Seorang perempuan sedang mematut dirinya di depan cermin. Dia mengenakan dres hitam yang sangat cantik dan elegan. Berhubung tindak terlalu suka dandanan menor, Lunar mengaplikasikan make up secara natural agar wajahnya sedikit berwarna. "Sepertinya begini saja sudah cukup," gumamnya seraya mengenakan wedges yang berwarna senada dengan gaunnya, begitu pula dengan tas tangan yang dia kenakan. Saat ini Lunar akan menghadiri perayaan pesta ulang tahun perusahaan. Dan dia datang sendiri sebagai karyawan bukan istri dari Bumi. Mau bagaimana lagi, dia sadar bahwa hanya istri rahasia dan hanya Clara yang berhak menemani Bumi di pesta itu. "Bi, aku berangkat dulu ya," pamitnya pada pelayan masih membereskan dapur. Tidak mau membuang waktu, perempuan itu segera turun ke basement agar lekas berangkat ke tempat acara. "Mbak Lunar!" panggil seorang wanita yang berada di dalam mobil.Siapa lagi jika bukan Anya yang datang bersama Tian. Saat mobil berhenti di depan Lunar, tunangan Tian segera
Nuansa serba putih dengan aroma obat-obatan menyambut Lunar yang baru sadar dari pingsannya. Mata masih terus awas memperhatikan sekeliling, hingga melihat seorang wanita yang datang menghampirinya. "Mbak sudah sadar?" seru Anya sembari menekan tombol untuk memanggil dokter atau perawat ke sana. "Aku kenapa?" Lunar berusaha mengubah posisinya menjadi duduk, lalu dibantu oleh wanita yang menemaninya. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi, hingga memorinya teringat akan kejadian di pesta sampai akhirnya dia pingsan dengan seseorang memegang tubuhnya. "Mbak pingsan saat kita akan pergi dari pesta. Entah kenapa Tuan Bumi refleks memegang Mbak, kemudian meminta Tian membawa Mbak Lunar ke sini," jelas Anya sambil duduk duduk di samping ranjang. "Tuan Bumi? Pasti Nyonya Clara makin marah dengan hal itu."Hanya mendengar desas-desus saja sudah membuat Clara kebakaran jenggot. Apalagi kalau sampai Bumi menangkap tubuhnya saat pingsan, sudah pasti hatinya yang terbakar. "Aku tidak tahu
"Apa karena aku istri rahasia, jadi aku pantas mendapat cerca dari istri yang Mas cinta? Aku tahu aku bukanlah perempuan yang Mas cintai, tetapi kenapa aku harus diam kalau harga diriku di caci?" kata Lunar kembali dengan air mata yang sudah tidak bisa dia bendung lagi.Perempuan itu menghela nafasnya dengan pelan agar tetap rileks. Dia juga menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Setelah itu, dilihatnya Bumi yang masih menatap dengan sorot yang sulit dia artikan. Tidak mau semakin memperburuk suasananya, perempuan itu berdiri sambil tersenyum begitu kaku. "Aku ijin pergi ke supermarket dulu, Mas. Ada yang perlu aku beli. Setelah ini, kita bisa bicara lagi. Boleh 'kan?"Karena Bumi tidak segera menjawab, Lunar memutuskan untuk pergi dari unitnya sambil membawa ponsel dan dompet. Tidak ada tanda-tanda bahwa Bumi akan menyusulnya, membuat perempuan itu sedih karena merasa tidak begitu berarti bagi suaminya. Lelaki itu bahkan menyuruhnya untuk tidak berurusan dengan Clara, padaha
Akhirnya apa yang dirasakan oleh perempuan itu tumpah di hadapan suaminya. Rasa kecewa dan sedih yang menjadi satu, meski dia tahu bahwa tidak seharusnya seperti itu. Namun, Lunar hanyalah manusia biasa juga ingin diperhatikan oleh suaminya sendiri. Dia terus menitikkan air mata dengan diam, hingga melihat Bumi yang sudah berdiri di depannya. Lelaki itu menghapus air mata Lunar yang masih mengalir. "Jangan menangis! Aku tidak mau anak kita membenciku karena sudah membuatmu menangis!" ucap Bumi dengan wajah datarnya. Bagi perempuan itu kalimat dari sang suami menunjukkan bahwa Bumi hanya tidak ingin dibenci oleh anak mereka, bukan menyesal sudah membuatnya menangis. Dia semakin menangis dengan terisak pelan, hingga pelukan hangat membuat Lunar menyembunyikan wajahnya di perut sang suami. "Ck, kenapa kamu makin jadi menangisnya, Lunar?" decak Bumi tidak mengerti dengan istrinya yang menangis dengan bagus bergetar. "Apakah ada sesuatu yang kamu inginkan? Atau aku ... melakukan kesala
Pagi tiba dengan begitu cerahnya membuat seorang perempuan terbangun dengan menyipitkan matanya untuk melihat jam yang ada di dinding. Waktu sudah menunjuk pukul enam pagi, sehingga Lunar segera menyibak selimutnya untuk bersiap ke Kantor.Di bawah guyuran shower masih bisa dia ingat bagaimana Bumi menyentuhnya dengan lembut dan pelan. Sangat terlihat lelaki itu tidak ingin menyakiti calon anak mereka. Setelah mendapat kepuasannya, Bumi pamit pergi sambil membawa nasi goreng buatannya dengan bekal makanan. "Hah, begini nasib jadi istri rahasia. Padahal, aku sudah hamil anaknya tetapnya tidak akan bisa memiliki dia seutuhnya. Mau bagaimana lagi, setidaknya aku harus menyelesaikan hutangku untuk melahirkan anak laki-laki," gumamnya sambil mengenakan jubah handuk. "Setelah itu aku tidak mau hamil lagi. Cukup satu anak saja."Itu hanyalah sebuah rencana yang mulai Lunar susun, sebagai manusia dia tentulah dia hanya mampu berencana. Tidak tahu bagaimana nanti Tuhan akan mengatur garis ket
Di sebuah restoran Jepang yang cukup mewah, ada seorang perempuan yang menikmati makanannya dengan sendu. Tak ayal, perempuan yang bukan lain adalah Lunar menitikkan air matanya. Padahal, tadi dia sangat ingin makan makanan di depannya. Ternyata rasanya malah gambar setelah mendapat bentakan dari sang atasan. "Mbak, jangan sedih dan menangis. Tuan Bumi memang seperti itu kalau sudah berurusan dengan istri tercintanya. Maka dari itu, Mbak Lunar keluar saja dari perusahaan itu," ujar Anya yang kesal setelah mendengar perempuan yang dia anggap sebagai kakak dibentak oleh Bumi. "Sayang, jangan memberikan saran itu. Dengan adanya Mbak Lunar di kantor juga membantuku menyelesaikan laporan dan lainnya. Kalau tidak ada dia, nanti waktuku juga akan berkurang untukmu," timpal Tian yang tidak setuju dengan saran tunangannya. Dengusan kesal dilakukan oleh Anya. "Tetapi sikap Tuan Bumi sudah keterlaluan, Sayang. Memangnya dia tidak tahu kalau Mbak Lunar sedang hamil dan apa yang dia lakukan bi
Niat hati Lunar ingin menginap tidak mendapatkan acc dari Bumi yang mengabari melalui Tian. Sehingga, dia kembali ke apartemen dengan perasaan kembali sendu. Bagaimana tidak? Ternyata dia sendirian di tempat itu tanpa Bibi pelayan yang diminta ke rumah utama. "Untuk apa Mas Bumi memintaku ke sini kalau aku hanya dibiarkan sendiri? Sedangkan dia pasti sedang dirawat oleh istrinya," gumam Lunar sambil berdiri di depan balkon. Meski kesal pada Bumi, dia teringat saat lelaki itu muntah hingga lemas di kamar mandi. Lunar bahkan berpikir bahwa Bumi sedang mengalami gejala kehamilan yang seharusnya dia alami. Lalu, dia juga ingat bagaimana Clara yang datang menuduhnya. "Cih, seenaknya Mbak Clara menuduhku seperti itu. Kalaupun bukan karena gejala kehamilan, tidak mungkin Mas Bumi keracunan makanan 'kan? Mana mungkin Bibi ... ." Perempuan tersebut menghentikan kalimatnya dengan mata membulat sempurna. "Apa jangan-jangan Mbak Clara tahu Mas Bumi makan makanan dari Bibi, lalu dia meminta Bib
Lunar menatap suaminy dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana bisa lelaki itu menyuruhnya tidak datang ke kantor? Artinya dia dipecat? Lunar tidak bisa membiarkan suaminya mengambil keputusan seperti itu. "Mas, kenapa kamu melakukan hal itu? Apakah istri sahmu yang minta aku tidak kembali ke kantor lagi?"Helaan nafas dikeluarkan oleh Bumi. "Dia memang memintaku melakukan hal itu! Tepat sejak kejadian di pesta ulang tahun perusahaan!"'Kan, sudah Lunar duga bahwa Clara pasti akan meminta hal itu pada Bumi. Dan pastinya bukan hanya dia saja, bahkan mungkin dia akan meminta Bumi untuk membuatnya sengsara. "Tetapi aku melakukan hal itu bukan karena Clara. Karena aku tidak mau kandunganmu kenapa-napa! Jadi, turuti keinginanku!" tegas Bumi tanpa melihat raut kecewa dan penolakan sang istri rahasia. Jika dulu dan kemarin-kemarin Lunar menurut pada suaminya, tidak masalah 'kan jika saat ini dia mau egois? Dia sudah bisa memberikan apa yang Bumi inginkan, bukankah seharusnya lelaki itu b
Gundukan tanah basah masih ramai pelayat yang datang untuk melihat pemakaman Satria. Begitupun dengan Lunar yang datang bersama keluarga suaminya. Mereka datang sebagai bentuk rasa terima kasih karena Satria sudah memberikan mereka informasi serta secara tidak langsung merenggang nyawa demi menyelamatkan Lunar. "Semua ini pasti rencanamu 'kan Lunar?! Kamu sengaja menyuruh Satria naik mobilmu agar bisa kamu celakai! Kamu licik, Lunar!" sentak Mella yang hendak melayangkan tangannya pada Lunar, akan tetapi dia orang pengawal langsung mencegah bahkan mendorongnya dengan kasar. "Sialan kamu Lunar! Tidak cukup mengambil harta kami, kamu juga mengambil nyawa menantuku! Kamu sengaja melakukannya, iya 'kan?!" ucap Tuan Andre seraya membantu anaknya untuk berdiri tegak. Lunar yang mendengarkannya merasa jegah, bahkan sang suami sudah tampak kesal dengan wajah mengeratnya. Dia tahu, pasti keluarga benalu itu sengaja mengatakan hal tersebut karena banyak orang di sana dengan harapan dapat men
Seminggu berlalu setelah konferensi pers yang Bumi lakukan. Hal itu membuat sedikit perubahan, di antaranya adalah pandangan orang tentang Lunar yang tidak lagi negatif, meskipun masih ada yang membela Clara dan menyalahkan perempuan tersebut. Saat ini Lunar sudah berada di pabrik bersama mertuanya. Nyonya Mahendra tidak mau terjadi apa pun pada menantunya, sehingga dia memilih untuk ikut menantunya bekerja sekaligus untuk mengawasi perempuan itu agar tidak lelah bekerja. "Jangan capek-capek, Lunar. Kamu harus istirahat," ujar Mama Bumi pada menantunya yang mengecek berkas dari Anya yang selama ini meng-handle pabrik. "Baru beberapa menit, Ma. Kalau capek aku akan istirahat," sahut Lunar sambil tersenyum. Nyonya Mahendra tidak lagi berkata apa pun dan membiarkan menantunya untuk kembali bekerja dan membahas masalah pabrik.Tok ... Tok ... Tok ... Suara ketukan di depan pintu membuat ketiga wanita yang ada di sana menoleh dan melihat seorang pria paruh baya dengan seragam khas pab
Beberapa jam setelah ucapan yang dikatakan oleh Bumi, konferensi pers segera diadakan. Seluruh keluarga Mahendra, termasuk Lunar ada di sana seraya menatap pada wartawan yang berada di pihak mereka. "Tujuanku mengadakan konferensi pers ini adalah untuk memberitahu semua orang bahwa aku sudah menikah dengan perempuan di sampingku dan kami akan segera memiliki anak!" ujar Bumi sebagai pembuka. "Berita yang mengatakan bahwa istriku adalah pelakor, sangat salah besar. Akulah yang memintanya menikah denganku karena memang dialah yang layak untuk menjadi istriku!"Semua yang ada di sana memotret serta merekam perkataan pewaris Mahendra Corp itu. "Maksud anda apa dengan mengatakan bahwa perempuan di samping anda yang layak berada di posisi Nyonya Clara?" tanya seorang wartawan wanita dengan kacamata tebal. Lunar yang bersebelahan dengan suaminya menatap lelaki itu dengan perasaan yang tidak menentu. Namun, Bumi tersenyum seolah semua akan baik-baik saja. "Aku mengatakan hal itu karena ak
Lunar tidak menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh kepala pelayan ada benarnya bahwa jika tidak ada yang mengaku siapa yang sudah melukainya, maka semua pelayan serta penjaga yang bersamanya akan kena hukuman. "Jadi ... belum ada yang mau mengaku? Ah, kalian lebih suka dipotong gaji rupanya!" ucap Nyonya Mahendra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Yang melakukannya Suci, Nyonya," jawab kepala pelayan yang tidak mau semua temannya kena imbas hanya karena seorang pelayan yang tidak kompeten. "Benarkah?" seru Langit yang sedari tadi menyaksikan apa yang ibunya lakukan. "Ah, bukannya di dapur ada CCTV, kalau begitu kita lihat saja di sana. Dia sengaja atau tidak mencelakai Kakak Ipar."Sebenarnya Lunar kurang setuju dengan ide Langit karena dia yakin kalau pelayan itu tidak sengaja. Namun, dia tidak bisa melakukan apa pun selain menuruti apa yang hendak keluarga Mahendra lakukan. "Aku punya salinan CCTV di sini!" seru Bumi yang duduk di samping perempuan itu sambil memega
Tidak terasa sudah seminggu Lunar tinggal di rumah utama bersama suaminya. Tak ada hal cukup mengkhawatirkan, tetapi tetap saja semua yang ada di sana sangat protektif dan posesif padanya. Sama seperti saat ini, di mana Lunar tidak diperbolehkan untuk masak atau membuat kue. Akan tetapi, sang ibu mertua melarangnya seperti biasa. "Ayolah, Ma. Aku mau buat kue brownies keju buat Mas Bumi. Sekali ini saja, oke?" kekeuh Lunar dengan wajah memelasnya. Tidak tega melihat menantunya seperti itu, Nyonya Mahendra terpaksa mengijinkan perempuan itu untuk melakukan apa yang diinginkan. "Terima kasih, Mama," seru Lunar dengan girang seraya memeluk ibu mertuanya. "Asal Mama ada di sana! Kamu tidak boleh di sana sendiri dan cukup mengadonnya saja! Kalau butuh apa-apa, biar pelayan yang ambilkan. Oke nggak oke, harus oke!"Pasrah, itulah yang Lunar lakukan. Yang penting dia sudah diijinkan untuk membuat kue. Dari pada nanti anaknya ileran dan dia yang sebenarnya merasa bosan. Hingga kedua per
Setelah pembicaraan dengan papa mertuanya sudah selesai, Bumi, Langit, dan Nyonya Mahendra diperbolehkan masuk kembali ke ruangan itu. Langsung saja Bumi duduk di samping Lunar dan memeriksa keadaan istrinya yang memang tidak kenapa-napa. "Aku tidak apa-apa, Mas. Tadi hanya bicara biasa tentang apa yang harus aku lakukan selama menjadi menantu di sini," sahut Lunar sambil tersenyum pada sang suami. "Ck, kamu akan selamanya menjadi istriku!" balas Bumi dengan penuh keyakinan. "Baguslah kalau begitu! Tapi Mas harus selesaikan masalah dengan Mbak Clara dulu! Aku yakin bahwa dia tidak akan baik- baik saja setelah tahu apa yang terjadi dengan kita! Bisa saja dia akan ... ."Lunar menghentikan kalimatnya karena tidak sanggup membayangkan jika apa yang ada dalam benaknya sungguh-sungguh terjadi. "Kamu takut kalau Clara mencelakai kamu dan anak kita?" seru Bumi seraya memegang sebelah wajah istrinya. Anggukan dilakukan oleh Lunar karena dia sudah tahu betapa terobsesinya wanita itu ingi
Lunar tidak mengerti kenapa ayah mertuanya mau bicara berdua dengan dirinya. Banyak hal yang bercokol dalam benaknya, baik pikiran baik ataupun pikiran buruk yang saling beradu. "Aku tidak akan biarkan Papa berdua saja dengan istriku! Kalau memang Papa memaksa, maka aku akan membawanya pergi dari sini!" seru Bumi menatap tajam ayahnya. Tuan Mahendra mendengus sebal dengan kelakuan anaknya yang begitu posesif pada perempuan yang di samping lelaki itu. "Aku juga tidak akan membiarkan Lunar di sini bersama Papa! Bisa saja nanti Papa menggodanya! Awws, sakit, Ma!" sambung Langit yang seketika meringis karena dicubit oleh sang Mama. "Makanya kamu kalau bicara jangan sembarangan! Papa mau bicara dengan Lunar pasti memang ada hal penting yang mau dibicarakan!" ucap Nyonya Mahendra pada kedua anaknya, lalu melihat pada sang suami. "Kalau Papa mau bicara dengan Lunar, ada baiknya Mama juga di sini agar kedua anak kita tidak perlu khawatir."Dengusan dilakukan oleh Bumi dan Langit setelah
Setelah menyelesaikan masalah di pabrik, Lunar memberikan tugas selanjutnya pada Anya. Sedangkan dia keluar pabrik karena sudah janjian dengan sang suami. "Kita ke rumah utama, Pak," serunya pada sopir di depannya. Tak lupa juga dia mengirimkan pesan pada sang suami yang akhirnya akan dibaca saja tanpa ada niatan untuk membalas. "Ish, Mas Bumi selalu saja begitu! Lihat saja nanti kalau bertemu!" ucapnya dengan sebal. Mobil pun melaju dengan pelan karena sang majikan yang tidak mau jika terjadi apa-apa dengan istrinya. Padahal, Lunar sangat ingin segera lekas sampai. Meski di sisi lain, dia juga khawatir jika nanti ditolak oleh ayah dari suaminya. Hingga beberapa menit berlalu dan Lunar tidak menyangka bahwa mobil yang dia naiki sudah masuk dalam area perumahan yang sangat mewah sampai membuatnya melongo tidak percaya. "Ini rumah apa istana? Bagus dan mewah sekali," pujinya dengan tidak percaya. "Tuan sudah menunggu ada di dalam, Nyonya," kata sopir yang sudah membukakan pintun
Tidak ada rasa gentar dalam diri Lunar melihat wajah pamannya yang mengetat marah. Justru dia tetap duduk santai seraya memandang dengan senyum amat tipis. "Tuan Andre, tolong duduk dengan tenang! Dan jangan kurang ajar pada Nyonya Lunar! Beliau 'lah yang sudah membeli pabrik yang hampir bangkrut ini! Jika bukan beliau sudah pasti pabrik ini akan terbengkalau begitu saja!" seru pengacara yang ikut berdiri karena istri atasannya yang diperlakukan tidak sopan. Merasa tidak mampu untuk melawan, Tuan Andre kembali duduk. Apalagi sang anak dan menantu yang menarik tangannya untuk tidak berbuat gegabah. "Mulai saja, Pak!" kata Anya yang mewakili Lunar. Pengacara itu pun mengangguk seraya memberikan berkas pada perempuan di sampingnya. "Berkas tersebut adalah bukti bahwa pabrik ini dan seluruh isinya sudah menjadi milik Nyonya. Bahkan pekerja di sini ... ."Lunar mengangkat tangannya tanda agar pengacara tersebut berhenti. "Aku ingin data semua pekerja dan mungkin akan ada beberapa yang