Share

27. IRP

Penulis: Zaidhiya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 21:39:22

Salwa menonton televisi di ruang tengah ketika tiba-tiba Kaif dan Hana memasuki rumah, mengagetkan Salwa. Karena setahu Salwa, pengantin baru itu akan menghabiskan waktu tiga hari di hotel.

Dengan nada tegas, Kaif berkata, "Bi', bawa barang-barang Hana ke kamar saya. Hana mulai hari ini akan tinggal di rumah ini."

Bi Maryam,hanya bisa menjawab, "Ba-baik, Tuan." Hana mengikuti Bi Maryam ke kamar Kaif sementara Kaif sendiri bersiap-siap untuk pergi.

"Tuan, tunggu." Suara Salwa menghentikan langkah Kaif yang hendak menyeberangi pintu utama.

Mereka berhadapan, Salwa menatap Kaif dengan penuh pertanyaan.

"Kenapa dia tinggal di rumah ini? Perjanjiannya tidak seperti ini, Tuan. Mbak Hana seharusnya tidak tinggal di rumah kita, mengapa sekarang Tuan mengingkari itu?" protes Salwa, suaranya memecah keheningan yang menyesakkan dada.

Kaif menghela napas, menatap Salwa dengan pandangan yang sulit dibaca. "Ini rumah saya, dan terserah saya untuk memutuskan siapa yang akan tinggal di rumah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Istri Rasa Pembantu    28. IRP

    "Bi' apa melihat berkas-berkas saya di meja, ruangan tengah?" tanya Kaif pada Bi Maryam."Tidak tuan, dari tadi saya ada di dapur," ujar Bu Maryam. "Mungkin di simpan sama nyonya Salwa, karena nyonya Salwa yang berkemas di ruangan itu, Tuan," lanjut bi Maryam."Baiklah, dimana dia?" "Ada di depan menyiram tanaman, Tuan," jawab Bi Maryam.Langsung saja Kaif melangkah menghampiri Salwa yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah."Salwa!!" teriak Kaif dengan suara menggelegar. "Kesini segera!" Mendengar namanya, Salwa segera meletakkan selang air dan berlari ke arah Kaif yang berdiri tegak di teras rumah, auranya memancarkan urgensi yang tak tertahankan. "Ada apa, Tuan?" tanya Salwa dengan napas terengah-engah. Kaif memandangnya dengan tatapan tajam yang menembus jiwa. "Kamu tahu di mana berkas-berkas penting saya yang semalam saya taruh di ruang tengah, tepat di depan televisi?" suaranya serak, terbebani kecemasan. Salwa mengernyitkan dahi, bingung. "Berkas apa, Tuan?" tanyany

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Istri Rasa Pembantu    29. IRP

    Salwa langsung membalikkan badan, dadanya terasa sangat sesak, melihat pemandangan itu."Apa yang kamu lakukan, Salwa!!" Bentak Kaif, darah pria itu mendidih karena Salwa sudah menganggu kebersamaannya bersama sang istri tercinta, sedangkan Hana menghala nafas, ia juga merasa kesal dengan Salwa yang dengan berani masuk ke kamarnya dengan sembarangan."Tu-tuan, aku ingin bicara," ucap Salwa, suaranya terdengar bergetar. Antara rasa sakit dihatinya dan kawatir akan keadaan ibunya di kampung.Kaif turun dari ranjang, hanya celana selutut yang melekat di tubuhnya."Apa tidak ada waktu lain? Sampai kamu menganggu malam saya dengan istri saya?" tekan Kaif.Salwa memejamkan mata sekejap, ia lalu memberanikan diri menatap Kaif."Ibu masuk rumah sakit, Tuan. Aku mau izin untuk pulang kampung. Jika tuan tidak bisa mengantar aku, apa boleh aku diantar oleh pak Toha?" tanya Salwa. Perempuan itu mengenyampingkan rasa sakitnya, ibunya lebih penting untuk difikirkan."Tidak! Kamu tetap di rumah ini.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Istri Rasa Pembantu    30. IRP

    Kaif menarik kursi dan duduk dengan aura kesunyian yang memenuhi ruang. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Salwa sibuk menyendok makanan ke piring Kaif, sementara tatapan Kaif yang intens membuat suasana menjadi semakin kaku. "Ayo temani saya makan," pinta Kaif dengan suara yang nyaris tak terdengar. Salwa hanya menggeleng, matanya dingin seperti balok es. "Aku tidak lapar," jawabnya dengan nada yang datar. Sejak kepergian ibunya, Salwa berubah menjadi sosok yang lebih tertutup, hampir tak pernah mengucapkan lebih dari sekadar kata-kata yang diperlukan. Kaif terus memperhatikan Salwa tanpa berkedip, membuat Salwa salah paham. Dengan gerakan yang hampir mekanik, Salwa mengambil sejumput makanan dari piring Kaif dan memasukkannya ke mulutnya sendiri. "Tidak ada racun di makanan ini, makanlah Tuan. Atau makanan akan dingin," ucapnya dengan suara yang sejuk membeku. Dalam kekikukan yang menyesakkan dada, Kaif mulai menyantap hidangan yang Salwa siapkan. Rasanya familiar, tak her

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Istri Rasa Pembantu    31. IRP

    Keterkejutan dan kekhawatiran tergambar jelas di wajah Salwa. Apa yang akan terjadi jika pria itu tahu jika saat ini ia Salwa sedang mengandung benihnya?"Siapkan air hangat untuk saya, saya ingin mandi," perintah Kaif dalam suara yang dalam kepada Salwa. Dengan mata yang bertemu serius, Salwa hanya mengangguk tanpa kata. "Saya akan mandi di sini malam ini," lanjut Kaif, suaranya serak, menghentikan langkah Salwa yang hendak keluar dari kamar. Bingung namun patuh, Salwa menyiapkan air hangat sebagaimana mestinya, rasa gelisah merayap dalam dadanya. Di dalam kamar mandi, ketika Kaif larut dalam busa sabun dan air hangat yang menenangkan, Salwa berjalan ringan menuju kamar Kaif, mengambil pakaian santainya. Salwa bergerak hati-hati, mencegah diri membuat suara yang bisa membangunkan madunya yang sudah tidur. Setelah mengganti pakaian, Kaif seharusnya kembali ke kamarnya sendiri, namun malam itu ia berubah pikiran. Dengan langkah hening, ia mendatangi Salwa yang tengah termenung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Istri Rasa Pembantu    32. IRP

    "Aku menyerah, Mas," bisik Salwa dengan suara yang hampir tak terdengar. Tubuh Kaif membeku, terpaku oleh kejutan yang tak terbayangkan. "Kenapa diam? Seharusnya ini menjadi berita yang membahagiakan bagimu, Tuan Kaif, karena aku akan pergi dari hidupmu," ujar Salwa dengan nada yang lebih tajam, mengiris ruang hening di antara mereka berdua. Kaif kehilangan kata-kata, sesak nafasnya menyesakkan dada. Dulu, ia memang pernah berharap Salwa akan mengucapkan kata-kata perpisahan itu, tapi sekarang, saat kata-kata itu benar-benar terucap, kenapa justru terasa seperti pisau yang menyayat hatinya? Ada perasaan penolakan yang mendalam yang tiba-tiba memenuhi relung-relung jiwanya. Melihat tidak ada jawaban dari Kaif, Salwa perlahan berdiri. Mukena putih yang dikenakannya menambah kesan suci pada sosoknya yang semakin terasa akan meninggalkannya. "Aku ingin pulang, antar aku—" "Saya akan ke kantor. Kita bicara lain waktu," potong Kaif tegas, walaupun nada suaranya bergetar dan matan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Istri Rasa Pembantu    33. IRP

    Sudah sebulan lamanya Kaif terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit besar, tubuhnya penuh dengan kabel dan alat medis. Keputusan dokter bahwa pria itu terjebak dalam koma seolah menjadi petir di siang bolong bagi keluarganya. Pria itu, yang telah menikahi dengan dua wanita, nyaris tak terselamatkan karena kehilangan darah yang begitu banyak. Namun, syukurlah bahwa Tuhan masih memberinya kesempatan hidup menawarkan sedikit penghiburan, meski matanya belum juga terbuka. Upaya tanpa lelah keluarganya menghadirkan dokter terbaik dari berbagai penjuru dunia tidak kunjung membuahkan hasil. Seakan-akan ada kehendak lain yang ingin ia penuhi. Kaif seperti ingin beristirahat dari kesibukan duniawi yang tidak ada hentinya. Di tengah kesunyian ruangan ICU, Salwa dengan setia mendampingi, tidak pernah jemu menjaga suaminya. Air mata dan doa-doa yang dipanjatkannya di setiap sujud menjadi saksi bisu betapa dalam luka yang Kaif torehkan di hatinya. Namun, cinta yang tulus memandunya untuk t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Istri Rasa Pembantu    34. IRP

    Keadaan Kaif yang memprihatinkan seakan menyayat hati setiap anggota keluarga, terutama Sofia. Perempuan yang telah menginjak usia paruh baya itu dirundung kesedihan yang dalam, air mata terus menderas tanpa henti saat Salwa merinci kondisi terkini Kaif yang begitu mengkhawatirkan. Dari perawatan medis intensif hingga serangkaian terapi fisik telah dilakukan, namun semua upaya terasa sia-sia karena tak ada tanda-tanda perubahan yang berarti. Namun, setelah dua minggu yang penuh kecemasan, sebuah isyarat harapan mulai tampak ketika Kaif mulai bisa merespon dengan mengedipkan mata; sebuah pertanda mungkin ia akan pulih kembali. Dengan penuh keyakinan, Sofia mengambil keputusan untuk membawa pulang Kaif. Keputusan ini mendapat persetujuan dari dokter yang menegaskan bahwa Kaif harus tetap menjalani kemoterapi secara rutin dan mendapatkan perawatan intensif di rumah. Hana, dengan mata berkaca-kaca dan suara yang bergetar, berjanji pada mertuanya, "Ma, aku akan menjaga Mas Kaif denga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Istri Rasa Pembantu    35. IRP

    "Apa yang terjadi, Ma?" Suara Salwa bergetar, pertanyaan itu terlontar sambil mengamati ketiga perempuan tersebut. Sofia menghampiri, wajahnya memerah, matanya sudah berkaca-kaca. Salwa bisa merasakan suasana tegang menggantung di udara. "Salwa," suara Sofia terdengar berat, penuh dengan emosi. "Apa Kaif pernah menyentuhmu? Apa kalian pernah...," suaranya tergagap, "...melakukan hubungan suami-istri?" Salwa tertegun, hatinya berdebar kencang. Sofia sudah beberapa kali mengulang pertanyaan yang sama dan Salwa selalu menjawab tidak, karena memang Kaif belum pernah menyentuhnya atau setidaknya, itulah yang sebelumnya terjadi. Namun, beberapa bulan yang lalu situasinya telah berubah. Kaif telah mendekatinya, mengambil sesuatu yang begitu berharga darinya. Salwa memalingkan wajahnya ke arah Kaif, matanya yang sedih bertemu pandang dengan mata pria itu. "Salwa, tolong jawab Mama," pinta Sofia sekali lagi, suaranya memecah kesunyian, memaksa Salwa untuk segera memberi jawaban.Salwa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04

Bab terbaru

  • Istri Rasa Pembantu    78. IRP

    "Mas tanganmu terluka!" Seruan itu pecah di keheningan kamar saat Salwa menyentuh punggung tangan Syakir yang tampak memar. Pria itu, Kaif, kini duduk di pinggir ranjang Tangan Kaif yang lebam itu seakan melukis kesakitan di matanya. "Ini hanya luka kecil, tak perlu khawatir," Kaif mencoba menenangkan, sambil membiarkan tangan hangat Salwa menelusuri lebamnya. Wajah Salwa, yang sedang hamil, menyiratkan kekhawatiran mendalam, lebih dari yang seharusnya untuk luka sekecil itu. "Pasti sakit, ya? Maaf, Mas," suara Salwa bergetar, mata berkaca-kaca menatap Kaif, menyuarakan kepedulian dan kegentaran seorang ibu hamil yang hormonnya melonjak. Kaif hanya mengangguk, gesturnya memperdalam cemas di hati Salwa. Dia bahkan mulai beranjak ingin mengambil perlengkapan obat. Namun, tangan Kaif dengan cepat meraihnya, menghentikan gerak langkahnya. "Bukan di sini yang sakit, Salwa," suara Kaif mendadak serius dan dalam, memotong atmosfer ruangan dengan berat.Salwa mendongak, menatap wajah

  • Istri Rasa Pembantu    77. IRP

    Di dalam kamar Salwa yang tidak begitu luas. Sofia dengan setia menjaga Salwa yang sedang tidur di ranjangnya setelah diperiksa oleh dokter beberapa menit yang lalu.Sementara itu, di luar, Hasbi dan Kaif tengah sibuk di halaman rumah, berbicara dengan polisi mengenai Halik yang sedang mereka upayakan untuk mendapatkan hukuman berat di penjara, seraya api keadilan berkobar di dalam hati mereka.Di dalam kamar.Salwa membuka matanya perlahan, tersadar dari tidur yang tampaknya tidak memberikan kekuatan apa pun kepadanya."Eriana, tolong ambilkan air," suruh Sofia pada Eriana yang juga ada di sana.Tanpa menunda, Eriana segera mengambil segelas air yang sudah tersedia di kamar itu."Ayo minum dulu, Nak," ucap Sofia sambil menopang tubuh Salwa yang terasa seperti puing-puing yang lelah. Salwa hanya dapat menelan dengan susah payah, tiap tegukan terasa seperti pejuangan. Kejadian pagi tadi, membuat Salwa merasa tubuhnya lemas.Kepedulian Sofia terpancar jelas saat ia dengan sabar membantu

  • Istri Rasa Pembantu    76. IRP

    Dentuman keras terdengar bertalu-talu saat Kaif dengan brutalnya memukul Halik yang hingga berdaya, sementara Salwa lemah terpeluk dalam dekapan Sofia. Segalanya berawal ketika Halik mencoba menyeret Salwa ke dalam mobil dengan paksa, namun momen itu terpotong dengan kedatangan Kaif. Tanpa pikir panjang, ia melompat dari mobilnya, amarah membara di dadanya. Bugh bugh bugh... Suara pukulan itu menggema, setiap hantaman Kaif menghujam tanpa ampun ke tubuh Halik yang sudah penuh luka. Halik hanya bisa mengerang kesakitan, badannya seolah tak lebih dari boneka kain yang diseret oleh gelombang amarah Kaif. Sungguh, pertarungan ini mungkin telah berakhir dengan tragis jika bukan karena kedatangan Hasbi dan istrinya di saat yang tepat. Dengan segala kekuatannya, Hasbi berhasil melerai Kaif, menarik Kaif yang masih diliputi amarah dan keinginan untuk melampiaskan lebih banyak lagi penderitaan pada Halik. Namun, Hasbi dengan tegas mengingatkan bahwa semua ini harus berakhir, karena lepas

  • Istri Rasa Pembantu    75. IRP

    Salwa melangkah keluar, menyerap kedamaian pagi yang menyejukkan jiwa. Sapaan hangat dari warga desa yang bersiap menuju kerja menyelinap melalui hawa segar, dan Salwa membalas dengan senyuman yang merekah di wajahnya. "Adek, jangan melewatkan waktu sarapan ya, sarapannya sudah kakak siapkan di meja. Kakak mau ke belakang menemui Bang Hasbi dulu," ujar Istri Hasbi dengan lembut. Salwa mengangguk, "Iya kak, terima kasih banyak." Perempuan itu tersenyum lembut sebelum melangkah menuju belakang rumah. Salwa kemudian duduk di kursi halaman, tempat kesukaannya untuk menikmati pemandangan sekitar. Hasbi sudah membuat kursi itu khusus untuk Salwa, hafal jika adik kesayangannya suka sekali menikmati udara di tempat itu. Sambil mengusap perutnya yang kian membesar, Salwa berbisik lirih, "Rindu ayah ya, Nak," seraya tatapannya terhanyut dalam kenangan tentang sang ayah yang terasa begitu dekat namun jauh.Sudah lima hari berlalu tapi Salwa sendiri yang kalah, tiada hari tanpa merindukan Ka

  • Istri Rasa Pembantu    74. IRP

    Pada hari yang sama saat Salwa dijemput oleh keluarganya, Kaif mengambil keputusan tegas untuk kembali ke Jakarta. Ada tarikan hati yang mendalam yang mendorongnya untuk menyusul Salwa, namun akalnya memenangkan pertarungan dalam benaknya. Salwa memerlukan waktu, dan Kaif tahu ia tidak boleh bertindak egois. Selama tiga hari, Kaif mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja keras di kantor, berangkat sebelum matahari terbit dan pulang larut malam. Kaif sengaja menyibukkan diri agar terbebas dari lamunan tentang Salwa yang terus menerus menghantuinya. Sofia dan Eriana, setelah kembali dari Amerika, terhanyut dalam kesedihan saat mendengar cerita Pak Toha tentang keadaan Kaif. "Ma, kapan kita ke rumah kak Kaif?" tanya Sofia pada mamanya dengan suara bergetar. "Malam ini saja, saat ini dia pasti sedang ada d kantornya, nanti sekalian kita makan malam bersama," jawab ibunya lembut."Baiklah, Ma." Keputusan Kaif untuk tinggal di rumah pribadinya, meskipun ibunya, Sofia, mendesakn

  • Istri Rasa Pembantu    73. IRP

    "Aku butuh waktu, Tuan. Ini tidak mudah bagiku, aku butuh berfikir karena aku terlalu takut untuk kembali pada laki-laki yang merupakan masa laluku. Masa laluku begitu menyakitkan, aku takut kepahitan itu akan kembali lagi jika aku kembali." Salwa akhirnya mengutarakan uneg-unegnya.Kaif berusaha untuk duduk dari baringnya, menatap wajah sendu perempuan yang sudah ia sakiti begitu dalam.'Apa aku begitu egois memaksanya untuk kembali padaku?' batin Kaif, ia bisa melihat luka dari sorot mata cantik itu."Aku memaafkanmu, Mas." Panggilan Salwa sudah mulai berubah, perempuan itu terkadang memanggil tuan dan juga terkadang memanggil Mas pada Kaif. "Tapi untuk kembali, aku masih belum siap, aku takut sakit lagi dan untuk menyembuhkan itu sangat susah. Aku takut, bisakah mas memahami ketakutanku." Air mata Salwa mengalir juga, sekuat apapun perempuan itu berusaha melupakan kejadian yang menyakitkan di masa lalu, nyatanya Salwa tidak mampu.Sikap kasar Kaif, Halik yang hampir melecehkannya,

  • Istri Rasa Pembantu    72. IRP

    Kaif merengkuh pinggang Salwa erat-erat, mencegah wanita itu melangkah pergi. "Tolong, jangan tinggalkan aku... Aku mohon, Sayang," ratapnya sambil mata mereka terus bertaut dalam tatapan yang penuh dengan harapan dan keputusasaan. "Biarkan aku pergi, Ma ... Tuan, ini tidak lucu." Suara Salwa terdengar getir, usahanya untuk melepaskan cengkeraman Kaif penuh dengan perjuangan. Tangannya mendorong dengan keras, namun Kaif tak bergeming, seolah takut kehilangan sentuhan terakhir darinya. "Maaf, Salwa. Aku tidak pernah ingin menipumu, aku hanya terlalu takut kehilanganmu," ucap Kaif dengan suara yang hampir tak terdengar, diwarnai dengan nada yang lirih dan penuh penyesalan. "Cukup, Tuan. Bukankah kita sudah membicarakan ini semalam? Hormati keputusanku," tegas Salwa. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki, ia berhasil melepaskan diri dari pelukan Kaif. Dalam satu dorongan penuh kemarahan dan kekecewaan, Kaif terdorong mundur dan tersungkur ke dinding ranjang dengan keras.Suara d

  • Istri Rasa Pembantu    71. IRP

    "Astaghfirullahaladzim, Tuan Kaif! Tuan Kaif kenapa?" Pak Toha, supir Kaif datang dengan wajah penuh kekawatiran, pria itu terkejut melihat kondisi wajah majikannya. Bagaimana Pak Toha tidak kawatir, dia sudah diamanahkan untuk menjaga majikannya, kondisi Kaif belum sepenuhnya pulih dari komanya waktu itu. Pak Toha mendekati Kaif yang terbaring di pangkuan Salwa."Apa yang terjadi, Non? Ya Allah. Kenapa sampai berdarah seperti ini, bagaimana kalau Tuan Kaif sakit seperti dulu lagi, tuan Kaif masih belum sepenuhnya pulih, Non," ujar pak Toha."Jangan hanya bicara, Pak. Tolong bantu suami saya, kita bawa ke rumah sakit sekarang juga!" perintah Salwa, suaranya meninggi karena terlalu menghawatirkan keadaan Kaif, apalgi setelah mendengar ucapan Pak Toha mengenai keadaan Kaif.Hasbi mulai merasa bersalah, ia terlalu dikalahkan dengan emosinya."Rumah sakit di sini jauh, Non. Yang ada hanya puskesmas dan itu tidak ada gunanya untuk Tuan Kaif. Kita bawa ke rumah saja, di sana ada obat-obat

  • Istri Rasa Pembantu    70. IRP

    "Mau dibawa kemana istriku?" tanya Kaif menghalangi langkah Hasbi yang ingin beranjak dari tempat itu."Menyingkir, jangan sampai saya hilang kendali," tegas Hasbi dengan dingin. Hasbi menatap adiknya yang sedari tadi hanya membisu."Ayo adek, kita pulang," ajak Hasbi pada Salwa."Tidak! Salwa tidak boleh pergi kemana-mana tanpa izin dariku," tegas Kaif.Hasbi menatap Kaif dengan tatapan tajam."Siapa kamu!" "Aku suaminya, bang Hasbi paham Agama bukan? Kenapa sekarang malah ikut campur dalam rumah tangga kami." "Berani sekali kamu membawa-bawa Agama," tegas Hasbi. "Apa kamu sadar bagaimana kamu memperlakukan adik saya selama dua tahun ini, bahkan keluargamu memfitnah Salwa. Adikku adalah perempuan yang terjaga, saya selalu melindunginya, tapi rupanya kamu menyakiti adikku."Ucapan Hasbi membuat dada Kaif terasa sesak, ia menyesali semua yang dilakukan di masa lalu, ia menyesal karena baru menyadari jika Salwa adalah perempuan yang tulus, perempuan yang memang pantas untuk dimuliaka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status