Bab 5 Pernyataan Riana
Aku tahu aku kelihatan bodoh mengatakan ini, tapi aku mencoba memahami situasi dan kondisi Mbak Riana saat ini, hati wanita mana yang tak hancur jika lelaki yang amat di cintainya mendua dibelakangnya."Gak usah sok baik kamu!" Kali ini ibu Kak Riana ikut bicara dan memojokkan aku.Ya Tuhan apa yang harus kukatakan pada mereka?"Kalian." Mas Farel menunjuk Mbak Riana dan mertuanya, "jangan pernah menghakimi Ane, ini bukan salahnya." Harusnya aku senang dibela sedemikan rupa oleh lelaki yang aku cintai tapi tidak untuk kali ini, aku merasa muak dengan sikap Mas Farel. Aku jijik dengan sifat egoisnya itu, lelaki tak punya hati dan perasaan hanya memintingkan diri sendiri.Brak!"Mama!" Tasya berteriak saat melihat Mbak Riana."Astaga Mbak Riana!" Aku menjerit melihatnya, Mbak Riana memegang dadanya, napasnya tersengal. "Mama." Tasya memeluk Mbak Riana yang napasnya kian tersengal."Mas kenapa diam saja, panggil ambulance cepat!" teriakku sedikit membentak Mas Farel. Entah dimana hati nuraninya hingga dia tak ada inisiatip sedikitpun untuk memanggil ambulance.Napas Mbak Riana kian tersengal, dia berusaha berucap namun sepertinya dia kesulitan untuk mengeluarkan kata-kata."Jangan sentuh anakku, dasar pelakor!" Baru saja aku akan mendekat dan memohon maaf pada Mbak Riana, Ibunya dengan sinis membentakku. Aku diam, aku sadar ini semua sedikit banyak juga karena aku juga. Andai hari itu aku tak langsung menerima lamaran Mas Farel, semua ini tak akan terjadi.Aku dengan mudahnya percaya dengan janji dan kata-kata manis memabukkan yang diucapkan oleh Mas Farel, sehingga begitu mantap menerima lamaranya meskipun kenal baru seumur jagung."Mama...."Aku menoleh ketika melihat jeritan Tasya, bocah itu menjerit saat kepala Mbak Riana terkulai lemas di sofa. Dengan sigap Mas Farel mendekat dan memegang tangan Mbak Riana dan meraba nadinya.Inalilahi wainalilahi rojiun.***
"Sayang, kok bengong. Kita sudah sampai lho!" Aku tersentak mendengar suara Mas Farel, segera aku menoleh kesamping."Astagfirullahaladzim," gumamku. Ternyata tadi hanya halusinasiku saja."Jadi masuk gak nih?" tanya Mas Farel padaku yang masih bengong memikirkan halusinasiku barusan.Bagaimana kalau itu terjadi?
"Mas, kita putar balik ajalah," ucapku lirih.
"Lo kok putar balik, kenapa?" tanya Mas Farel. Aku sempat melirik ekspresi wajahnya, tenang dan datar. "Gak papa sih Mas cuma aku, aku kurang sehat," ujarku berbohong. Sebenarnya aku takut apa yang tadi dalam hayalanku menjadi kenyataan."Tapikan gak enak sayang, kita sudah sampai sini. Tuh lihat, yang punya rumah saja keknya sudah tahu kita datang."Aku menatap Mas Farel sekilas, aneh kenapa justru Mas Farel kelihatan santai saja bahkan tak terlihat panik sama sekali."Bu Guru cantik." Tasya muncul dari balik pintu begitu aku dan Mas Farel turun dari mobil. Bocah itu kemudian mendekat dan memelukku. Ini aneh dan di luar jangkaanku, kenapa aku yang dipeluk, kenapa bukan Mas Farel, dan kenapa Mas Farel juga tak kelihatan panik ataupun tegang?"Om ini, siapa Bu Guru?" tanya Tasya. Netranya menatap Mas Farel namun ekspresinya biasa saja.Sungguh aku semakin bingung sekarang ini, apa mungkin itu artinya memang semua hanya dugaanku saja?"Om ini, suami Bu Guru cantik, Sayang," ujar Mas Farel membungkuk mensejajarkan tubuhnya dengan Tasya."Eh Bu Guru sudah datang ya? Mari masuk Bu Guru," ujar Mbak Riana dari balik pintu.Kami pun melangkah masuk kedalam, tak ada yang aneh, semua tampak biasa saja bahkan ketika kami duduk berhadapan disofa."Bu, kenalin ini Bu Guru Ane, Guru Bimbal di sekolah Tasya," ujar Mbak Riana.Perempuan setengah baya itu tersenyum ramah padaku. Kuraih tangan orang tua itu lalu kucium punggung tanganya."Ibu ke dapur dulu ya, Bu Guru," ujar wanita tua itu setelah beberapa saat mengobrol dengan kami. Semua biasa saja tak ada ekspresi tegang seperti dalam khayalanku tadi."Ma, oom ini mirip Papa ya?" Deg!Mirip Papa? Apa itu artinya memang dugaanku selama ini salah, foto yang kemarin kulihat itu hanyalah orang lain yang mirip Mas Farel, tapi kenapa namanya juga Farel?"Eh iya ya Mbak, Subahanallah, mirip banget suami Mbak Ane sama suami saya waktu kurus dulu ya. Bahkan hampir tak ada bedanya," ujar Mbak Riana terkekeh pelan."Wah jangan-jangan suami Mbak itu kembar ari-ari saya," ujar Mas Farel terbahak.Terima kasih Ya Allah, ternyata semua itu hanyalah hayalanku saja dan suamiku juga ternyata tak seburuk yang aku bayangkan.
"Oh ya, suami Mbak Riana kok gak pulang?" tanyaku setelah cukup lama aku hanya diam."Biasalah Mbak, sibuk," jawab Mbak Riana pelan."Memamg suaminya di mana, Mbak?" tanya Mas Farel. "Suami saya kerjanya pindah-pindah, tergantung bosnya, dia arsitektur bangunan," kata Mbak Riana menjelaskan. "Pak, Bu Guru, Riana, Tasya, mari makan! Makanan sudah siap," ujar Ibu Mbak Riana."Ya Allah Bu, kok repot- repot," ujar Farel."Gak papa Pak, eh tadi siapa namanya?" "Farel, Bu," jawab Mas Farel."Lo, nama juga mirip toh," ujar Mbak Riana."Ooo, pantas istri saya pernah tanya kenal Mbak Riana apa enggak, jad ini toh biangnya," ujar Mas Farel terkekeh."Oalah, iya to Bu Guru," kata Mbak Riana yang sukses membuatku malu.Diam-diam kucubit paha Mas Farel, untung dia hanya senyum-senyum saja saat pahanya kucubit, kalau gak makin malulah aku."Tenang saja Bu Guru, Farel saya bukan Farel Bu Guru, cuma mirip wajah sama nama saja," ujar Mbak Riana."Tuhkan makanya jangan suudzon, Sayang," bisik Mas Farel."Bu Guru, ayo makan," kata Tasya menggandeng tanganku. Aku dan Mbak Riana kini berjalan beriringan menuju meja makan."Kapan-kapan ketemuan satu keluarga yok Mbak, nanti-gantian saya yang akan menjamu Mbak Riana," ujarku."Iya, kalau suami saya gak sibuk ya," jawab Mbak Riana."Gak papa Mbak, pokoknya sewaktu luangnya aja biar kita makin akrab Mbak," kataku penuh semangat.Entah kenapa dihatiku masih ada yang mengganjal, mana mungkin orang begitu mirip bahkan nama juga mirip. Jujur masih ada rasa curiga dihati ini sebelum melihat pria suami Mbak Riana itu secara langsung.Disepanjang makan netraku tak luput memperhatikan mereka, Mas Farel makan dengan lahap sambil sesekali mengambilkan lauk untukku, sementara Mbak Riana tampak asyik melayani Tasya sementara Ibu Mbak Riana, wanita itu sesekali menatap kami dengan pandangan yang sedikit aneh.
"Papa, nginep ya malam ini," kata Tasya yang membuatku reflek langsung menatap kearah bocah itu."Sayang, itu Om Farel bukan Papa, kamu kangen Papa ya? Habis ini telpon Papa ya," ucap Mbak Riana pelan."Eh iya Tasya lupa," ucap bocah itu tersenyum dan melanjutkan makannya."Sudah sebulan suami saya gak pulang jenguk kami Mbak, bahkan kemarin aku masuk Rumah sakit pun dia gak begitu gak peduli. Entahlah, sepertinya dia sudah menikah lagi, saya cuma kuatir aja kalau-kalau istri keduanya itu di tipu sama dia, Mbak," ujar Mbak Riana. Wajahnya kelihatan senang saat berucap."Maksudnya, Mbak?" tanyaku tak mengerti."Namanya lelaki Mbak, bisa saja dia mengaku bujang terus menikah lagi," ucap Mbak Riana pelan namun mengandung arti."Iya sih Mbak, apalagi sekarang dokumen juga bisa dipalsukan termasuk KTP," ujarku santai.Uhuk uhuk!Mendadak Mas Farel, yang ingin minum tersedak mendengar ucapanku barusan.Bab 6 .2ab 6 Sudah Kuduga"Iya sih mbak, apalagi sekarang dokumen juga bisa dipalsukan termasuk KTP," ujarku.Uhuk , uhukMendadak Mas Farel yang ingin minum tersedak mendengar ucapanku barusan."Eh hati-hati dong Mas," ujarku lalu mengulurkan tisu kearah Mas Farel dan bersamaan dengan Mbak Riana juga mengulurkan tisu ke arah Mas Farel."Eh, kok samaan," ujar Mbak Riana yang kemudian menarik tisunya. Ada ekspresi canggung di wajahnya, mungkin dia merasa tak enak denganku."Makasih sayang," ujar Mas Farel setelah menerima tisu dariku. Seulas tersenyum tercipta di wajah gantengnya.Walaupun Mbak Riana sudah menjelaskan panjang lebar tentang suaminya. Namun, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang janggal. Mana mungkin orang bisa semirip itu, nama juga sama, benarkah memang hanya kebetulan?"Terima kasih ya Bu Guru sudah sudi meluangkan waktunya dan makasih juga ya Mas," ucap Mbak Riana menatap kami dan Mas Farel bergantian
Bab 8 Rahasia FarelSelepas memanjakan wajah di salon, aku memutuskan pergi ke kafe untuk bertemu dengan Arin sahabatku.Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padanya, meluahkan segala rasa mengganjal di hati."Jadi kamu sudah gak curiga lagi ni, sama suamimu?" Tanya Arin. Dia kemudian meraih minuman di meja dan meminumnya.Setelah kejadian malam itu aku menceritakan semua pada Arin karena hanya Arinlah tempat aku menceritakan semua masalahku."Ya ada dikit sih yang masih janggal dihati tapi aku tepis, aku tak mau hanya gara- gara masalah yang tak ada buktinya rumah tanggaku jadi retak.""Ya syukur deh kalau gitu, gak perlulah curiga berlebih pada pasangan," kata Arin.Arin lebih dahulu menikah.Namun, dalam hal keturunan kita sama, sama- sama belum dikaruniai keturunan. Bahkan Arin juga pernah dititik paling kritis dalam rumah tangganya ketika suaminya selingkuh dan membawa perempuan selingkuhan
Bab 8 Jujurlah Mas Le sepahit apapun kejujuran itu lebih baik dari sebuah kebohongan Le, kasihan Ane, sudah terlalu lama kamu bohongin dia. Ibu takut kalau nanti malah Dia tahu dari orang lain, tentu itu lebih sakit rasanya Le," ujar Ibu. Aku sudah lama memejamkan mata, mencoba melupakan semua kata-kata Ibu Mas Farel tadi. Namun, kata-kata terus terngiang ditelingaku. kamu menyimpan rahasia apa Mas?Kenapa begitu banyak rahasia yang kau sembunyikan padaku? Sepertinya pernikahanku yang sudah hampir 2 tahun ini tidak cukup untuk mengenali pribadi Mas Farel, siapa dia, seperti apa masa lalunya? Ya Allah kenapa begitu berat cobaan ini? Aku semakin mempererat menutup mataku menahan segala rasa sakit dan cemas yang gini sudah seperti luka yang menganga dihatiku. Beberapa saat kemudian.Aku terkejut saat sebuah tangan melingkar dipinggangku, tangan besar yang selalu memberiku ketenangan selama ini. Tak perlu lagi aku
Bab 9. CurigaSetelah berkata demikian aku turun menuju meja makan di mana Ibu Mertuaku sudah menungguku dari tadi."Kalian ini gak lapar ya?" tanya ibu Mas Farel menatap kami bergantian."Lapar Bu, ni nunggu mantu Ibu bangun, lama bangunya. Ibu tahulah mantu Ibu ini kalau tidur kek mana," ujar Mas Farel.Mas Farel sepertinya berusaha mencairkan suasana telihat dari candaan-candaan kecilnya yang di tujukan padaku. Namun, kali ini aku yang enggan menanggapinya.Di dalam hatiku ini masih ingin menuntut penjelasan Mas Farel, dia harus menceritakan semua tentang apa yang disembunyikan selama ini dariku.***"Sekarang kamu gak bisa menghindar lagi, Mas," ujarku pada Mas Farel.Saat ini kita sudah sampai di rumah kami sendiri, setelah sarapan pagi kami memutuskan pulang karena sore aku harus mengajar dan Mas Farel mendadak ada tugas di luar kota selama dua hari.Mas Farel menarik napas berat mendengar ucapank
Bab 10 Coklat siapa?Panggilanpun kami akir. Namun, sejenak kemudian aku menyadari sesuatu."Mas Farel ada di lobi hotel tapi kok sepi gak ada orang bising atau suara-suara orang banyak, hanya ada suara anak kecil dan satu perempuan dewasa," gumamku.Perasaan curiga mulai kembali menyelimuti hati ini kembali menyadari keganjilan-keganjilan tadi.Ya Tuhan berilah petunjukmu agar aku tak tersiksa begini!***Sore harinya aku mengajar seperti biasa di bimba.Aku baru saja sampai bimba saat kulihat Tasya datang. Anak kecil berlari kecil ke arahku, ada senyum mengembang di bibir kecilnya."Tasya jangan lari, nanti jatuh,"ujarku memperingatkan Tasya."Bu Guru kemana kok dua hari gak ngajar?" tanya Tasya padaku. Bocah itu kemudian bergelayut manja di lenganku."Bu Guru ada perlu sayang. Kamu tadi diantar siapa?" tanyaku saat aku tak melihat sosok Mbak Riana, biasanya Mbak Riana akan menemui aku dulu jika mengantar
Bab 11Eh itu sendal siapa?" gumamku.Aku melihat sendal anak kecil dan bekas bungkus coklat dan permen.Gak mungkin itu bekas makanan Mas Farel, Mas Farel tak suka coklat apalagi permen, lalu itu semua milik siapa?Aku harus menyelidiki semua mulai sekarang, foto diruang tamu, Tasya yang keceplosan panggil Papa, suara anak kecil di telepon, sendal anak kecil di mobil tak mungkin ini kebetulan.Setelah sekian detik termenung dan mencoba berpiikir jernih tanpa emosi agar tak salah dalam menyingkapi masalah ini, akupun memutuskan keluar dari mobil Mas Farel.Membuka pintu mobil dan tak lupa menguncinya dengan remot agar keamanan mobil terjaga. Akhir-akhir ini banyak sekali kes pencurian motor dan mobil di sekitar sini.Entahlah sepertinya sejak adanya pandemi ini kes kejahatan makin meningkat, pencurian, penodongan, perampokan yang semua karena demi memenuhi desakan kebutuhan perut.Jika lapar orang akan n
.Bab 12Ouh maksudku itu, keponakannya sayang bukan anak," jawab Mas Farel sambil mengusap tengkuknya.Aku hanya menjawab pernyataan Mas Farel dengan kata 'O'."Kita makan di luar yok Yang!" ajak Mas Farel karena kebetulan kamu belum makan."Aku masak saja lah Mas, lagi mager aku.""Ok, Mas bantuin ya."Aku biarkan saja Mas Farel membantuku memasak dan berusaha bersikap biasa saja seolah tak ada apapun di antara kami tapi bukan berati aku akan diam saja, aku pasti akan selediki semuanya sampai tuntas."Eh Mas, kok aku penasaran ya sama kembaran kamu," ucapku sambil tetap fokus mengiris bawang.Mas Farel memandangku heran ," kembaran?" lanjut Mas Farel bertanya."Itu lo Mas, ayahnya Tasya," jawabku sambil tetap fokus menyelesaikan kerjaku."Aduh.""Kenapa Mas?" tanyaku saat mendengar teriakan mengaduh Mas Farel."Ini tanganku kena pisau."Aku se
Bab 13PrakTiba-tiba Mas Farel menggebrak meja dengan keras."Diam! Kamu gak tahu masalah mereka, jadi lebih baik kamu jangan menghakimi suaminya seperti itu," ujar Mas Farel dengan suara yang melengking tinggi.Terlihat jelas kilat kemarahan dari nada bicaranya."Kok jadi kamu yang emosi Mas, aku kan ngomongin suami Mbak Riana bukan kamu. Lagian kok Mas belain banget suami Mbak Riana, Mas emang kenal sama dia?" ujarku.Senyap, Mas Farel kini tampak kebingungan, jelas sekali terlihat dia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu dariku."Kok diam Mas, beneran kamu kenal suami Mbak Riana, atau dia beneran kembaranmu," ujarku sambil senyum untuk mencairkan suasana.Tak apa aku mengalah kali ini, tapi aku akan terus diam-diam mencari kebenaranya, aku gak akan sudi dibohongi dan dipermainkan seperti ini.Tiba- tiba terlintas nama Ali di benakkku, sepertinya dia tahu sesuatu."Mm, maaf sayang aku tadi terlalu baper
Bab 25 Pulanglah Sayangpov FarelAsalamualaikumSenyap, tak ada jawaban atas salamku. Entah kemana Nara pembantuku, mungkin Dia sedang asyik bekerja di belakang sehingga tak mendengar salamku.Ku rebahkan bobot tubuhku di sofa, menatap sekeliling ruangan.SepiTak ada lagi suara Ane istriku yang menjawab salamku walau kadang kedengaran terpaksa, tak ada lagi Dia yang menyambutku walau tiada lagi senyum untukku.Pulanglah Sayang!Aku merintih di dalam hati, sungguh aku rapuh tanpa istriku. Tak kupedulikan lagi penampilanku walau teman-temanku bilang aku sekarang lebih tua dari umurku dengan rambut yang tak beraturan di wajahku, rambut yang tak lagi klimis dan ku sisir asal tiap pergi kekantor wajah juga kusut tak lagi ceria.
Bab 24 Inalilahiwainalilahirojiun"Terus kamu percaya begitu saja pada Riana?"Aku mengangguk lemah membuat Arin menggeleng beberapa kali."Temui Luciana! Minta penjelasan darinya, jangan hanya menilai masalah dari sebelah pihak saja!"Aku gak tahu rumah Luci Rin.""Nanti kita cari sama-sama," ujar Arin."Tapi kamu jangan tanya Mas Farel!""Kenapa?""Bisa saja kan nanti Mas Farel bersengkongkol dengan Luci untuk membodohiku."Arin menggeleng ," Ane, ane kalau sama Riana, setiap ucapannya kamu telan mentah-mentah, giliran sama Farel yang notabenenya suamimu kamu ragu," ujar Arin.Mendadak kepalaku pusing dan perutku sedikit mual."Ahh..," rintihku sambil me
Bab 23 Awas Kau Luciana!Pov RianaAku tersenyum puas setelah mengirim video mesra Farel dan Luciana mantan tunangnya. Mereka berada di sebuah kafe di samping Rumah Sakit tempat aku terapi.Sengaja aku mengikuti Farel saat akumelihatnya bersama Luci"Sasaran empuk ni," gumamku. Aku lalu diam-diam merekam mereka dari tempat yang mereka tak ketahui.Aku tahu Ane adalah wanita lemah yang dengan mudah aku pengaruhi dengan kata-kata yang aku goreng secara sempurna agar Dia kasihan padaku. Aku yakin setelah ini mereka akan perang.Aku tersenyum miring membayangkanya."Salah kamu Ane, kamu terlalu lugu jadi wanita," gumamku.Beberapa saat setelah video kukirim aku mendapat pesan dari Ane.[Ini ka
Bab 22 Jangan Bodoh Ane!"Ane!"Saat aku sedang asyik mengingat Mas Farel aku dikejutkan oleh sebuah suara. Aku pun menoleh ke arah sumber suara."Mbak Riana.""Kamu ngapain di sini?""Mau makan Mbak, oya kenalkan Mbak ini Arin temanku."Arin mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Mbak Riana."Bu Guru.""Hai sayang," ujarku pada Tasya. Anak itu berlari kepelukanku saat aku mengembangkan tangan. Ada rasa rindu padanya setelah beberapa hari gak ketemu."Kamu dari mana sayang?""Dari bimba di jemput Papa sama Mama."Hatiku berdesir lirih takut kalau-kalau Mas Farel muncul
Bab 21 Separu jiwaku PergiPov Farel"Aku sudah gak papa, nanti malam giliran Mas pergi ke rumah Mbak Riana, Tasya pasti sudah rindu sama Mas.""Tapi Mas ingin menemanimu," ujarku lembut.Suami mana yang tega meninggalkan istrinya yang sedang mengandung dan dalam keadaan lemah seperti itu. Hatiku bagai teriris tiap melihatnya muntah, lemah dan tak berdaya seperti itu. Sempat terpikir olehku untuk menggugurkan saja kandungan istriku, dari pada melihat istriku menderita seperti itu.Tubuhnya kurus, wajahnya pucat bahkan selalu muntah tiap dia memakan sesuatu. Ingin ini muntah ingin itu muntah, apa memang begini kalau wanita sedang mengandung."Wanita hamil memang seperti itu Le, Ibu juga dulu seperti itu. Itu bawaan bayi, jika sudah tiga atau empat bulan juga akan baik sendiri," ujar Ibuku lembut saat aku mengadu tentang kekawatiranku
Bab 20 Aku Menyerah"Ya Allah," gumamku sambil menutup mulutku begitu video kuputar. Aku lihat Mas Farel sedang berada di mall dengan luciana dan anaknya dan mereka tampak sedang berbahagia seperti sebuah keluarga.Kali ini aku sudah tak tahan lagi, aku harus segera pergi dari sini.[Ini kapan Mbak?] chatku pada Mbak Riana.[Tadi Dik][Ya Alah Mbak, jadi Mas Farel gak antar Mbak terapi?][Tiap terapi juga Mbak sendiri Dik, jujur Mbak sudah gak tahan tapi Mbak bisa apa, dengan kondisi Mbak sekarang ini, Mbak gak mungkin bisa menghidupi Tasya, jangankan menghidupi Tasya Dik, menghidupi diri sendiri pun Mbak tak mampu]Ya Allah luruh air mataku membaca pesan dari Mbak Riana, aku mencoba menempatkan diri ini pada posisi Mbak R
Bab 19"Riana sakit kanker hati akibat komplikasi dari sakit hepatitis. Dan kamu tahu sistem penularanya lewat apa? Lewat sperma, tahu gak kamu!" ujar Mas Farel dengan nada tinggi, matanya tajam menatap kearahku."Maksudnya, Mas?""Coba pikir kalau aku sehat, lalu bagaimana dia bisa tertular?""Maksud Mas, Mbak Riana melakukan hubungan sexsu*l dengan pria lain?""Iya, Dia menjebakku, Dia sudah hamil saat aku melakukannya padanya, Dia juga memberiku obat perangsang di minumanku malam itu. Tujuan Dia adalah agar aku bisa dikambing hitamkan atas perbuatanya.""Kejam!""Iya, sekarang kamu tahu kan, Riana itu cuma manis di mulut, kelihatan baik tapi hatinya busuk, itu kenapa aku melarang kamu memakan makanan dari Dia. Bisa saja Dia memasukkan obat tertentu yang membaha
Bab 34"Ini Rumah Sakit tau gak! Banyak orang sakit ! Kenapa teriak seperti itu," ujar Mas Farel dengan mata yang masih mendelik menatap Tasya, bocah itu sembunyi di balik tubuh Mbak Riana, bibirnya gemetar, sepertinya dia ketakutan dengan ulah Papanya.Keterlaluan!"Mas!" kataku menatap tajam Mas Farel, sungguh aku tak suka caranya menegur Tasya. " Kok kamu kasar begitu sama anak," ujarku kesal."Gak papa dik, memang Tasya yang salah kok. Tasya minta maaf sama Papa!" seru Mbak Riana bernada perintah pada Tasya putrinya.Tasya tampak takut-takut mendekati Mas Farel " Tasya minta maap Pa," ujarnya dengan suara bergetar dan sedikit terbata."Lain kali jangan di ulang lagi!" kata Mas Farel dengan nada dingin. Bahkan dia juga seperti enggan menatap Tasya anknya._____________Beberapa saat kemudian,Mbak Riana akhirnya pamit pulang setelah beberapa lama menemaniku, kami cerita banyak hal, selama itu pula aku lihat sikap Mas Farel
Bab33Gak Mas, kalau Mas gak mau bersikap adil, lebih baik aku mundur. Ceraikan aku!'Ku tatap Mas Farel yang tampak terkejut, pundaknya berjengkit, mulutnya sedikitterbuka. Namun, segera menutup kembali."Baiklah kalau itu maumu, aku akan ceraikan kamu sekarang juga,"Jujur aku terkejut saat Mas Farel dengan entengnya bilang soal perceraian padaku seolah tanpa beban. Seperti benar kata orang, lelaki itu hanya manis di bibir saja."Aku akan ceraikan kamu tapi langkahi dulu mayatku, lebih baik aku mati dari pada aku harus pisah dari kamu!" ujar Mas farel menatap nanar ke arahku.Aku hanya diam dan tak menunjukkan reaksi apapun dengan kata-kata Mas Farel itu, mungkin harusnya aku merasa teruja dengan ungkapannya tapi tidak untuk saat ini, hatiku sudah terlanjur hambar untuk merasakannya.Luka akibat kebohongan Mas Farel sudah menggores hatiku sangat dalam yang bahkan tak kan mungkin bisa hilang bekasnya&nbs