharian ini pikirannya terus melayang pada wajah sendu Kaif yang memohon maaf padanya tadi malam. Nyata

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status