"Halo, Mas Bumi. Kenapa menghubungiku? Bukannya Mas melarangku menghubungi lewat telepon seluler?"["Hm, aku hanya mau dengar suaramu saja. Dan kamu buatkan aku makanan ya, harus kamu yang membuatnya dan minta seseorang untuk mengantarkannya ke kantor!"]"Iya, Mas," sahut Lunar dengan pelan. "Oh ya, aku ... ."Klik! Panggilan dimatikan begitu saja oleh lelaki itu. Padahal Lunar belum selesai bicara. Mau mengumpat, dia tidak mau anaknya mendengar hal-hal yang jelek. "Dari Mas Bumi. Dia mau aku buatkan makanan dan harus aku yang buat. Bibi tolong siapkan bahan makanannya ya? Aku mau cuci muka dulu."Pelayan itu segera pergi dari sana meninggalkan sang majikan yang menuju ke kamar mandi. Berhubung dia tidak akan bekerja, Lunar memilih untuk mandi nanti saja. Toh, nanti dia masih akan bau bumbu. Sesudah cuci muka dan mengeringkannya, perempuan tersebut segera ke dapur dengan rambut yang dicepol ke atas. "Masaknya tidak harus makanan mewah 'kan, Bi? Aku mau masak sop dan lauk sederhana
Lunar bisa melihat wanita di depannya mengepalkan tangan dengan erat. Salah sendiri selalu saja mencari gara-gara padanya. "Dan asal kamu tahu, Mia! Mella bukan lagi saudara sepupuku! Mana ada saudara yang merebut suami saudaranya sendiri, bahkan merebut harta peninggalan orang tuaku?! Apakah pantas orang seperti itu disebut keluarga? Kamu pintar 'kan, cobalah pahami definisi tentang keluarga sebenarnya!" cercanya yang saat ini sudah berdiri berhadapan dengan wanita yang menatapnya dengan sorot membunuh. "Jangan mengajariku, Lunar! Kamu ... .""Hei, apa-apaan ini!" sentak sebuah suara yang berasal di belakang tubuh Lunar. Seorang pria pakaian kasual dan masih cukup muda menghampiri mereka. Pria itu berwajah datar dengan tatapan yang menghunus tajam. Mirip dengan Bumi. Hanya lebih muda dengan terlihat santai. "Apa yang terjadi?!" sentak pria itu melihat ketiga perempuan di depannya. "Ka-mu siapa?" tanya Mia yang terlihat terpesona dengan pria itu. Pria tersebut melipat kedua tang
Setelah mendapat persetujuan dari suaminya, Lunar memberikan kabar pada Anya yang juga ikut merasa senang. Sayang sekali kesenangan itu hanya bertahan selama beberapa hari, tepatnya sehari sebelum acara pergelaran dimulai. Anya menemui Lunar di resto dekat apartemennya. Terdengar suara lirih dan sendu dari gadis itu saat menghubunginya. "Kenapa, Nya? Apa ada masalah untuk pergelaran besok?" tanya perempuan itu pada gadis yang sedari tadi menghela nafasnya. "Gagal, Mbak!" "Gagal? Apanya yang gagal, Nya?" Lunar makin penasaran dengan ucapan Anya yang tidak begitu jelas. Gadis tersebut menatap dengan pandangan sendu. "Pergelarannya gagal, Mbak. Ada seseorang yang tiba-tiba membeli paksa butik milik atasanku."Lunar menautkan kedua alisnya. Dia masih belum mengerti, bagaimana bisa butik yang menurutnya cukup maju dibeli paksa begitu saja? Kecuali yang membelinya adalah orang yang berpengaruh. Seketika sebuah nama tercetus dalam benaknya."Apakah ini ada hubungannya dengannya istri Tu
Lunar tidak tahu bahwa pria di depannya mengenal sang suami. Tubuhnya terasa dingin karena takut jika Langit curiga dan mengetahui hubungannya dengan Bumi. "Hm, masuk!" ucap Bumi menarik pelan bahu istrinya agar mempersilakan Langit masuk ke unit mereka. "Mas, bagaimana kalau dia tahu hubungan kita?" seru Lunar dengan perasaan takut. Bumi mengelus bahu sang istri sambil menutup pintu unitnya. "Dia sudah tahu!"Deg! Perasaan perempuan itu makin tidak karuan. Tubuhnya gemetar saat sang suami membawanya para Langit yang sudah duduk di single sofa. "Selamat datang di tempat Kakak Iparmu, Lang!" kata Bumi dengan senyum miringnya. Lunar menoleh pada suaminya yang bilang kalau dia adalah kakak ipar Langit. Artinya pria yang bertamu ke rumahnya memang adik Bumi. Pantas saja wajah mereka mirip, tetapi tidak ada media yang mengetahui hal itu. "Jadi Abang sungguh-sungguh sudah menikah lagi?" tanya Langit dengan wajah datarnya. Lunar tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Langit, tetapi m
Tidak ada jawaban dari Langit tentang pertanyaan yang Lunar lontarkan. Perempuan itu juga tidak menuntut, malah membantu adik iparnya menggoreng atau pun menyajikan dalam piring. "Aku adalah adik tiri Bang Bumi. Kami memiliki ibu yang berbeda. Lebih tepatnya, aku anak yang lahir tanpa diharapkan," ucap Langit dengan senyum getir.Sedangkan Lunar tidak tahu harus bersikap seperti apa selain terkejut dan tidak menyangka bahwa keluarga Mahendra menyimpan rahasia seperti itu. "Papa kandungku acuh dan Ibu kandungku meninggal dunia saat melahirkan aku. Sedangkan Ibu Bang Bumi ... dia seperti malaikat yang dengan senang hati menerimaku, begitu pula dengan Bang Bumi," kali ini pria itu tersenyum penuh hari. "Hanya Papa kandungku yang tidak mau menerimaku, makanya tidak ada yang tahu tentangku. Sekarang kamu sudah tahu bagaimana kisahku. Jadi, jagalah rahasia ini. Kalau sampai terbongkar, Bang Bumi juga pasti akan malu."Menurut Lunar Bumi tidak mungkin malu, jika lelaki itu merasa demikian
Siapa yang menduga jika ternyata Lunar akan bertemu dengan seorang wanita yang harusnya dia jauhi, Clara. Ya, istri dah Bumi ada di sana dengan pakaian yang amat ketat dan menggoda. "Kenapa kamu bersama perempuan ini, Lang?! Dia ini perempuan tidak jelas!" kata Clara dengan nada ketus. Dahi Lunar mengerut mendengar kata tidak jelas. "Maksudnya tidak jelas seperti apa ya, Mbak?""Apa kamu bilang? Mbak? Kamu pikir aku wanita kampungan sepertimu dipanggil Mbak!" sentak istri pertama Bumi. Lunar memutar bola matanya dengan malas. Sungguh tidak dia duga ternyata istri pertama suaminya akan berlebihan seperti itu. Tidak ada yang salah dari panggilan Mbak, Kakak, Ayuk, atau lainnya. Yang penting tujuannya bukan untuk menghina, tetapi agar terkesan sopan. "Intinya kamu tidak jelas, seperti suami atau ayah dari anakmu! Bisa saja kalau anak itu ... .""Itu anakku! Dan Lunar adalah istriku!" seru Langit dengan cepat hingga memotong ucapan wanita di depannya. Mata Clara membola tidak percaya
Terik matahari pagi bersinar begitu cerah. Namun, tidak dengan Lunar yang bangun dengan perasaan murung, bahkan sampai dia sudah membersihkan diri tetap saja raut wajahnya seperti itu. Bukan karena tidak ada Bumi di sampingnya, toh dia sudah biasa mengalami hal itu. Hanya saja, dia sedih setelah pembicaraannya dengan Bumi semalam. Lelaki itu tidak menjawab pertanyaannya, malah pergi setelah mengelus kepalanya. "Apa baginya seorang anak hanya sebagai pengukuh kedudukan? Apakah dia bisa menyayangi anak yang lahir dari rahimku?" serunya dengan sendu. Tok ... tok ... tok ... "Lunar, kamu sudah bangun?"Itu bukan suara Bibi, tetapi suara pria yang sudah menjadi tetangganya. Entah bagaimana lelaki itu bisa keluar masuk unitnya begitu saja. "Ada apa, Langit?" tanya Lunar dengan wajah kesal. "Sudah waktunya sarapan, ayo!" ajak pria itu memegang bahu kakak iparnya dan membawa perempuan itu menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada Bibi yang menata makanan. Banyak sekali makanan yang ada d
Berita tentang Lunar seorang perempuan jalang masih tersebar di media sosial. Orang yang pertama kalinya bertanya keadaannya adalah Langit. Ya, seseorang yang tadi pagi menghubunginya bukan Bumi, tetapi adik iparnya. "Maafkan aku atas kejadian ini, Lunar. Aku tidak berpikir Kak Clara akan melakukan hal selicik ini," seru Langit yang sedari tadi meminta maaf. "Andai saja aku bisa konfirmasi kalau ... ."Lunar segera menatap adik iparnya. "Kamu mau bilang kalau sebenarnya aku istri rahasia Mas Bumi atau mau mengakui aku istri kii lagi?"Perasaan masih kurang baik, jadi dia akan sensitif dengan hal-hal yang kurang terdengar nyaman di telinganya. "Bukan begitu! Sebenarnya aku mau mengakui kalau kamu hamil anak temanku dan mengatakan seperti itu agar Kak Clara menjauhiku! Dengan begitu serangan pasti akan berbalik padanya!" balas Langit dengan lirih. "Mana mungkin Mas Bumi mengijinkan kamu melakukannya? Dia pasti tidak mau kalau Mbak Clara malu apalagi sampai karirnya hancur! Berbeda de
Gundukan tanah basah masih ramai pelayat yang datang untuk melihat pemakaman Satria. Begitupun dengan Lunar yang datang bersama keluarga suaminya. Mereka datang sebagai bentuk rasa terima kasih karena Satria sudah memberikan mereka informasi serta secara tidak langsung merenggang nyawa demi menyelamatkan Lunar. "Semua ini pasti rencanamu 'kan Lunar?! Kamu sengaja menyuruh Satria naik mobilmu agar bisa kamu celakai! Kamu licik, Lunar!" sentak Mella yang hendak melayangkan tangannya pada Lunar, akan tetapi dia orang pengawal langsung mencegah bahkan mendorongnya dengan kasar. "Sialan kamu Lunar! Tidak cukup mengambil harta kami, kamu juga mengambil nyawa menantuku! Kamu sengaja melakukannya, iya 'kan?!" ucap Tuan Andre seraya membantu anaknya untuk berdiri tegak. Lunar yang mendengarkannya merasa jegah, bahkan sang suami sudah tampak kesal dengan wajah mengeratnya. Dia tahu, pasti keluarga benalu itu sengaja mengatakan hal tersebut karena banyak orang di sana dengan harapan dapat men
Seminggu berlalu setelah konferensi pers yang Bumi lakukan. Hal itu membuat sedikit perubahan, di antaranya adalah pandangan orang tentang Lunar yang tidak lagi negatif, meskipun masih ada yang membela Clara dan menyalahkan perempuan tersebut. Saat ini Lunar sudah berada di pabrik bersama mertuanya. Nyonya Mahendra tidak mau terjadi apa pun pada menantunya, sehingga dia memilih untuk ikut menantunya bekerja sekaligus untuk mengawasi perempuan itu agar tidak lelah bekerja. "Jangan capek-capek, Lunar. Kamu harus istirahat," ujar Mama Bumi pada menantunya yang mengecek berkas dari Anya yang selama ini meng-handle pabrik. "Baru beberapa menit, Ma. Kalau capek aku akan istirahat," sahut Lunar sambil tersenyum. Nyonya Mahendra tidak lagi berkata apa pun dan membiarkan menantunya untuk kembali bekerja dan membahas masalah pabrik.Tok ... Tok ... Tok ... Suara ketukan di depan pintu membuat ketiga wanita yang ada di sana menoleh dan melihat seorang pria paruh baya dengan seragam khas pab
Beberapa jam setelah ucapan yang dikatakan oleh Bumi, konferensi pers segera diadakan. Seluruh keluarga Mahendra, termasuk Lunar ada di sana seraya menatap pada wartawan yang berada di pihak mereka. "Tujuanku mengadakan konferensi pers ini adalah untuk memberitahu semua orang bahwa aku sudah menikah dengan perempuan di sampingku dan kami akan segera memiliki anak!" ujar Bumi sebagai pembuka. "Berita yang mengatakan bahwa istriku adalah pelakor, sangat salah besar. Akulah yang memintanya menikah denganku karena memang dialah yang layak untuk menjadi istriku!"Semua yang ada di sana memotret serta merekam perkataan pewaris Mahendra Corp itu. "Maksud anda apa dengan mengatakan bahwa perempuan di samping anda yang layak berada di posisi Nyonya Clara?" tanya seorang wartawan wanita dengan kacamata tebal. Lunar yang bersebelahan dengan suaminya menatap lelaki itu dengan perasaan yang tidak menentu. Namun, Bumi tersenyum seolah semua akan baik-baik saja. "Aku mengatakan hal itu karena ak
Lunar tidak menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh kepala pelayan ada benarnya bahwa jika tidak ada yang mengaku siapa yang sudah melukainya, maka semua pelayan serta penjaga yang bersamanya akan kena hukuman. "Jadi ... belum ada yang mau mengaku? Ah, kalian lebih suka dipotong gaji rupanya!" ucap Nyonya Mahendra seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Yang melakukannya Suci, Nyonya," jawab kepala pelayan yang tidak mau semua temannya kena imbas hanya karena seorang pelayan yang tidak kompeten. "Benarkah?" seru Langit yang sedari tadi menyaksikan apa yang ibunya lakukan. "Ah, bukannya di dapur ada CCTV, kalau begitu kita lihat saja di sana. Dia sengaja atau tidak mencelakai Kakak Ipar."Sebenarnya Lunar kurang setuju dengan ide Langit karena dia yakin kalau pelayan itu tidak sengaja. Namun, dia tidak bisa melakukan apa pun selain menuruti apa yang hendak keluarga Mahendra lakukan. "Aku punya salinan CCTV di sini!" seru Bumi yang duduk di samping perempuan itu sambil memega
Tidak terasa sudah seminggu Lunar tinggal di rumah utama bersama suaminya. Tak ada hal cukup mengkhawatirkan, tetapi tetap saja semua yang ada di sana sangat protektif dan posesif padanya. Sama seperti saat ini, di mana Lunar tidak diperbolehkan untuk masak atau membuat kue. Akan tetapi, sang ibu mertua melarangnya seperti biasa. "Ayolah, Ma. Aku mau buat kue brownies keju buat Mas Bumi. Sekali ini saja, oke?" kekeuh Lunar dengan wajah memelasnya. Tidak tega melihat menantunya seperti itu, Nyonya Mahendra terpaksa mengijinkan perempuan itu untuk melakukan apa yang diinginkan. "Terima kasih, Mama," seru Lunar dengan girang seraya memeluk ibu mertuanya. "Asal Mama ada di sana! Kamu tidak boleh di sana sendiri dan cukup mengadonnya saja! Kalau butuh apa-apa, biar pelayan yang ambilkan. Oke nggak oke, harus oke!"Pasrah, itulah yang Lunar lakukan. Yang penting dia sudah diijinkan untuk membuat kue. Dari pada nanti anaknya ileran dan dia yang sebenarnya merasa bosan. Hingga kedua per
Setelah pembicaraan dengan papa mertuanya sudah selesai, Bumi, Langit, dan Nyonya Mahendra diperbolehkan masuk kembali ke ruangan itu. Langsung saja Bumi duduk di samping Lunar dan memeriksa keadaan istrinya yang memang tidak kenapa-napa. "Aku tidak apa-apa, Mas. Tadi hanya bicara biasa tentang apa yang harus aku lakukan selama menjadi menantu di sini," sahut Lunar sambil tersenyum pada sang suami. "Ck, kamu akan selamanya menjadi istriku!" balas Bumi dengan penuh keyakinan. "Baguslah kalau begitu! Tapi Mas harus selesaikan masalah dengan Mbak Clara dulu! Aku yakin bahwa dia tidak akan baik- baik saja setelah tahu apa yang terjadi dengan kita! Bisa saja dia akan ... ."Lunar menghentikan kalimatnya karena tidak sanggup membayangkan jika apa yang ada dalam benaknya sungguh-sungguh terjadi. "Kamu takut kalau Clara mencelakai kamu dan anak kita?" seru Bumi seraya memegang sebelah wajah istrinya. Anggukan dilakukan oleh Lunar karena dia sudah tahu betapa terobsesinya wanita itu ingi
Lunar tidak mengerti kenapa ayah mertuanya mau bicara berdua dengan dirinya. Banyak hal yang bercokol dalam benaknya, baik pikiran baik ataupun pikiran buruk yang saling beradu. "Aku tidak akan biarkan Papa berdua saja dengan istriku! Kalau memang Papa memaksa, maka aku akan membawanya pergi dari sini!" seru Bumi menatap tajam ayahnya. Tuan Mahendra mendengus sebal dengan kelakuan anaknya yang begitu posesif pada perempuan yang di samping lelaki itu. "Aku juga tidak akan membiarkan Lunar di sini bersama Papa! Bisa saja nanti Papa menggodanya! Awws, sakit, Ma!" sambung Langit yang seketika meringis karena dicubit oleh sang Mama. "Makanya kamu kalau bicara jangan sembarangan! Papa mau bicara dengan Lunar pasti memang ada hal penting yang mau dibicarakan!" ucap Nyonya Mahendra pada kedua anaknya, lalu melihat pada sang suami. "Kalau Papa mau bicara dengan Lunar, ada baiknya Mama juga di sini agar kedua anak kita tidak perlu khawatir."Dengusan dilakukan oleh Bumi dan Langit setelah
Setelah menyelesaikan masalah di pabrik, Lunar memberikan tugas selanjutnya pada Anya. Sedangkan dia keluar pabrik karena sudah janjian dengan sang suami. "Kita ke rumah utama, Pak," serunya pada sopir di depannya. Tak lupa juga dia mengirimkan pesan pada sang suami yang akhirnya akan dibaca saja tanpa ada niatan untuk membalas. "Ish, Mas Bumi selalu saja begitu! Lihat saja nanti kalau bertemu!" ucapnya dengan sebal. Mobil pun melaju dengan pelan karena sang majikan yang tidak mau jika terjadi apa-apa dengan istrinya. Padahal, Lunar sangat ingin segera lekas sampai. Meski di sisi lain, dia juga khawatir jika nanti ditolak oleh ayah dari suaminya. Hingga beberapa menit berlalu dan Lunar tidak menyangka bahwa mobil yang dia naiki sudah masuk dalam area perumahan yang sangat mewah sampai membuatnya melongo tidak percaya. "Ini rumah apa istana? Bagus dan mewah sekali," pujinya dengan tidak percaya. "Tuan sudah menunggu ada di dalam, Nyonya," kata sopir yang sudah membukakan pintun
Tidak ada rasa gentar dalam diri Lunar melihat wajah pamannya yang mengetat marah. Justru dia tetap duduk santai seraya memandang dengan senyum amat tipis. "Tuan Andre, tolong duduk dengan tenang! Dan jangan kurang ajar pada Nyonya Lunar! Beliau 'lah yang sudah membeli pabrik yang hampir bangkrut ini! Jika bukan beliau sudah pasti pabrik ini akan terbengkalau begitu saja!" seru pengacara yang ikut berdiri karena istri atasannya yang diperlakukan tidak sopan. Merasa tidak mampu untuk melawan, Tuan Andre kembali duduk. Apalagi sang anak dan menantu yang menarik tangannya untuk tidak berbuat gegabah. "Mulai saja, Pak!" kata Anya yang mewakili Lunar. Pengacara itu pun mengangguk seraya memberikan berkas pada perempuan di sampingnya. "Berkas tersebut adalah bukti bahwa pabrik ini dan seluruh isinya sudah menjadi milik Nyonya. Bahkan pekerja di sini ... ."Lunar mengangkat tangannya tanda agar pengacara tersebut berhenti. "Aku ingin data semua pekerja dan mungkin akan ada beberapa yang