Nuansa serba putih dengan aroma obat-obatan menyambut Lunar yang baru sadar dari pingsannya. Mata masih terus awas memperhatikan sekeliling, hingga melihat seorang wanita yang datang menghampirinya. "Mbak sudah sadar?" seru Anya sembari menekan tombol untuk memanggil dokter atau perawat ke sana. "Aku kenapa?" Lunar berusaha mengubah posisinya menjadi duduk, lalu dibantu oleh wanita yang menemaninya. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi, hingga memorinya teringat akan kejadian di pesta sampai akhirnya dia pingsan dengan seseorang memegang tubuhnya. "Mbak pingsan saat kita akan pergi dari pesta. Entah kenapa Tuan Bumi refleks memegang Mbak, kemudian meminta Tian membawa Mbak Lunar ke sini," jelas Anya sambil duduk duduk di samping ranjang. "Tuan Bumi? Pasti Nyonya Clara makin marah dengan hal itu."Hanya mendengar desas-desus saja sudah membuat Clara kebakaran jenggot. Apalagi kalau sampai Bumi menangkap tubuhnya saat pingsan, sudah pasti hatinya yang terbakar. "Aku tidak tahu
"Apa karena aku istri rahasia, jadi aku pantas mendapat cerca dari istri yang Mas cinta? Aku tahu aku bukanlah perempuan yang Mas cintai, tetapi kenapa aku harus diam kalau harga diriku di caci?" kata Lunar kembali dengan air mata yang sudah tidak bisa dia bendung lagi.Perempuan itu menghela nafasnya dengan pelan agar tetap rileks. Dia juga menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Setelah itu, dilihatnya Bumi yang masih menatap dengan sorot yang sulit dia artikan. Tidak mau semakin memperburuk suasananya, perempuan itu berdiri sambil tersenyum begitu kaku. "Aku ijin pergi ke supermarket dulu, Mas. Ada yang perlu aku beli. Setelah ini, kita bisa bicara lagi. Boleh 'kan?"Karena Bumi tidak segera menjawab, Lunar memutuskan untuk pergi dari unitnya sambil membawa ponsel dan dompet. Tidak ada tanda-tanda bahwa Bumi akan menyusulnya, membuat perempuan itu sedih karena merasa tidak begitu berarti bagi suaminya. Lelaki itu bahkan menyuruhnya untuk tidak berurusan dengan Clara, padaha
Akhirnya apa yang dirasakan oleh perempuan itu tumpah di hadapan suaminya. Rasa kecewa dan sedih yang menjadi satu, meski dia tahu bahwa tidak seharusnya seperti itu. Namun, Lunar hanyalah manusia biasa juga ingin diperhatikan oleh suaminya sendiri. Dia terus menitikkan air mata dengan diam, hingga melihat Bumi yang sudah berdiri di depannya. Lelaki itu menghapus air mata Lunar yang masih mengalir. "Jangan menangis! Aku tidak mau anak kita membenciku karena sudah membuatmu menangis!" ucap Bumi dengan wajah datarnya. Bagi perempuan itu kalimat dari sang suami menunjukkan bahwa Bumi hanya tidak ingin dibenci oleh anak mereka, bukan menyesal sudah membuatnya menangis. Dia semakin menangis dengan terisak pelan, hingga pelukan hangat membuat Lunar menyembunyikan wajahnya di perut sang suami. "Ck, kenapa kamu makin jadi menangisnya, Lunar?" decak Bumi tidak mengerti dengan istrinya yang menangis dengan bagus bergetar. "Apakah ada sesuatu yang kamu inginkan? Atau aku ... melakukan kesala
Pagi tiba dengan begitu cerahnya membuat seorang perempuan terbangun dengan menyipitkan matanya untuk melihat jam yang ada di dinding. Waktu sudah menunjuk pukul enam pagi, sehingga Lunar segera menyibak selimutnya untuk bersiap ke Kantor.Di bawah guyuran shower masih bisa dia ingat bagaimana Bumi menyentuhnya dengan lembut dan pelan. Sangat terlihat lelaki itu tidak ingin menyakiti calon anak mereka. Setelah mendapat kepuasannya, Bumi pamit pergi sambil membawa nasi goreng buatannya dengan bekal makanan. "Hah, begini nasib jadi istri rahasia. Padahal, aku sudah hamil anaknya tetapnya tidak akan bisa memiliki dia seutuhnya. Mau bagaimana lagi, setidaknya aku harus menyelesaikan hutangku untuk melahirkan anak laki-laki," gumamnya sambil mengenakan jubah handuk. "Setelah itu aku tidak mau hamil lagi. Cukup satu anak saja."Itu hanyalah sebuah rencana yang mulai Lunar susun, sebagai manusia dia tentulah dia hanya mampu berencana. Tidak tahu bagaimana nanti Tuhan akan mengatur garis ket
Di sebuah restoran Jepang yang cukup mewah, ada seorang perempuan yang menikmati makanannya dengan sendu. Tak ayal, perempuan yang bukan lain adalah Lunar menitikkan air matanya. Padahal, tadi dia sangat ingin makan makanan di depannya. Ternyata rasanya malah gambar setelah mendapat bentakan dari sang atasan. "Mbak, jangan sedih dan menangis. Tuan Bumi memang seperti itu kalau sudah berurusan dengan istri tercintanya. Maka dari itu, Mbak Lunar keluar saja dari perusahaan itu," ujar Anya yang kesal setelah mendengar perempuan yang dia anggap sebagai kakak dibentak oleh Bumi. "Sayang, jangan memberikan saran itu. Dengan adanya Mbak Lunar di kantor juga membantuku menyelesaikan laporan dan lainnya. Kalau tidak ada dia, nanti waktuku juga akan berkurang untukmu," timpal Tian yang tidak setuju dengan saran tunangannya. Dengusan kesal dilakukan oleh Anya. "Tetapi sikap Tuan Bumi sudah keterlaluan, Sayang. Memangnya dia tidak tahu kalau Mbak Lunar sedang hamil dan apa yang dia lakukan bi
Niat hati Lunar ingin menginap tidak mendapatkan acc dari Bumi yang mengabari melalui Tian. Sehingga, dia kembali ke apartemen dengan perasaan kembali sendu. Bagaimana tidak? Ternyata dia sendirian di tempat itu tanpa Bibi pelayan yang diminta ke rumah utama. "Untuk apa Mas Bumi memintaku ke sini kalau aku hanya dibiarkan sendiri? Sedangkan dia pasti sedang dirawat oleh istrinya," gumam Lunar sambil berdiri di depan balkon. Meski kesal pada Bumi, dia teringat saat lelaki itu muntah hingga lemas di kamar mandi. Lunar bahkan berpikir bahwa Bumi sedang mengalami gejala kehamilan yang seharusnya dia alami. Lalu, dia juga ingat bagaimana Clara yang datang menuduhnya. "Cih, seenaknya Mbak Clara menuduhku seperti itu. Kalaupun bukan karena gejala kehamilan, tidak mungkin Mas Bumi keracunan makanan 'kan? Mana mungkin Bibi ... ." Perempuan tersebut menghentikan kalimatnya dengan mata membulat sempurna. "Apa jangan-jangan Mbak Clara tahu Mas Bumi makan makanan dari Bibi, lalu dia meminta Bib
Lunar menatap suaminy dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana bisa lelaki itu menyuruhnya tidak datang ke kantor? Artinya dia dipecat? Lunar tidak bisa membiarkan suaminya mengambil keputusan seperti itu. "Mas, kenapa kamu melakukan hal itu? Apakah istri sahmu yang minta aku tidak kembali ke kantor lagi?"Helaan nafas dikeluarkan oleh Bumi. "Dia memang memintaku melakukan hal itu! Tepat sejak kejadian di pesta ulang tahun perusahaan!"'Kan, sudah Lunar duga bahwa Clara pasti akan meminta hal itu pada Bumi. Dan pastinya bukan hanya dia saja, bahkan mungkin dia akan meminta Bumi untuk membuatnya sengsara. "Tetapi aku melakukan hal itu bukan karena Clara. Karena aku tidak mau kandunganmu kenapa-napa! Jadi, turuti keinginanku!" tegas Bumi tanpa melihat raut kecewa dan penolakan sang istri rahasia. Jika dulu dan kemarin-kemarin Lunar menurut pada suaminya, tidak masalah 'kan jika saat ini dia mau egois? Dia sudah bisa memberikan apa yang Bumi inginkan, bukankah seharusnya lelaki itu b
"Halo, Mas Bumi. Kenapa menghubungiku? Bukannya Mas melarangku menghubungi lewat telepon seluler?"["Hm, aku hanya mau dengar suaramu saja. Dan kamu buatkan aku makanan ya, harus kamu yang membuatnya dan minta seseorang untuk mengantarkannya ke kantor!"]"Iya, Mas," sahut Lunar dengan pelan. "Oh ya, aku ... ."Klik! Panggilan dimatikan begitu saja oleh lelaki itu. Padahal Lunar belum selesai bicara. Mau mengumpat, dia tidak mau anaknya mendengar hal-hal yang jelek. "Dari Mas Bumi. Dia mau aku buatkan makanan dan harus aku yang buat. Bibi tolong siapkan bahan makanannya ya? Aku mau cuci muka dulu."Pelayan itu segera pergi dari sana meninggalkan sang majikan yang menuju ke kamar mandi. Berhubung dia tidak akan bekerja, Lunar memilih untuk mandi nanti saja. Toh, nanti dia masih akan bau bumbu. Sesudah cuci muka dan mengeringkannya, perempuan tersebut segera ke dapur dengan rambut yang dicepol ke atas. "Masaknya tidak harus makanan mewah 'kan, Bi? Aku mau masak sop dan lauk sederhana